Sidney, Australia
15.35
Penerbangan Adrianna ke Sidney telah dilakukan sejak pagi tadi. Namun, hingga saat ini dia belum juga sampai hingga membuat seorang Adrian tenggelam ke dalam rasa khawatir berlebih.
Entah sudah berapa lama dia terus dibuat gelisah yang jelas yang ditunggu pun tak juga menunjukkan batang hidungnya hingga seorang wanita berjalan menghampiri. "Adrian ... " ucapnya berpadukan dengan pelukan erat. Sangat erat hingga Adrian pun merasa kesulitan bernafas.
Uh, mimpi apa coba semalam seorang Adrian hingga dipeluk oleh wanita bertubuh molek bak gitar Spanyol. Meskipun enggan melepas pelukan, akan tetapi mau tidak mau pelukan pun terlepas.
"Sorry, pasti lama ya nunggunya?"
Adrian pun langsung menyipitkan matanya hingga keningnya berkerut. Pertanyaan dari sang wanita telah membuatnya bingung. Seolah paham dengan banyaknya pertanyaan yang bersarang di dalam benak Adrian telah membuat sebelah tangan Adrianna terulur berpadukan cubitan gemas pada pipi kokoh. "Auch, sakit." Rintihnya.
Adrianna langsung berkacak pinggang. "Jangan bilang kalau kau melupakan ku?" Adrian semakin dibuat tak mengerti dengan pertanyaan dari wnita cantik di depannya ini.
"Adrian, ini aku Adrianna." Kesalnya berpadukan dengan bibir dilipat.
Adrian pun langsung membulatkan bola matanya. Setelah itu coba mengerjap - ngerjap pada penampilan Adrianna. Sungguh, ini tak bisa dipercaya. Rasanya seperti mimpi. Wanita cantik yang berdiri di hadapannya ini adalah adik nya yang telah tinggal terpisah dengannya selama 17 tahun. "Jadi, kau Adrianna? Gadis tomboy yang gendut dan suka makan itu, hum?"
Adrianna kembali berkacak pinggang. "Ih, ngeselin. Itu dulu, Adrian. Sekarang tidak lagi. Lihat body ku sekarang!" Sembari memutar tubuhnya. "Tubuh ku langsing dan juga seksi," ucapnya dengan sangat bangga lalu, mengalungkan sebelah tangannya ke leher kekar. "Apa kau mau tahu satu hal tentang ku?"
"Apa?" Sembari mengangkat sebelah alisnya melirik pada sang adik.
"Banyak lelaki tampan yang tergiur oleh kemolekan tubuh ku." Bisiknya tepat ke telinga Adrian.
Oh, Adrianna itu sangat benar. Aku saja tergiur oleh kemolekan tubuh mu. Bahkan aku ingin merasakan bagaimana rasanya menindih mu di bawah ku dengan sangat posesif. Batin Adrian sembari menggigit ujung bibirnya. Seketika Dewa di dalam hatinya memaki dengan sangat kejam. Dasar laki - laki mesum ga tahu diri! Adrianna ini Adik-mu. Bisa - bisanya kau berlaku mesum pada Adik-mu sendiri. Menyedihkan!
Adrian pun terlihat gusar hingga mengusap kasar wajahnya. Uh, ini sungguh sangat menyiksa. Berada di dekat Adrianna hanya membuat ku tenggelam ke dalam sensasi yang tiada akhir. Oh, Adrianna kenapa kau harus berubah menjadi wanita yang sangat cantik, seksi, dan juga menggoda, hum?
Dia pun terlihat mengerjap - ngerjapkan matanya coba menepis segala pikiran liar yang terus saja berselancar bebas. Namun, semakin dia menepis rasa itu semakin terasa nyata hingga menyiksa. Terlebih pada sentuhan jemari lentik yang melingkupi pergelangan tangannya dengan sangat posesif. Adrian dibuat panas dingin karenanya hingga lirikan berpadukan dengan kernyitan pun mampir menghiasi wajah cantik Adrianna. "Em, suhunya ga terlalu panas. Tapi, kenapa kau berkeringat?"
Adrian tersentak atas pertanyaan Adrianna hingga dia pun menelan kasar saliva. Bingung harus beralasan apa akhirnya dia pun beralaskan pada jaket kulit yang membalut tubuhnya saat ini.
"Kalau gitu lepas saja." Bersamaan dengan itu langsung melepaskan jaket tersebut. Adrian dibuat mati kutu karenanya. Dia bagaikan Singa tanpa taring. Jika didepan para klien dia sangat berkuasan dan mendominasi tapi di depan Adrianna. Dia pun sama sekali tak berdaya.
Oh, Tuhan kenapa harus kau timbulkan desiran hebat atas Adrianna? Dia adalah Adik-ku. Adik kandung ku. Aku tidak ingin menyentuhnya dan memiliki perasaan ini tapi, bagaimana aku bisa menepis kilau birunya yang bergelombang bagai ombak di lautan. Oh, Tuhan perasaan apakah ini? Aku benar - benar dibuat tak berdaya olehnya. Batin Adrian dengan mengunci tatapannya sejenak pada wajah cantik.
Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam lamunan yang jelas jentikan jemari lentik di depan wajahnya telah membawa kesadarannya kembali. Adrian pun dibuat gelagapan atas tatapan Adrianna yang sangat mendominasi. Terlebih ketika aksen Itali mengusik pendengarannya. Uh, dia bagaikan tenggelam ke dalam lautan asmara.
"Apa kau akan terus memandangi ku tanpa mengajak ku pulang ke apartement mu, huh?"
Adrian pun langsung berdeham demi menutupi kegugupannya. "Tentu saja, ayo!"
"Jadi, gimana? Kau akan mengajak ku pulang ke apartement mu atau mansion mu, huh?"
"Bagaimana kalau ke mansion saja?"
"Uh, itu terdengar kurang mengasyikkan. Aku ingin tinggal di apartement mu." Bersamaan dengan itu langsung menghentikan langkah berpadukan dengan kerlingan. "Dan hanya tinggal berdua dengan mu, Adrian."
Adrian tersentak hingga tanpa berfikir panjang langsung menolak permintaan Adriannya. "Please, jangan menolakku. 17 tahun bukan waktu yang sebentar dan aku ingin menebus waktu yang sangat lama itu dengan kebersamaan kita." Sembari bergelayut manja ke dalam lengan kekar.
"Tapi, Adrianna ... "
"Please, jangan menolakku. Biarkan ku nikmati waktuku bersama mu. Hanya berdua, bersama mu. Tanpa kehadiran maid dan juga yang lainnya."
"Termasuk Mom dan juda Daddy?"
"Hh mm."
Oh, Adrianna kenapa harus kau pinta permintaan seperti ini sayang ku. Apa kau tidak tahu bahwa berdekatan dengan mu saja terasa sangat menyiksa bahkan merasuk ke setiap aliran darah ku. Dan sekarang kau pun meminta ku supaya kita tinggal berdua. Oh, Tuhan cobaan apalagi ini? Desah frustasi Adrian.
Belum juga mendapati jawaban atas pertanyaannya sudah lebih dulu di desak oleh Adrianna. "Baiklah kalau kau menolak. Kau memang tidak menyayangiku," ucapnya beriringan dengan langkah kaki menjauhi Adrian. Namun, baru beberapa langkah sudah tertangguhkan oleh rasa hangat yang melingkupi pergelangannya dengan sangat posesif. Adrianna tersenyum dan bersamaan dengan itu memutar tubuh lalu, mengecup singkat pipi kokoh sebelum berlari kecil menuju mobil sport hitam yang sudah menunggui kedatangannya.
Tanpa Adriannna tahu, Adrian masih saja tertegun sembari mengusap pelan pipi bekas ciuman Adrianna. Uh, sayang rasanya aku ingin langsung merapatkan tubuh mu ke dinding. Menghujani bibir mu yang pink merona dengan ciuman hangat. Uh, Adriannya rasanya aku ingin bertukar saliva dengan mu, sayang ku. Batin Adrian sembari mengulum senyum bahagia, bersamaan dengan itu melenggang menuju mobil kesayangan.
"Uh, Adrian kenapa lama sekali sih. Kaki ku kesemutan nih." Kesal Adrianna. Sementara Adrian hanya tersenyum tipis. Sangat tipis hingga Adrianna saja tidak menyadari kalau seorang Adrian sedang tersenyum.
"Adrian, ayo dunk buruan! Tubuh Adrianna lengket - lengket nih. Pengen langsung berendam." Sembari menarik paksa lengan kekar dan tarikan yang secara tiba - tiba inipun membuat Adrian hilang keseimbangan. Tanpa dapat terelakkan lagi tubuhnya telah terjatuh dengan menimpa tubuh Adrianna. Akibat hal itupun jarak keduanya mengikis hingga nafas hangat saling bersahutan.
Sungguh, ini nyata atau hanya perasaan Adrian saja yang jelas kilau biru Adrianna bagai magnet menariknya dengan sangat kuat. Refleks wajahnya mendekat dan kurang 1 cm lagi bibir keduanya bersentuhan, tertangguhkan oleh jemari lentik yang menekan pada bibir kokoh. "Adrian, mau ngapain?"
Akses Italia Adrianna telah membuat Adrian tersentak hingga dia pun dibuat menelan kasar saliva. Satu kali deheman telah menjadi bukti betapa gugup seorang Adrian yang tertanggap basah hendak menghujani bibir pink merona dengan satu kecupan hangat.
Canggung, itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaan Adrian saat ini hingga mobil yang membawa mereka pergi pun melaju dengan kecepatan tinggi membelah Kota Sidney.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!