Keesokan harinya, Pradita bergegas ke rumah sakit setelah mendapat telepon dari perawat. Bara yang menyetir mobilnya. Sepanjang jalan, Pradita menangis keras, tak kuasa menahan gejolak dalam hatinya.
Ibunya dan Pralinka sudah tiba di rumah sakit terlebih dahulu. Pradita berjalan perlahan saat melihat ayahnya berbaring di kasur rumah sakit, tanpa selang infus yang menusuk tangannya, tanpa kabel-kabel yang dipasang di dadanya, tanpa alat bantu pernapasan yang menutup mulut dan hidungnya.
Ayahnya tampak damai berbaring di sana dengan tangan yang terlipat di perut. Pradita mendekat dan menyentuh tangan ayahnya yang sedingin es. Kulitnya tampak begitu putih pucat.
"Papa …."
Bara merangkul bahu Pradita sambil mengangguk. "Sabar ya, Sayang. Papa kamu sekarang udah bahagia di Surga, udah gak ngerasain sakit lagi."
Pralinka tersedu-sedu sambil memeluk ibunya di samping. Pradita tak sanggup berkata apa-apa lagi. Air mata terus mengalir, membasahi pipinya.
***
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com