webnovel

Terimakasih, Sudah Menyelamatkanku

Lord menyesap sampanye miliknya dengan sekali teguk, tatapannya tak lepas menatap Leanore yang saat ini tengah mengerjap-ngerjapkan mata, menyesuaikan retina penglihatan dengan cahaya di sekitarnya.

Setelah matanya terbuka sempurna, objek yang pertama kali di lihatnya adalah sebuah ruangan besar dengan langit-langit kamar, tapi warnanya tidak putih, seperti keinginan Leanore. Ya, Leanore berpikir dia sudah mati dan gadis itu sedang berada di surga sekarang, tapi melihat ruangan tempatnya saat ini, Leanore yakin bahwa ia masih belum mati.

Leanore dengan perlahan mendudukan diri, gadis itu meringis kecil memegang kepalanya yang berdenyut-denyut karena kemarin ditarik oleh Jordan, si psikopat.

Mata Leanore mengedar ke sekitar, tatapannya berhenti tatatkala menatap seseorang yang saat ini sudah tidak asing baginya tengah menatapnya dengan pandangan tajam. Ya, Leanore saat ini bukan berada di surga tapi gadis itu sedang berada di neraka. Neraka yang di ciptakan oleh Lord.

"Kenapa aku ada di sini?" gumam Leanore dengan bertanya pada dirinya sendiri. Leanore sedikit meringis, merasakan sakit pada sudut bibirnya yang robek.

Lord yang mendengar gumaman kecil dari Leanore hanya terdiam, tak bereaksi. Pria itu berdiri dari duduknya, meletakkan botol sampanye yang ada di tangannya ke atas meja dan mendekati Leanore yang saat ini juga tengah mengawasi pergerakannya. Leanore memang harus waspada, karena saat ini ia sedang berada di tempat, devil!

Leanore menghembuskan nafas lega ketika Lord hanya mengambil segelas air yang ada di atas meja nakas, dekat dengan ranjang yang saat ini di tidurinya.

Lord menyodorkan segelas air tersebut pada Leanore.

"Minum!" titahnya tanpa bantahan, tapi Leanore yang memang keras kepala menggeleng, pertanda menolak.

"Aku tidak mau," tolak Leanore sedikit meringis kecil, merasakan sakit pada sudut bibirnya yang robek karena berbicara.

Lord terdiam tak bereaksi, tatapannya menajam, penuh selidik. Leanore yang di tatap seperti itu memalingkan wajahnya. Walaupun ia sudah sering melihat tatapan tajam Lord, tetap saja gadis itu masih gugup.

Lord menghela nafas sejenak, pria itu kembali menaruh air tersebut kembali di atas meja nakas dan meninggalkan Leanore seorang diri.

Leanore bernapas lega ketika si devil itu akhirnya keluar juga, tapi bibir Leanore sedikit mengeluarkan kekehan kecil ketika ingat bahwa Lord sepertinya marah hanya dengan masalah air.

Leanore kembali melirikan matanya menatap air itu setelah kekehan kecilnya sudah mereda. Leanore meneguk ludahnya dengan susah payah. Sebenarnya ia ingin meminum air itu, tapi bibirnya sedikit perih. Ia juga tidak sudi meminum air itu jika Lord yang mengambilnya.

Leanore mengehela nafas, gadis itu benar-benar haus karena dari kemarin terus berteriak dan menangis.

Tangan Leanore pun hendak terulur, mengambil air putih tersebut kembali. Tapi ia mengurungkan niat dan langsung meletakkan tangannya kembali di atas ranjang ketika mendengar langkah kaki yang mendekat di tengah keheningan itu.

Leanore memalingkan wajahnya, berpura-pura tidak melihat jika Lord kini berjalan mendekatinya dengan membaca sebuah ... sendok?

'Untuk apa?' batin Leanore.

Lord terus melangkahkan kaki mendekati ranjang Leanore tanpa peduli dengan wajah Leanore yang dengan terang-terangan menunjukkan raut ketidaksukaannya.

Lord menghentikan langkah ketika sudah sampai di ranjang gadis itu, pria itu mendudukan diri di tepi ranjang Leanore yang saat ini tengah memiringkan tubuh menghadap ke jendela kamar, tidak sudi menatap wajah iblis Lord.

Lord melirikan mata sejenak menatap gadis itu sebelum mengambil gelas yang berisi air putih tersebut di atas meja nakas.

Lord mengambil sesendok air dari gelas itu dan kembali menyodorkannya tepat di bibir Leanore yang masih tertutup rapat.

Leanore memalingkan wajah ke samping, masih enggan meminum air tersebut.

Lord yang sudah jengah dengan kelakuan Leanore pun mencengkram pelan pipi gadis itu hingga Leanore di buat meringis, tanpa kata Lord pun memasukan sendok yang berisi air tersebut di dalam mulut Leanore hingga gadis itu terbatuk-batuk.

"Aku bisa melakukannya sendiri!" cetus Leanore dan berusaha melepas tangan Lord yang mencengkram pipinya.

Lord masih belum melepas cengkramannya, pria itu terus memasukkan sesendok demi sesendok air ke dalam mulut Leanore, hingga yang kelima kalinya Leanore berteriak dengan suata tidak jelas karena Lord yang masih mencengkram erat pipi gadis itu.

"Lepas! Ini sakit .... " Leanore berkata dengan suara lirih. Lord mengalah, pria itu melepas cengkraman tangannya pada pipi gadis itu.

Leanore terbatuk-batuk, gadis itu menghirup udara sebanyak-banyaknya karena tadinya ia terus menahan nafasnya, ia takut jika air masuk ke dalam hidungnya.

"Sakit! Kau sangat kasar!" dengus Leanore dengan mendorong dada Lord dengan kasar.

Tapi dorongan Leanore tak berarti sedikit pun karena Lord tidak terdorong sama sekali.

Lord menatap datar Leanore yang langsung menyambar gelas tersebut dari tangan Lord dan meneguknya dalam sekali teguk hingga tandas tanpa mempedulikan bibirnya yang terasa sakit. Leanore ingin menunjukkan pada Lord bahwa ia baik-baik saja.

Leanore menatap mata Lord dengan tajam, "Kau hampir membunuhku, Devil!" teriak Leanore menggema di seluruh ruangan kamar berwarna dark itu. Gadis itu bahkan tidak mempedulikan bibirnya yang semakin nyeri.

Lord masih tetap diam, menganggap angin lalu ucapan Leanore. Tatapan pria itu menelisik wajah Leanore. Ternyata pipi Leanore masih merah bekas tangan Jordan kemarin malam. Tangan Lord terulur, menyentuh pipi merah gadis itu.

Leanore menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Ia ingin melepas tangan Lord dari pipinya tapi Leanore tidak sanggup melepas tangan hangat pria itu.

Tangan Lord perlahan turun menyentuh sudut bibir gadis itu yang kembali mengeluarkan sedikit darah karena terus berbicara.

"Kau sangat cerewet," tukas Lord tanpa menatap sedikitpun ke arah Leanore yang mengepalkan tangannya tidak terima.

"Apa saja yang pria itu lakukan padamu?" Lord menatap Leanore dengan mata yang berubah melembut. Hal itu sukses menggetarkan hati Leanore hingga membuat gadis itu terbuai oleh kelembuatan Lord.

"Apa dia menamparmu?" tanya Lord memastikan.

Leanore mengangguk kecil, masih menatap mata Lord yang menatapnya lembut.

"Apa lagi yang telah dia lakukan padamu?"

"Dia menarik rambutku, dan dia ..."-- Leanore menjeda,--"dia hampir menembakku," jelas Leanore dengan mata yang kembali berkaca-kaca. Saat itu ia mengira dia akan mati. Ia masih belum ingin mati sebelum membuat pria yang ada di hadapannya saat ini tunduk padanya dan membalaskan dendamnya.

Lord mengangguk mengerti, tangan pria itu terulur menghapus air mata yang keluar dari sudut mata Leanore.

"Maaf,"--Lord mendekatkan wajahnya,--"karena terlambat menyelamatkanmu." Setelahnya Lord menempelkan bibirnya pada kening gadis itu, mengecupnya dengan sangat lembut, bersamaan dengan itu Leanore memejamkan mata.

"Terimakasih, telah menyelamatkanku," gumam Leanore dengan suara kecil.

Lord tak menjawab ucapan Lyora lagi. Pria itu mulai menjauhkan bibirnya dari kening gadis itu.

"Bersihkan dirimu. Aku akan memerintahkan pelayan untuk menyiapkan pakaianmu." Setelah mengucap kalimat itu Lord berlalu dari hadapan gadis itu. Leanore terpaku, gadis itu menatap punggung Lord yang menghilang di balik pintu.

Leanore menghela nafas panjang, gadis itu menatap langit-langit kamarnya. Gadis itu melamun, ia masih memikirkan kejadian kemarin. Hampir saja ia mendatangi neraka.

***

Bersambung.