webnovel

Ancaman

Tiga sahabat Lydia, mengerubunginya dan menatapnya dari dekat. Bahkan Cinta sudah menopang dagu, tepat di hadapan sahabatnya itu, tapi Lydia yang sedang melamun dengan sebelah menopang dagu dan sebelah tangan memainkan sedotan pada gelas minumannya, sama sekali bergeming.

Gemas dengan kelakuan Lydia yang sejak tadi melamun saja, Vanessa menoyor kepala sahabatnya itu. Pelan saja, tapi tetap membuatnya terkejut karena dikerubungi.

“Astaga, Ta.” Lydia menoyor kening sahabatnya itu dengan jari telunjuk untuk menjauhkannya.

“Kamu kenapa sih? Diajak untuk nongkrong bareng, malah melamun berjam-jam,” seru Erika hiperbola.

“Siapa yang melamun?” elak Lydia menyeruput minumannya.

“Kamu,” seru ketiga sahabat Lydia itu bersamaan, sambil menunjuki sahabatnya.

Dikeroyok seperti itu, Lydia hanya bisa memutar matanya. Mau gimana lagi, dia sama sekali tidak punya pembelaan.

Lydia memang jadi banyak pikiran gara-gara kelakuan Reino kemarin siang. Untungnya Lydia masih bisa menghindari pertanyaan nyeleneh rekan kerjanya. Tapi tidak dengan para sahabatnya ini.

Tiga wanita yang sudah bersahabat sejak SMA dengan Lydia ini, mendesak agar sahabatnya itu mau berbagi hal yang membuatnya melamun. Vanessa bahkan sudah bisa menebak dengan benar.

“Apa ini ada hubungannya dengan Polar Bear-mu?”

“Polar Bear? Maksudnya bos yang pernah kamu ceritakan itu?” Giliran Erika yang bertanya.

“Yang sempat tidur denga...” Sebelum Cinta menyelesaikan kalimatnya, Lydia sudah menyumpal mulut sahabatnya itu dengan potato wedges.

“Bisa tolong suaranya dikecilkan?” tanya Lydia dengan mata melotot.

“Why? Yang seperti tidur bersama kan sudah biasa di zaman sekarang ini,” balas Vanessa gemas dengan Lydia.

“Ya, tapi masalahnya tidak dengan menyebut kata bos,” desis Lydia sedikit kesal. “Jangan sampai ada yang tahu soal ini.”

Jika orang lain dengan bangganya memamerkan pernah jadi teman tidur Reino Andersen, maka berbeda dengan Lydia. Dia justru tidak ingin mengumbar hal-hal seperti itu.

Bagi Lydia itu adalah hal personal dan bukan untuk dibagi, apalagi kejadian waktu itu hanyalah sebuah kesalahan. Kesalahan ysng ingin segera dilupakan.

“Hei, jangan melamun lagi dong. Ceritakan sesuatu,” protes Vanessa mulai tak sabar.

Lydia kembali memutar bola matanya, tapi pada akhirnya dia tetap bercerita tentang kejahilan Reino. Tentu saja minus adegan saling bertukar liur itu.

“Intinya dia masih kekeh untuk memintaku jadi teman tidurnya, bahkan dengan gilanya dia memintaku untuk menikahinya l… dengannya.”

Lydia nyaris saja membeberkan rahasianya. Untung saja dia bisa mengerem tepat waktu. Dan untungnya tak ada satu pun dari mereka yang menyadai kelatahan Lydia tadi.

“Apa dia jatuh cinta padamu?” tanya Cinta antusias.

“Tidak mungkin.”

“Apa dia puas dengan servis ranjangmu?” kali ini Erika yang bertanya.

“Pastinya. Kalau tidak ngapai ngajak nikah?” Bukan Lydia yang membalas, tapi Vanessa. Dan itu membuat Lydia gemas setengah mati.

“Bisa berhenti membahas soal ranjang?” tanya Lydia dengan mata melotot. “Kalian membuatku terdengar seperti maniak.”

Bukannya merasa bersalah, tiga wanita sahabat Lydia itu malah tertawa. Dan yang diejek pun akhirnya ikut tertawa juga.

Padahal diantara mereka berempat, Lydia lah yang paling minim pengalaman pacaran, apalagi urusan bercinta. Tapi lihatlah kini, justru dia yang diejek karena hal itu. Dan ini semua gara-gara Reino Andersen.

Sampai saat ini Lydia masih tidak mengerti apa yang membuat pria itu begitu terobsesi padanya. Dia akhirnya jadi bertanya apa memang sehebat itukah dirinya di atas ranjang?

Dan sepanjang yang bisa diingat Lydia, kala itu dia justru lebih banyak menerima saja apa yang dilakukan Reino padanya. Bahkan tidak merasa keberatan dirinya sempat dicekik.

Lydia tiba-tiba saja bergidik ngeri mendengar pemikirannya sendiri. Lydia jadi merasa dirinya aneh karena sepanjang yang diingatnya, dirinya menikmati permainan kasar dari Reino. Jangan-jangan dirinya punya kelainan lagi. Atau justru Reino yang begitu?

“Omong-omong Lyd. Itu Reino bukan yang di sebelah sana.” Cinta menunjuk ke sisi kanan Lydia dengan dagunya.

“Hah?” seru heran Lydia, kemudian mengikuti arah pandangan sahabatnya itu.

Dan seperti yang kali lalu saat di cafe, Lydia terkesiap dan segera menutupi wajahnya dengan tangan. Yang ditunjuk Cinta benar-benar Reino, Si Beruang Kutub bejat.

Dan pria itu kini menatapnya dengan amat sangat intens. Bahkan Lydia hanya menatapnya sekilas saja, tapi sudah bisa menangkap tatapan intens itu.

***

Awalnya Reino enggan menerima ajakan nongkrong bersama dengan teman-temannya. Tapi karena salah satu dari mereka cukup pemaksa, mau tidak mau Reino akhirnya ikut juga. Dan siapa yang menyangka ini justru bisa dibilang hari keberuntungannya.

Secara tidak disangka-sangka, Reino mendapati Lydia dan teman-temannya berada di cafe yang sama dengan yang didatanginya. Sekarang Reino mensyukuri karena salah seorang sahabatnya ini pemaksa dan yang satunya lagi gemar nongkrong di tempat kekinian.

“Apa sih yang kalian lihat dari tadi?” tanya lelaki dengan tindikan di telinganya, pada dua orang sahabatnya.

“Nothing,” jawab Reino dan seorang temannya lagi secara bersamaan.

“Jangan kalian pikir aku buta ya. Dari tadi kalian berdua melihat ke arah meja yang ada di sana.”

“Jangan melihat ke arah sana, Vick,” lelaki yang satunya segera menolehkan wajah si Vik ke arah lain.

“Kai benar. Sebaiknya jaga matamu,” Reino ikut-ikutan posesif. Dia tidak ingin sahabatnya yang satu itu melihat wanitanya.

Yeah betul. Reino baru saja mengatakan Lydia sebagai wanitanya dan itu membuatnya mengumpat. Tapi tetap saja dia tidak suka jika Viktor melihat Lydia yang hari ini sedikit lebih seksi dari biasanya.

Wanita yang belakangan selalu dia kerjai itu, hari ini memakai atasan crop. Dipadu dengan hot pants yang agak longgar, tapi justru akan terlihat seksi sekali jika Lydia menunduk.

Crop top yang juga sedikit longgar akan menggantung dan memperlihatkan isi yang coba ditutupi pakaian kekurangan kain itu. Belum lagi dengat hot pants yang tertarik naik nyaris memperlihatkan dalaman wanita itu, seperti yang terjadi saat ini.

Entah apa yang dijatuhkan Lydia ketika empat orang wanita itu tiba-tiba berdiri. Sepertinya mereka sudah akan keluar dari cafe kekinian yang dipilih Kaisar.

“Yang mana sih yang kalian perhatikan?” tanya Viktor. Tapi belum juga pertanyaan itu selesai, Reino sudah beranjak.

Dengan langkah cepat, Reino mendekati Lydia sambil melepas jaket bombernya. Jaket itu kemudian segera dilingkarkan ke tubuh Lydia yang ternyata sedang mengikat tali sepatunya yang terlepas.

Dan tentu saja perbuatan Reino itu membuat Lydia berjengit. Bahkan para sahabat dua orang itu juga cukup kaget.

“Apa yang...” Lydia langsung menegakkan tubuh dan sudah siap untuk menghardik siapapun yang tiba-tiba menyentuhnya, tapi langsung terdiam begitu melihat ternyata Reinolah pelakunya.

“Apa kau berniat memamerkan tubuhmu yang kurus itu pada semua orang?” geram Reino marah sekali, sembari mengikatkan jaketnya dengan erat di tubuh Lydia.

“Apa yang Pak Reino lakukan?” hardik Lydia merasa dilecehkan oleh pria itu. Dia bahkan menepis tangan besar Reino, tapi malah tangannya yang dicekal.

“Diamlah atau aku akan menciummu sekarang juga. Kalau perlu aku akan mencumbumu di sini,” ancam Reino dengan suara mendesis marah.

***To Be Continued***