Seorang laki-laki berambut abu pendek sedang berbaring diatas tanah.
Nafas panjangnya berhembus dari hidungnya, sedikit terdengar suara serak keluar dari mulutnya.
Kedua tangannya terlipat di depan dadanya, kedua matanya tertutup rapat tak bergerak sama sekali.
Tak lama kemudian jari-jari tangannya sedikit bergerak, kedua kelopak mata keringnya sedikit terbuka.
Memandangi sekitarannya, dia menggerakkan tubuhnya ke samping kanannya untuk mencari posisi berbaring yang lebih nyaman.
"!!"
Tepat didepan kedua mata hitamnya yang sedikit terhalang kotoran, dia melihat seorang gadis berseragam hitam merah, dia sangat mengenali seragam itu.
Gadis berambut biru muda air sedang terlelap disampingnya, menghadap mukanya langsung.
"Tak kusangka mimpiku menjadi kenyataan! Seorang gadis tidur disampingku! Hehehe"
Muka lelaki itu bejat.
Laki-laki yang sedikit lebih tinggi dari gadis itu sedikit demi sedikit mendekati mukanya.
Tepat saat dia hampir melakukan fantasi gilanya.
WUSHH!!
Sebuah percikan api kecil menusuk pipi bejat laki-laki itu, peluru api kecil itu datang dari luar muka gua tempat dia tidur.
"UAAHH!!"
Bereaksi kepanasan, dia langsung menjerit dan melompat menjauh.
"Selain memiliki kemauan yang kuat, keluarga Domovoi memanglah sumber nafsu bejat"
"Barusan itu kau ya Exxone?!"
Exxone memasuki gua tempat dimana mereka tidur, ekspresinya terlihat jijik menatap Richard.
Tak merasa bersalah, Richard menatap Exxone kesal.
Gadis yang sedang tertidur membuka kedua matanya, terpantul cahaya ungu dari kedua matanya tepat setelah kedua kelopak matanya terbuka.
BUAK!!
Gadis berambut biru itu langsung bangkit dan mencekik Richard dengan tangan kirinya.
Richard mencoba untuk melepas cengkraman tangannya, namun tak terlihat adanya reaksi dari gadis itu.
"A..ap..?!"
"!!"
Melihat Richard tak berkutik, Exxone langsung mengunci leher gadis itu. Mulutnya sedikit berbisik di telinganya.
Gadis itu bereaksi setelah mendengar bisikan Exxone dan segera membalikkan kepalanya, namun sebelum berhasil menatap Exxone dia sudah kehilangan kesadarannya lebih dulu.
Exxone menangkap tubuhnya yang mendadak kehilangan tenaganya.
"Uhuk uhuk! Apa-apaan perempuan itu?!"
"Itulah ganjaran karena mencoba untuk macam-macam dengan perempuan yang tak kau kenal"
"!!"
Lima belas menit kemudian.
Kedua laki-laki itu duduk didepan gua selagi menatap awan yang sedang berhembus di langit.
"Hei… apa yang kau lakukan padanya? Sampai-sampai dia pingsan seperti itu?"
"Entahlah. Setelah aku menangkapnya, tak lama kemudian dia pingsan"
"Serius? Semakin aku mengenalmu, semakin banyak hal misterius yang kulihat darimu"
"Perasaanmu saja. Aku hanya anak biasa"
"Biasa? Orang yang mampu mengalahkanku hanyalah ayahku saja atau instruktur tingkat V. Kau seharusnya bukan anak kelas satu"
"Aku hanya beruntung"
"Pada hari Selasa kemarin juga kudengar orang yang berhasil menahan ledakan sihir Rotania adalah kau, seorang diri. Kudengar sihir yang dia pakai adalah sihir tingkat atas, aku tidak tahu apa sebutannya"
"Aku hanya beruntung, lagi"
"Kau juga menolongku keluar dari sihir mental. Itu bukanlah keberuntungan!"
"Itu hanya… kebetulan"
"BERHENTI BERBOHONG! Siapa kau sebenarnya?!"
Richard berdiri menatap Exxone dengan emosi meluap-luap, merasa dirinya sedang dibodohi.
Sama sekali tidak terpancing oleh emosi Richard, Exxone hanya menatapnya dari bawah selagi duduk melihatnya berdiri.
"Anu…."
"!"
"!!"
Suara perempuan keluar dari belakang mereka, gadis berambut biru itu sudah siuman.
Sepuluh menit kemudian.
"TUNGGU DULU!!"
"Eh??"
"Setiap kali kau berada, selalu akan ada masalah datang ya bajingan!"
"??"
Richard bangkit dan mengeluarkan X-Dragon mengarah pada gadis berambut biru itu.
"Apa maksudmu?"
"Dia berkata dia datang dari danau, hanyut di tengah laut hingga pagi. Dia pasti datang dari Beliere! Tanah bagian barat manusia!"
"…"
"Kau sebaiknya tenang dul-"
"Setelah melawan sihir tingkat atas, sepertinya kali ini kau akan menahan serangan negara musuh Exxone! Semoga beruntung, aku tidak akan mau ikut terlibat"
"Tunggu dulu! Aku bukan bagian dari mereka!"
"?!"
"Ha?"
Gadis itu berdiri menghalangi Exxone dengan tangan kanannya.
"Dialah penyelamat nyawaku. Aku berhutang nyawa padanya"
"…"
"Aku adalah buronan disana. Temanku mati untuk membiarkanku lolos! Kamu sungguh berpikir kalau aku adalah mata-mata yang dikirim dari sana?"
Kedua mata coklat kehitaman gadis itu terlihat berkaca, kedua pipinya menegang untuk mempertahankan mulutnya terus berbicara dengan jelas.
Richard melunak setelah melihat ekpresi gadis itu dan menyimpan tombaknya.
"Jadi, siapa namamu?"
"Tifa. Itu hal terakhir yang kuketahui sebelum aku sampai disini"
"Nama temanmu?"
"Nina"
"Setidaknya biarkan aku berdoa untuk temanmu yang sudah berkorban untukmu"
Merasa bersalah akan sifat agresifnya, Richard meminta dirinya untuk mendoakan teman Tifa yang sudah meninggal.
"Sekarang bagaimana ini? Kita masih di tengah-tengah ujian"
"Tenang. Wakil Kepala Sekolah memberikan ini untukku"
Richard mengeluarkan sebuah botol kaca kecil berwarna ungu, terlihat bentuk silindris yang menajam di ujung pangkal tutupnya.
"Apa itu?"
"Alat sihir pemanggil dan pemberi sinyal bantuan. Semua tim diberikan ini jika sebuah hal darurat terjadi"
"Kemana kalian akan membawaku?"
"Tenang. Kami akan membantumu segera pulih dan berkonsultasi mengenai kondisimu"
SHET!!
"!!"
"!!"
Botol ungu yang dipegang kedua jari Richard menghilang.
Dua laki-laki itu bingung dan melihat sekitaran mereka.
"Mencari ini?"
Seorang laki-laki pendek, sekitar seratus lima puluh sentimeter berdiri diatas batu didepan mereka.
Terlihat seorang laki-laki lainnya dengan muka serupa dengannya.
Muka lonjong, kulit sedikit pucat, rambut cepak hitam dengan anting-anting merah dikedua telinganya.
Mereka kembar, salah satu dari mereka memegang botol milik Richard.
"Hei! Siapa gadis itu? Aku tidak ingat melihat muka itu diantara anak-anak kelas satu"
"Hmm? Kau kan pikun! Muka cantik sepertinya mana mungkin aku lupa! Hmmm, si..apa ya?"
"Mereka berdua pikun ya?"
"Mungkin"
"Apa kau bilang?!"
"Aku tidak pikun!"
Mereka berdua merasa terejek dan membentak Exxone dan Richard.
"Bersiap Richard. Hari ini, kita sah lulus naik kelas dua!"
"Kelas? Kalian murid sekolah?"