Aku seperti diriku yang dulu tapi tidak seperti Nandini. Tapi sangat jelas aku mirip Nandini. Aku mulai menangis. Dan tuan London yang duduk tak jauh dariku menyentakku menyuruhku berhenti menangis dan ia menyarankanku untuk memakan coklat yang ia berikan padaku tadi.
Yah dia kembali dengan membawakan sekotak coklat mahal yang sebutirnya saja setara dengan harga 10 buku novelku. Dan dia membelikannya satu kotak yang berisi 24 butir. Rasanya memang enak. Yang membuatku menjadi semakin emosional karena ini pertama kalinya perasaanku campur aduk. Aku tak memgerti apa isi otak orang brengsek ini.
Ia kembali berkutat dengan tabnya dan sepertinya ia sangat sibuk.
Ini hari Kamis apa tidak apa apa dia tidak kembali kerja. Jika kak Egy ia memang mengambil cuti karena diriku tapi beralasan ingin istirahat dari peliknya pekerjaan.
Aku jadi ingat Bayu. Apa dia masih dengannya.
Sudah berjam jam aku di otak atik dari ujung rambut hingga ujung kepala. Tuan London pun tak terlihat karena ia juga siap siap.
"Apakah anda sudah siap nona Reafellie?" tanya tuan London mengejutkanku.
Ia memasuku ruangan dengan setelan jas hitam. Dandananya bagaikan seorang pangeran. Astaga apakah aku sedang bermimpi. Jika iya aku tidak ingin bagun.
"Apakah aku boleh menggunakan lensaku?" tanyaku masih duduk di kursi karena aku masih di dandani.
"Tidak." jawabnya singkat memperhatikanku dari cermin.
Aku semakin gugup jika ia berdiri di belakangngku dengan tubuh tegapnya itu. Astaga kenapa ada pria sempurna seperti dia dengan kepribadian yang mengerikan.
Setelah selesai aku merogoh isi tasku dan mengambil kotak kacamataku.
"No no no no."
Tuan London merampas kacamataku.
"Aku tidak bisa melihat jelas jika tidak menggunakannya."
"Kau tidak perlu ini itu akan merusak penampilanmu. Sekarang ikut aku."
Ia tidak hanya mengambil kacamataku tetapi juga tasku. Aku berdiri dan mencoba berjalan. astaga sudah lama sekali aku tidak menggunakan high heels.
Dia menungguku di mobilnya. Membukakan pintu untukku dan menutupnya. Aku harap dia tidak berkata lagi. Apa yang jeluar dari mulutnya hanya sampah. Lebih baik ia seperti ini.
"Jadi untuk apa anda membawaku ke pesta."
"Tidak usah formal denganku." ujarnya santai.
"Aku ingin kamu berpura pura menjadi kekasihku. Aku tidak ingin dikelilingi wanita wanita itu menyebalkan. Aku benci itu."
"Kenapa harus aku, kamu bisa saja menyewa seseorang untuk berpura pura jadi kekasihmu. Kamu pasti punya banyak kenalan wanita muda untuk menemanimu siang maupun malam." celetukku kesal.
"Aku tidak ingin memberi harapan kepada mereka. Saat aku melihatmu siang tadi aku sudah memutuskan aku akan membawamu ke pesta. Kamu membenciku jadi tidak ada alasan kamu berharap menjadi kekasihku." terangnya lalu tersenyum puas.
"Aku lebih baik lumpuh dari pada menjadi kekasihmu." tuturku kesal.
"Kamu bercanda yah. Aku tahu kamu wanita seperti apa."
"Tidak. Kamu tidak tahu sama sekali. Tak satupun orang di dunia ini mengerti aku."
"Wah itu pertanda kamu memiliki skill akting yang bagus. Aku membutuhkan skillmu nanti di pesta."
Aku semakin geram rasanya ingin ku tonjok wajahnya saat ini juga.
"Aku tidak tahu mengapa dirimu memandang rendah diriku seperti itu. Aku memang anak buangan yang tak memiliki siapa siapa dan tak memiliki apa apa. Tapi aku memiliki harga diri dan perasaan. Aku tidak seperti yang kamu pikirkan.
Hening sejenak.
"Benarkah." ucapnya pelan.
"Orang sepertimu pasti dengan muda mendapatkan informasi tentang seseorang bukan."
"Yah tetapi informasi dirimu tidak ada. Seakan akan kamu tidak pernah ada di dunia ini." ucapnya sesekali melirik ke arahku.
"Mungkin lebih baik begitu."
"Kenapa kamu takut aku mengetahui dirimu sebenarnya." tuturnya sedikit mengancam.
"Sedikir lucu saja kamu tidak dapat menggali informasi tentang diriku. Apa kah kamu tidak mampu." ujarku meremehkannya.
"Aku hanya mendapat informasi tentang dirimu beberpa minggu sebelum insiden itu. Tapi semuanya aneh. Aku tahu itu palsu. Aku tahu kamu menggunakan identitas palsu untuk menipu. Kamu seorang kriminal."
Astaga aku sudah tidak kuat lagi. Inginku menangis tapi air mataku sudah kering. Aku semakin pusing.
Aku hanya diam dan dia juga diam tak mengusikku lagi.
Saat berada di dalam gedung tempat pesta berlangsung aku merasa takjub. Banyak tamu undangan bukan orang lokal. Tempatnya juga sangat mewah. Tapi aku merasa tak nyaman. Aku merasa kecil dan jelek. Aku sebenernya bukan orang yang percaya diri.
"Tuan London." sapa seseorang.
Kami berdua menengok dan mendapati Bayu Handika bersama seorang wanita yang tak kukenal.
Mereka berbincang berdua. Sesekali Bayu melirikku. Ia tidak menggubris wanita yang bersamanya. Aku yakin wanita ini bukan istrinya. Aku ingat betul wanita yang telah merebut Bayu dariku.
Bayu adalah kekasihku dulu. Kami sempat bertunangan. Tapi dia mengkhianitiku. Dia berselingkuh bahkan menghamili selingkuhannya. Ku dengar mereka menikah tapi aku tidak tahu selanjutnya. Aku sudah pergi.
Setelah puas berbincang dengan Bayu, Michael mengajakku berkeliling untuk menyapa tamu lain. Aku hanya bisa berdiri di sampingnya melingkarkan tanganku di lengannya yang kekar.
Dan seperti mimpi buruk hal yang tak ku inginkan hadir di depan mataku. Mereka yang sangat tidak ingin ku temui seumur hidupku.
"Tuan London saya tidak mengira anda akan hadir bersama seorang wanita." ujar pria paruh baya berbasa basi.
Michael tersenyum.
"Perkenalkan dia kekasihku Violet Reafellie." ucapnya bangga.
Pria itu mengulurkan tangannya tapi aku tidak menjabatnya. Aku mencengkram tangan Michael dan hanya tersenyum. Aku tidak tahu apakah aku tersenyum tadi apa kesal.
"Maaf kami bertengkar tadi jadi dia sedikit bad mood." ucap Michael lalu tertawa.
Pria paruh baya itu tertawa juga. Wanita yang di sampingnya juga tersenyum.
"Violet mereka ini rekan bisnisku di kota ini. Tuan dan Nyonya Geovani." ucap Michael sembari melingkarkan tangannya ke pinggangku.
Aku hanya tersenyum.
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya nyonya Geovani kepadaku.
Aku diam aku mencengkram pakaian Michael.
Michael tertawa.
"Mungkin anda pernah melihatnya di majalah."
"Ah sepertinya. Pastinya nona Reafellie muncul di majalah bersama anda." ucap nyonya Geovani lalu tertawa.
Aky semakin pusing.
"Tapi wajah anda mirip dengan seseorang." ujarnya menatpku kembali.
Aku langsung saja menarik lengan Michael dan membisikinya bahwa aku merasa tidak enak badan. Dan ia hanya menatapku.
"Tidak. Dia lebih cantik darinya. Lebih anggun dan lebih sempurna." celetuk tuan Geovani.
Michael tampak penasaran.
"Maaf memang kekasihku ini mirip dengan siapa?"
"Oh bukan siapa siapa hanya pembantu kami dulu." terang tuan Geovani.
Nyonya Geovani tersenyum.
"Anak, anak pembantu." sambungnya.
Aku tak tahan lagi aku menyingkir dari hadaoan mereka dan berhalan keluar dengan cepat. Bagaimana mungkin mereka berkata itu. Aku tahu mereka tidak menginginkan anak lagi terlebih anak perempuan tapi mengapa mereka begitu tega mengatakan hal itu padaku. Meski aku tak lagi Nandini tapi mengapa mereka begitu tega mengatakan bahwa diriku adalah anak pembantu. Pembantu siapa? Mereka selalu melarangku berbicara dengan pembantu. Jika benar aku anak pembatu itu sangat tidak masuk akal. Pembantu dirumahku bisa di bilang sudah seperti kakek dan nenek. Dan aku sangat yakin aku anak kandung mereka. di Akta kelahiranku tertulis nama mereka. Dan tanteku sendiri saksi bahwa aku lahir dari rahim mamaku karena ia yang menemani prosesi melahrkan mamaku saat aku lahir.
Mereka benar-benar membenciku. Andai saja tanteku masih hidup mungkin ia akan membelaku. Hanya beliau yang sayang kepadaku.
Terlalu banyak imajinasi tapi sulit untuk di tuangkan. Itulah aku. Aku harap bab kali ini tidak terlalu pendek dan tidak terlalu dipaksakan. Aku membiarkan ideku mengalir begitu saja. Tapi jika aku meneruskan lebih jauh lagi akan terlalu panjang.