webnovel

Empire of the Portals Arc 1: Rise of an Empire

Beberapa portal menuju dunia lain bermunculan di Dunia Altresviel semenjak dua ribu tahun lalu. Manfred Zimmermann, seorang perwira militer Kekaisaran Nordland ditugaskan di sebuah dunia aneh yang sangat berbeda dengan dunianya. Ia ditugaskan oleh kaisar langsung untuk menginvestigasi penyebab munculnya portal-portal dimensi di Altresviel, menjalin hubungan baik dengan warga di dunia itu, dan memperkuat posisi kekaisaran yang baru saja terbentuk. Mampukah ia, yang dianggap sebagai musuh terbesar dunia itu menyelesaikan misinya? Dengan ingatan masa lalunya yang kelam, kini ia berdiri tegap untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, dan mengakhiri perang abadi yang sudah menghancurkan hidupnya.

Tengku_Luthfi · Guerra
Classificações insuficientes
8 Chs

Chapter 1 : Putihnya Musim Dingin, Lembutnya Bulu-bulu burung, Indahnya Ilusi

Part 1

"Salju turun dengan perlahan, 'Musim dingin tiba! Musim dingin tiba!' kata mereka.

Kutanya padanya, 'akankah kita melihat musim semi lagi?'

'Ya, mekarnya mereka akan indah di mata' jawabnya.

Kelak, dengan hembusan ringan angin padang rumput.

Dan lembutnya rerumputan yang tumbuh.

Duduk bersama, di antara tarian indah mereka.

'Janjikah kau, kita akan di sana bersama?'

'Ya, dengan mempertaruhkan semua yang ada!'

Putihnya salju tak pernah berhenti.

Dan kesendirian abadi selalu menghantui.

Beserta kata 'tetaplah bahagia, senyumlah!' yang selalu membuntuti.

Aku hanyalah daun kecil yang ditinggal gugur oleh daun lainnya.

Kapankah, aku bisa melupakan kalian, dan janji yang pernah kita buat?

Di antara putihnya salju, beceknya lumpur, gelapnya malam, dan kasarnya kayu."

Zimmermann selesai menuliskan puisi itu. Dimasukkannya kertas itu ke dalam kantong bajunya sembari melihat ke langit hampa yang membentang luas di atasnya.

Salju, turun perlahan-lahan. Memori lama tentang masa lalunya kembali menerjang.

Air matanya mulai mengalir perlahan dari kedua kelopak matanya yang kecil. Salju-salju itu bagaikan menggambarkan mereka, yang sudah menjadikan hidupnya berarti, gugur satu-persatu dari awan kehidupan. Rasa sesak di hatinya memompa air mata untuk mengalir lebih deras.

Max melihatnya dengan penuh rasa kasihan. Ia tahu, betapa berharganya teman-temannya yang mati dalam kejadian nahas itu. Terlebih Elma, yang selalu dianggap Zimmermann sebagai sebuah permata yang harus selalu dijaga, yang telah membuat hari-hari dalam parit medan tempur yang lembek, basah, dan dingin itu menjadi sebuah taman bunga indah yang membentang sejauh mata memandang. Ialah, bunga pertama yang mekar di antara padang tandus yang tak berwarna di hidup Zimmermann.

Ia menepuk pundaknya, mengatakan "Ini akan berakhir, percayalah. Dunia ini penuh dengan kebahagiaan yang harus kau pertahankan, dan senyum yang harus kau jaga." Dan memeluknya.

Zimmermann mengusap air matanya, dan tersenyum ke arah Max. Ia melepaskan pelukan Max dan menadah butiran-butiran salju itu, lalu menggenggamnya erat.

"Elma…janji itu kelak akan kurealisasikan….meskipun dunia harus runtuh, aku akan tetap menepati janji terakhirku padamu, tenanglah disana dan semoga Oldenvar menjaga jiwamu."

Einstag, 18 Febriaris 1889.

Pukul 00:00.

Dekat Sungai Thalasson, Kota Pelabuhan Dagang Thalassia, Kerajaan Magincia.

Jarum pendek jam sudah menunjukkan pukul dua belas dini hari. Penyerangan akan dimulai sekitar lima belas menit lagi. Untuk meminimalisir bangunan yang rusak, kaisar memerintahkan seribu dua ratus tentara saja dari unit Sturmtruppen, pasukan serbu yang terkenal salah satu pasukan paling elit di kekaisaran. Unit Zimmermann termasuk ke dalam golongan ini.

Untuk mempersingkat waktu, Zimmermann memutuskan untuk memasuki gorong-gorong itu lebih dulu.

Zimmermann tidak habis pikir tentang apa maksud dari membentuk gorong-gorong sebesar ini. Bukankah ini cukup besar untuk membawa sepasukan kecil unit serbu untuk menyelinap dan menyerang dari atas? Bukankah jebakan biasa saja tidak cukup untuk menjaga terowongan yang sangat vital ini?

Gorong-gorong ini terlihat seperti terowongan yang agak besar dari luar sini. Entah mengapa mereka membuat gorong-gorong besar ini juga tidak jelas. Apa mungkin kota ini membuang limbah domestik dengan jumlah sangat besar sehingga mereka butuh gorong-gorong sebesar ini?

"Ya Tuhan…ini tidak akan bagus." Zimmermann berkata dalam hati. Ia tahu, gorong-gorong baunya pasti lebih busuk daripada lima tahun berada di parit pertahanan.

Untungnya, kekaisaran sudah memberikan masker gas kepada seluruh prajurit. Dengan ini, baunya tidak akan sampai ke hidung, dan mungkin saja menyelamatkannya dan pasukannya dari gas-gas beracun yang mungkin belum dipicu Max.

Selama dia menjelajahi gorong-gorong kota untuk menyelidiki tempat masuk rahasia terowongan yang menjijikkan ini, ia telah memicu setidaknya seratus dua puluh lima jebakan yang berhubungan dengan gas dan jebakan mematikan lainnya. Karena kegesitannya sebagai elf, jebakan-jebakan seperti jebakan beruang, duri, dan sebagainya bisa ia atasi dengan mudah. Ditambah lagi dengan kesiapannya menggunakan perlengkapan Hazmat membuatnya selamat dari semua itu.

Bisa dibilang ia bodoh, gegabah, tapi juga lumayan pintar. Menonaktifkan sebanyak mungkin jebakan agar kami dapat bergerak dengan lumayan aman. Kalau musuh sadar dan memperbaiki jebakan, lain cerita.

"Semua, pasang masker gas. Karena seperti yang kalian tahu, akan sangat bau di sini. Dan berhati-hati melangkah, kita belum tahu apa yang ada di sini." Kata Zimmermann sembari menarik nafas dalam-dalam, menghirup udara segar malam hari yang…penuh bau asap, lalu mengenakan masker gas-nya.

Bau karet dan rasa pengap mulai menguasai seluruh wajahnya. Perasaan seakan-akan seluruh dunia menyusut dan membuatmu sesak, dan suara nafas terdengar sangat jelas dan menyeramkan. Meskipun itu nafasmu sendiri, suaranya terdengar seperti nafas orang lain.

"Baiklah bentuk dua baris dan maju. Bergerak perlahan-lahan, jangan terburu-buru. Selalu waspada awasi sekitar. Jika merasa ada yang aneh di kaki, jangan bergerak dulu." Kata Zimmermann. Ia maju bersama Max di sampingnya. Selain karena dia sahabatnya, Max paling tahu dimana saja tempat jebakan berada.

Meskipun samar-samar karena penglihatan terhalang embun nafasnya sendiri, ia dapat melihat terowongan yang cukup besar ini, hingga bisa menampung satu baris berbanjar dengan lima orang, lebih kotor dari yang ia bayangkan. Seluruh gorong-gorong seperti termakan oleh lendir dengan lumut-lumut yang tumbuh dengan sangat liar hinga langit-langit terasa dipenuhi 'rumput'. Ditambah lagi gelap yang mencekam membuat kompi Zimmermann semakin waspada.

Semakin ke dalam, semakin gelap, semakin lembab, semakin lebat akan lumut, dan semakin mengerikan. Zimmermann beserta delapan puluh lima anak buahnya memasang senter pada stahlhelm4 masing-masing. Setelah itu, daripada terlihat seperti gua menyeramkan yang penuh aura mistis, lebih terlihat seperti aula diskotik namun hanya dengan satu warna lampu.

"begini lebih baik. Benar kan, Max?" tanya Zimmermann dengan posisi senjata masih dibidik.

"Ya, aku pernah melihat ini di diskotik kecil di barak pelatihan menjadi sniper." Katanya sambil menyeringai, meskipun tidak terlihat karena tertutup masker gas.

"Kau suka diskotik, Max? Kukira kau 'Maximillian si Elf Suci' yang kerjaannya pergi ke kuil Oldenvar dan para Theos setiap hari Sechstag?"

"Ooooh Zimi, sekali-kali keluarlah, buat banyak teman, jangan selalu jadi kura-kura dalam tempurung. Lihatlah aku, sering bersosialisasi ke tempat pesta, dan akhirnya punya banyak teman!"

Itu cukup menusuk hatinya, namun belum bisa membuatnya kesal.

"Oh, ya? Pantas, tiap kali kau masuk ruanganku, bau alkoholnya menyengat. Entah itu bau dari siapa kira-kira…."

"Entahlah, mungkin bau alkohol murahan yang kau beli di pasar tiap hari?"

Dan begitulah, mereka tetap bertengkar hingga bawahannya agak jengkel. Justru, model marah-marah dengan suara seperti berbisik lebih sakit di telinga dan hati daripada teriak sungguhan.