Dia terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal. Seperti kebingungan mau menjawab apa. Aku pura-pura menatapnya curiga.
"Perusahaan lu yang mana? Emang lu punya perusahaan?"
"Itu... Maksud gue perusahaan tempat kita kerja. Kan sama aja kayak perusahaan kita, gitu."
Aku mencibir. "Dasar halu."
"Eh, Re! Ada kang cilok tuh. Beli dulu."
Aku melihat seorang kang cilok yang sedang mangkal.
"Nggak ah, gue mau langsung pulang."
"Bentar doang, ayo!" Axel menggeret paksa tanganku. Ya Tuhan, aku diseret-seret sudah mirip kambing.
"Dua porsi, kang," pinta Axel dan mengangsurkan uang dua puluh ribuan.
"Mangga, Kang. Diantos sakedap."
Nggak berapa lama, Axel menyodorkan cilok yang dibungkus plastik padaku. Satria paling nggak suka kalau aku jajan pinggir jalan seperti ini. Katanya nggak higienis. Padahal jajanan begini, sudah murah, enak lagi.
"Nuhun, Kang." Axel beranjak setelah menerima bungkus ciloknya.
"Sami-sami, Kang. Eh, Kang! Wangsulana."
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com