webnovel

Kabar Buruk

"Bunda! Bi. Bunda sama Ayah kemana?" tanyaku pada Bi Tati yang sibuk memasak.

"Di kamar, Non," sorak Bu Tati dari kejauhan.

Segera ia menaiki tangga menuju kamar Bunda yang berada disamping kamar Aleya. Saat dibuka pintu kamar. Aleya terkejut melihat sinar yang hanya bersumber dari layar TV dan terlihat penomena orang dewasa, dan ia replek kembali menutup pintu dengan raut wajah ngeri.

Bruk!

"Maaf. Bunda, Ayah. Tapi Aleya belum siap punya adek," ejek Aleya sembari menutup pintu kencang.

Bingung dengan apa yang diucapkan anaknya. Karena mereka tidak melakukan seperti apa yang Aleya pikirkan.

Ayah dan Bunda saling tatap dan kemudian menertawakan Aleya. Mendengar orang tuanya tertawa membuat Aleya geli sendiri dibuatnya. Dan segera ia berlari menuju kamar.

"Gue bakalan punya adek diumur segini? Ih malu banget!" kata Aleya yang membayangkan jika ia benar-benar akan menggendong adik kecil.

Krek!

Dilihatnya ternyata Bunda yang masuk.

"Maafin Aleya ya, Bun. Tadi Aleya gak maksud buat ngintip kok, suer," kata Al sedikit merasa bersalah pada Bunda.

"Loh. Emang kamu bikin salah apa, Al?" tanya Bunda membuat Aleya bingung. Bunda terlihat biasa saja seperti tidak terjadi apapun.

"Eemm, kan tadi Aleya gak sopan. Maen nyelonong aja masuk ke kamar. Eh, taunya Bunda sama Ayah lagi mau bikin adek bayi lagi," kata Al dengan polosnya.

Tak kuat menahan tawa. Bundapun tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan polos dari anak sematawayang-nya itu. Hingga membuat Ayah penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan.

"Ada apa, nih," tanya Ayah penasaran.

"Nih anak kamu. Katanya pengen punya adek," ejek Bunda membuat Aleya kesal.

"Ih, Bunda apaan sih. Malu tau gak, masa umur segini punya adek," katanya kesal.

"Loh. Kenapa malu itu kan rejeki dari Tuhan," ejek Ayah semakin membuat Al sebal.

"Yaudah. Enggak usah bahas adek kecil dulu. Tadikan Bunda telepon aku. Katanya mau ada yang diomongin, terus mau ngomong apa?" tanya Aleya yang menyudahi pembahasan calon adik.

"Ya. Itu tadi udah dibahas gimana? Setujukan kalo punya adek?" ejek Ayah benar-benar membuat bantal Aleya melayang.

"Ayah!" Murka Aleya sembari mengejar Ayahnya dengan bantal yang ia gunakan sebagai senjata.

Tingkah Aleya seperti anak kecil saat bersama dengan kedua orangtuannya. Dari kejauhan Bunda mengamati tingkah keduanya yang membuat Bunda geleng-geleng kepala.

Karena tak kena sasaran akhirnya Aleya balik ke kamar dengan membawa kembali bantal miliknya.

"Sini, Nak," suruh Bunda lalu Aleya terduduk di sampingnya.

"Tadi Bunda telepon kamu memang ada hal penting yang mesti kita obrolin," kata Bunda memegang erat tangan Aleya.

"Ada apa sih, Bun?" tanyaku penasaran.

"Jadi gini ...."

Bunda menceritakan perihal Tante Sari yang mengidap penyakit jantung yang sudah cukup parah, bahkan dokter mendiagnosa umurnya tak akan lama. Bunda memberi amanah pada Aleya, agar mau membantu El merawat Mamahnya.

Pernyataan Bunda membuat Aleya terdiam. Matanya tak kuasa menahan air mata. Pertanyaan dalam pikiran yang sedari kemarin menghantuinya, kini mendapat jawaban. Tanpa pikir panjang. Aleya menyutujui permintaan Bunda. Tanpa berpikir panjang konsekuensinya ia akan banyak waktu dengan El.

***

"Permisi!"

Sorak Aleya di depan gerbang tinggi warna putih yang membatasi halaman rumah dua tingkat dengan jalan yang ramai dilewati kendaraan.

Diintip olehnya dari sela-sela gerbang. Terlihat Pak Satpam yang berlari menuju dirinya.

"Cari siapa, De?" tanyanya dari sela gerbang.

"Pak ini betul rumahnya Elvano? Saya temannya, Pak!" Teriak Al dari luar.

"Iya betul de. Silahkan masuk," kata pak satpam yang membukakan pintu gerbang setelah melihat dari segi penampilan Aleya yang terlihat seperti anak kalangan konglomerat namun aneh tidak membawa kendaraan.

"Tante Sarinya ada, Pak?" tanya Aleya.

"Bu Sari ada di dalam, De. Silahkan masuk saja," perintahnya langsung dibalas anggukan oleh Aleya.

"Permisi. Selamat pagi," salam Aleya saat memasuki rumah berlantaikan dua tingkat itu.

"Pagi, anak cantik."

Suara itu bersumber dari seorang wanita yang terduduk di atas kursi roda dan tersenyum mendekati Aleya.

"Pagi Tan-te. Ini Tante Sari?" tanya Aleya bingung karena kondisi Sari yang berbeda jauh dari sebelumnya sembari ia menyodorkan tangan untuk salim.

"Iya, sayang. Apa kabar kamu? Tambah cantik aja nih Aleya," jawabnya membuat Aleya tersipu malu.

"Aku? Alhamdulillah sehat, Tan. Aku ikut turut prihatin ya, Tan. Sama kondisi Tante saat ini," kata Al seraya menurunkan badannya agar setara dengan Tante Sari yang terduduk di kursi roda.

"Syukurlah. Makasih ya sayang atas rasa prihatinnya. Eh, kamu bawa apa ini? Repot-repot sekali," tanyanya menyadarkan Aleya yang membawa kue kesukaan Tante Sari buatan Bunda yang terbungkus wadah bekal.

"Eh, lupa. Ini ada kue dari Bunda. Kata Bunda ini kue kesukaan Tante Sari," jawab Aleya dengan tawa khasnya yang membuat siapa saja gemas padanya.

"Oalah. Benar-benar deh Bunda kamu tuh, ya," katanya senang.

"Yaudah. Aku ambilin piring ya Tante. Biar bisa langsung dimakan kuenya," kata Aleya seraya membawa kue menuju dapur.

***

"Silahkan. Cicipi kuenya, Tante," kata Aleya menyodorkan piring diatas meja kamar Sari.

"Aduh ... Tante jadi ngerepotin tamu deh."

"Enggak ngerepotin dong Tante. Malah aku seneng, deh. Bisa ketemu lagi sama Tante," kata Al mendapati senyuman manis dari bibir Sari.

Beberapa menit berlalu. Tampak asik sekali mereka me-ngobrol perihal masalalu hingga masa kini. Sari mulai menanyakan tentang sekolah Al yang masih satu sekolah dengan El, dan Al juga menceritakan kekesalan ia pada El yang sudah menjahili dirinya saat pertama kali masuk sekolah.

Senang sekali hati Aleya. Bisa melihat Tante Sari seceria dulu lagi. Apalagi ketika ia menceritakan perihal dirinya yang selalu dibuat kesal oleh El ketika di sekolah. Tante Sari nampak seperti tidak punya beban hidup apalagi perihal umurnya yang tidak akan lama lagi.

Sedang asik-asiknya ngobrol seorang pria nyelonong masuk tanpa ketuk pintu.

"Aleya?" El dibuat heran dengan kedatangan Al di rumahnya.

"Kenapa lo? Kalo masuk tuh. Ngucap salam dulu kek atau enggak ketuk pintu dulu. Jangan maen nyelonong aja," kata Al seraya menyuapi Tante Sari dengan kue.

"Kok lo ada disini? Sejak kapan? Ke sini sama siapa?" tanya El seraya menyambut tangan kanan Mamahnya untuk salim.

"Gak boleh, ya? Yaudah gue pulang." iseng Al.

"Yaelah. Baperan banget Lo bocah kecil. Maksud gue tuh, kalo mau kesini. Lo bisa kok ngabarin gue. Biar nanti gue jemput."

"Gak usah, gue masih punya kaki," jawab Al sinis.

"Sudah-sudah," kata Sari mererai perdebatan mereka yang membuat ia geleng-geleng kepala.

Bagaimana tidak? Sejak dulu tidak pernah ada perubahan jika mereka dipertemukan pasti seperti Tom and Jerry.

"Abisnya El nih suka bikin Al kesel." Al yang beranjak berdiri dari kasur Sari.

"Minta maaf dulu dong El," ejek Sari.

"Gak mau. El gak salah, Mah!" Tegas El.

"Tuh, kan. Songong banget emang. Anak Tante, nih," kata Al berlalu keluar kamar.