webnovel

Bintang

"Makan!" Perintah El pada Al yang sedari tadi hanya cemberut dan meminta pulang.

"Gak mau, gak laper," katanya dibuat malu karena perutnya sedang tidak bersahabat. Terdengar begitu nyaring, perut tidak bisa membohongi rasa lapar.

Mendengar perut Al yang berbunyi. El dan tukang bakso tertawa dan mengejeknya.

"Makan aja, Neng. Bakso bapak mah dijamin bikin perut kenyang dan bikin ketagihan pokonamah," ejek tukang bakso seraya tertawa.

"Mangkanya. Kalo laper tuh jangan makan gengsi. Tapi makan nasi," timpal ejek El ternyata mendapat tanggapan serius dari Al yang dilanda lapar.

"Terus, nasinya mana?" tanya Al polos.

"Oh ... Lo mau pake nasi? Bentar."

El berlalu entah kemana, meninggalkan Al dengan mangkok bakso miliknya.

Rupanya. El membeli nasi uduk di warung yang tak jauh dari taman. Permintaan Al benar-benar terwujud, Al menunda sejenak pikiran perihal, dari mana El mendapatkan nasi uduk di sore hari. Karena tak kuasa lagi menahan lapar dengan lahap Al menikmati nasi uduk dengan bakso.

El yang melihat lahapnya Al saat makan. Merasa kenyang dibuatnya.

"Kenapa gak diabisin?" tanya Al dengan mulut penuh makanan.

"Kenyang, gue," katanya sembari menaruh mangkok.

"Loh. Bukannya tadi lo laper?"

"Udah kenyang. Karena liat lo makan."

Perkataan El membuat Al malu. Sesekali ia meraba dan berkaca karena takut ada sisa nasi yang menempel di wajahnya.

"Cantik, kok," kata El yang melihat Al bercermin dan mendapati tatapan aneh dari Al.

"Pulang, yuk. Udah mau magrib nih," pinta Al yang masih sedikit malu karena dipuji El. Dia pun beranjak bangkit dari kursi pembeli.

"Eh, bentar. Kan lo belum bayar baksonya," kata El seraya menarik tangan Aleya.

Aleya menghela napas malas. Saat Al menyodorkan uang lima puluh ribu pada si penjual bakso. El menepis tangan Al dan segera ia yang membayarnya. Al dibuat tak mengerti apa maksud El. Tadi, dia yang memaksa Aleya mentraktir-nya, namun kemudian ia juga yang membayarnya.

Tanpa banyak tanya dan karena Aleya malas jika harus berdebat dengan El. Al berlalu menuju motor sendirian dan meninggalkan El dengan si pedagang bakso.

'Aleya? Dia jalan sama, Kak El?' kata Tesa dalam mobil yang terparkir tak jauh dengan motor El. Melihat Al dan El yang sepertinya sudah makan bakso bareng.

"Gue coba telepon Al aja deh. Dia bakal jujur atau malah boong," tambahnya sembari menghubungi Aleya.

Setelah beberapa kali teleponnya tak ada jawaban. Akhirnya ia menunda niatnya sementara waktu dan segera melajukan mobil melintasi Al dan El dengan kecepatan tinggi.

'Tesa? Gak mungkin, gak mungkin. Mobil model kayak gitu kan, bukan Tesa doang yang punya,' batin dan pikiran Al saling beradu.

"Kenapa? Kenal?" tanya El setelah melihat raut wajah Aleya yang terlihat sedikit cemas dan melamun.

"Hah? Enggak, gak kenal. Ayo pulang!" jawab Al yang tersadar dari lamunnya.

Segera El menyalakan motor dan melajukannya.

***

"Bunda!" teriak Aleya dari luar rumah yang mendapat ocehan Elvano seraya berkata. "Kalo masuk rumah, ucapin salam," katanya mendapati delikan Aleya.

Terlihat Bunda dan Ayah sedang asik nonton televisi ruang TV. Mendengar suara anaknya pulang. Bunda berlalu menghampirinya.

"Betah banget, Al. Jam segini baru pulang," kata Bunda menerima sodoran tangan Aleya dan Elvano meminta salam.

"Ketiduran. Oh iya, Bund. Tante Sari minta aku buat nginep di rumahnya, gimana? Boleh?"

"Tentu dong. Biar Tante Sari ada temen ngobrol," kata Bunda seraya tersenyum memberi ijin pada Aleya.

Setelah mendengar Bunda memberinya ijin. Aleya segera berlari menuju kamar. Ia segera mandi dan menyiapkan baju ganti serta membawa beberapa buku dan laptop untuk mengerjakan tugas.

"Minum dulu, El." Bunda menyodorkan segelas sirup jeruk dingin diatas meja tamu.

Kemudian, Bunda menemani El berbincang perihal tingkah Al saat dirumahnya.

"Al ngerepotin kamu gak, El?" tanya Bunda.

"Enggak dong, Tante. Malah dia orangnya nyenengin banget. Aku juga jadi ada temen ribut." Pernyataan El membuat Ayah Al tertawa dibuatnya.

"Konon katanya, kalau sering ribut gitu suka jodoh," ejek om Arya seraya ikut duduk disampingku yang membuatku tersadar jika Ayah Al memberi tanda lampu hijau.

"Kata orang-orang sih, gitu," timpal Tante Vita.

"Oh, iya El. Berarti kamu kakak kelas Al ya, disekolah? Denger-denger disekolah kamu dan Al, ada ajang Du- Duta siswa siswi paling tampan dan cantik, ya? Coba ceritain lebih jelas, El. Tante penasaran banget," kata Tante Vita yang tidak mengetahui jika El adalah Duta siswa tersebut.

"Jadi gini, Tante ..." Belum usai El bercerita. Al dengan sigap mengajak El agar cepat-cepat pulang bersamanya.

"Eh, bentar dulu. Bunda belum denger cerita El. Lanjutin El," kata Bunda mengentikan langkah Al yang menarik tangan El untuk bangkit

"Yaudah. Cepetan cerita," kataku kesal, gak habis pikir sama Bunda yang selalu kepo dengan urusan anak muda.

"Jadi. Ajang itu masih termasuk program OSIS,Tan. Dan berkat program itu, akhirnya kegiatan OSIS menjadi salah satu ekskul paling populer dan banyak peminat. Kebetulan juga, aku udah dapet gelar-nya dua kali, Tan," jelas Elvano sedikit malu mengatakannya.

Pengakuan Elvano, benar-benar membuat Vita dan Arya bangga. Bagaimana tidak, melihat latar belakang keluarganya yang hancur, El tidak terpuruk dan mampu bangkit dari permasalahan keluarganya.

"Bangga, Tante dengernya. Tapi, kok Aleya gak pernah cerita, ya? Kalo kamu yang dapet gelar itu."

"Mungkin. Aleya iri kali, Tan," ejek El memancing agar Al mau ikut jadi Duta sekolah. Mendengarnya. Mata Al seperti akan keluar dari kelopak.

"Enak aja kalo ngomong. Liat aja nanti tahun depan. Gue yang bakal jadi Duta siswi sekolah," jawaban itu yang selama ini El tunggu-tunggu dari mulut Aleya.

'Kena, kan Lo. Berarti dia udah setuju nanti ikutan ajang Duta sekolah,' batin El senang.

***

Pukul 20.05

Akhirnya mereka sampai dirumah El. Dan langsung disambut oleh Sari yang menunggunya sedari tadi.

"Mamah. Kok belum tidur," tanya El khawatir. Karna tak biasanya jam segini Mamahnya belum tertidur.

"Kan bakal ada yang nginep. Masa mamah tidur duluan," balasnya dengan senyuman kecil.

Al yang merasa ucapan Tante Sari tertuju padanya pun seraya berkata;

"Loh. Kalo Tante ngantuk, mending istirahat aja, gak usah maksain. Kan masih ada hari esok," kata Aleya lembut.

"Tante belum ngantuk. Tuh, liat mata Tante masih terbuka lebar," ejeknya membuat Al dan El tertawa.

Melihat Mamahnya kembali tersenyum, benar-benar membuat hati El senang bukan main. Ternyata Al mampu menjadi obat bagi mamah, hingga niat El untuk mendekati Al pun semakin bulat. Walau, konsekuensinya ia harus ekstra sabar menghadapi sikap Al yang membuatnya sakit kepala.