Air menetes dari rambut merahnya yang panjang, itu membuat wajah Alexandra terlihat lebih seksi dengan semburat merah jambu di kedua pipinya.
Dia menelan ludahnya, gelisah.
Selama ini dunia pria memang adalah hal biasa bagi Alexandra. Dia hampir setiap kali melihat keringat pria di otot-otot terlatih mereka. Suara teriakan para pria, semangat mereka yang menggebu ketika otot di pantat mereka menguat, itu hal biasa bagi Alexandra.
Dia sering melihatnya di tempat latihan, dan di Medan perang.
Hanya saja, kali ini dia menghadapi pria manis, pria yang memang menjadi tipe idealnya. Pria yang dia sukai dalam diam dan sikapnya asli yang coba dia tutupi.
Alexandra meminta Lucian untuk tidur bersamanya, karena Alexandra baru saja pulang dari Medan perang, dia memutuskan untuk mandi terlebih lagi karena ingin memberikan kesan pada Lucian.
Baru saja dia selesai mandi, dan dia tidak menyadari kalau Lucian telah ada di kamarnya karena begitu senang dengan kenyataan dia akan bersama Lucian di dalam kamarnya. Sehingga Alexandra yang terkejut itu berbalik hendak masuk ke kamar mandi lagi dengan cepat dan membentur dinding, tubuhnya mundur kebelakang, langsung ditangkap oleh Lucian.
Sentuhan wajah Alexandra di dada Lucian membuat degup jantung Alexandra meningkat, semakin cepat dan semakin cepat setiap detiknya.
[Aku harus menyelamatkan diriku.]
Alexandra menguatkan dirinya, tapi sialan! Tubuhnya tidak bisa bergerak, dia membeku di tempat seperti orang bodoh. Bahkan saat dia turun di Medan perang untuk pertama kali saja dia tidak mengalami hal bodoh seperti ini.
"Lexa, kau baik-baik saja?" tanya Lucian sambil menyentuh kedua pundak Alexandra. Sentuhan itu bagaikan setruman bagi Alexandra, membuat sekujur tubuhnya merinding dan seketika membuat kedua kakinya lemah.
Wajah Alexandra yang tadinya menempel di dada Lucian menjadi mundur karena tubuhnya yang melemah, itu membuat jarak yang cukup bagi lucian melihat wajahnya.
Memalukan!
[Jangan lihat aku!]
Alexandra berteriak di dalam hatinya, Lucian pasti akan menertawakan sikapnya ini. Wajahnya yang memerah dan tubuhnya yang melemah.
Tap!
Lucian langsung menggendong Alexandra, dia membawa Alexandra ke arah ranjang. Alexandra hanya diam sambil menunduk dan menatap secara bersembunyi-sembunyi.
Lucian membuat Alexandra duduk di atas kasur, dia mengambil handuk yang dipegang Alexandra.
"Kau pasti kelelahan, Lexa. Izinkan aku mengeringkan rambutmu dan setelah itu kau bisa tidur dengan tenang." Lucian tersenyum seperti biasa, tanpa menunggu jawaban Alexandra dia telah memulai keinginannya itu, mengeringkan rambut Alexandra dari bagian atas dan ujung rambut dengan sangat lembut dan hati-hati.
[Untunglah dia di belakang ku ...]
Alexandra merasa lega karena Lucian ada di belakangnya untuk mengeringkan rambutnya. Kalau saja Lucian ada di depannya, menatap dengan lama, wajahnya bisa Semerah rambutnya dan membuatnya tidak bisa bersikap normal.
"Kau begitu telaten mengeringkan rambut seorang wanita." Alexandra mencoba memulai percakapan, dia tidak ingin mendiami Lucian begitu lama yang akan membuat suasana menjadi dingin.
"Ya, aku sering melakukannya."
Lucian tersenyum saat menjawab pertanyaan Alexandra, dia masih menyibukkan dirinya untuk mengeringkan rambut Alexandra. Tidur dengan rambut yang basah bisa membuat sakit kepala, apalagi orang yang baru pulang dari Medan perang, mereka sering kali jarang tidur dan akan membuat kualitas tidur mereka semakin buruk jika tidur dengan rambut basah.
Namun jawaban Lucian itu seolah melepaskan anak panah di jantung Alexandra, dia menggigit bibirnya sendiri.
Kata biasa membuat Alexandra kesal, dia bukanlah orang pertama bagi Lucian, sedangkan Lucian adalah pria pertama bagi Alexandra.
"Sudah kering." Lucian merapikan rambut Alexandra, dia menyisir dengan lembut lalu membuat tiga bagian untuk ada di kanan kiri bahu Alexandra dan sebagian besar ada di punggung Alexandra.
"Terima kasih, Lucian." Suara Alexandra terdengar dingin. Dia tidak suka dengan ucapan Lucian tadi dan menyimpannya sendiri.
"Baiklah, sekarang bagaimana kalau kita tidur sekarang?" tanya Lucian tenang.
[Tentu saja. Ini bukanlah yang pertama baginya.]
Alexandra menggigit bibir cukup keras, saat dia menghembuskan napasnya, sekali tangan Lucian yang menyentuh tangannya tanpa sengaja membuat Alexandra terdiam.
Pikiran lebih tenang dibandingkan sebelumnya.
"Bagi tunangan, tidur memiliki kata lain." Alexandra berbalik dan dia melihat Lucian yang menatapnya dengan polos. Sangat polos sehingga dia sulit membedakan anjing pudel dengan Lucian.
"ehm! Lupakan saja. Tapi jangan menerima ajakan tidur dengan siapa pun." Alexandra memutuskan tidak membahasnya, dia memposisikan tidur dirinya dengan nyaman di dekat Lucian, dia berusaha sangat dekat namun nyatanya dia menyisakan celah sebesar 10 sentimeter di antara mereka.
Di balik selimut, ujung-ujung jari kaki Alexandra telah menegang karena begitu gugup dengan apa yang dia lakukan.
[Ah! Apa yang harus aku lakukan?]
Lucian tersenyum tipis sambil melihat Alexandra.
"Aku melakukannya karena Lexa yang memintanya. Sekarang tidurlah agar lelahmu hilang."
Telapak tangan besar Lucian mendarat di wajah Alexandra yang seketika membuat Alexandra menjadi rileks dan memejamkan matanya. Dia sungguh tertidur di sebelah Lucian, seperti yang dia harapkan.
**
Di bagian luar kamar, Alfo sejak tadi berjalan ke sana dan ke sini sambil menggigiti kuku jarinya. Dia begitu gelisah dengan apa yang dilakukan dua orang berjenis kelamin di dalam kamar.
Apa yang dilakukan Alexandra telah menyebar di mansion Rissingshire dan membuat seisinya menjadi sangat penasaran. Ada dua kubu di dalam Rissingshire karena hubungan Alexandra dan Lucian, ada yang mendukung dan menolaknya.
"Alfo, kurasa lebih baik kau menyelesaikan pembukuan saja dibandingkan menghalangi jalan seperti ini."
Thomas melihat Alfo dengan tatapan tidak menyenangkan. Sama seperti Alfo, Thomas berasal dari keluarga Count yang bersumpah melayani Rissingshire, namun Thomas jarang sekali ada di Rissingshire. Dia lebih sering berada di luar wilayah untuk mengurusi perdagangan.
"Kau memangnya tidak tahu tentang pria itu?" tanya Alfo sinis, baginya Thomas adalah saingan. Sejak mereka muda, keduanya sering terlibat dalam pertentangan pendapat. Untungnya, mereka berdua sering menjalani pekerjaan mereka di tempat berbeda, jika mereka sering berada di tempat yang sama maka akan ada terus pertarungan kucing dan anjing setiap hari.
"Dia adalah tunangan Duchess," jawab Thomas cepat.
"Dan dia sedang ada di dalam kamar bersama Duchess.." wajah Alfo pucat saat mengatakannya.
"Tidak ada yang buruk dari itu, Alfo. Bagi pasangan tunangan itu adalah hal biasa. Dan jika Duchess hamil itu akan menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi Rissingshire." Thomas tersenyum, dia melirik ke arah pintu besar yang ada di sampingnya.
"Sekarang lebih baik kita pergi dari sini jika tidak kita akan mengganggu mereka berdua."
Alfo langsung menyipitkan kedua matanya, bagaimana bisa Thomas mengatakan hal sevulgar itu?
"Ehm, saya rasa yang dikatakan oleh Tuan Thomas benar, tuan Alfo. Apalagi ada banyak laporan masuk karena penyelesaian kasus dari Duchess baru-baru ini." Niles, Kepala pelayan itu menatap Alfo dengan mata yang tenang. Dua orang telah tidak mendukung Alfo dan itu membuat Alfo kesal, akhirnya dia melangkahkan kakinya, pergi meninggalkan mansion utama, tempat Alexandra beristirahat, untuk menyelesaikan tugasnya sambil mengoceh.