webnovel

TA'ARUF RAFKA DAN ZAKIYA

Rafka duduk terdiam saat melihat calon bidadari surganya kini sedang duduk di hadapannya, diapit oleh kedua orangtuanya. Sedangkan dirinya juga bersama kedua orangtua dan adik-adiknya. Tak ada keluarga besar yang turut serta. Karena memang hanya acara sederhana untuk menta'aruf Zakiya.

"Bang Darren, nih ceritanya kita mau jadi besan ya." Arka memang terlihat akrab dengan Darren. Dia bahkan sering bercanda dan bertukar pikiran dengan Darren.

"Iya, jodoh tidak ada yang tahu. Kita serahkan saja sama anak-anak kita. Kalau memang sudah cocok ya mau gimana? ga usah pacaran. Langsung nikah lebih baik, kan?"

"Ya bener banget Bang. Aduh saya jadi ingat masa muda dulu sama Mamanya anak-anak." Arka menyenggol lengan Yumna.

"Papa ini malu-maluin aja. Malu sama anak-anak, Pah."

"Gapapa Mbak Yumna. Kita santai saja. Saya dan Bang Arka ini juga sudah seperti saudara. Tidak usah sungkan." ucap Darren. Sedangkan Renata yang ada di sebelahnya hanya tersenyum.

"Mbak Renata bagaimana? sudah sehat?" tanya Arka.

"Alhamdulillah udah lebih baik sekarang, sejak dia punya kesibukan membuat dompet dan tas."

"Alhamdulillah.. Mbak Renata hebat ya. Kreasinya sungguh unik dan tidak pasaran. Yumna kemarin beli satu, di bawa ke rumah sakit malah pada nanyain belinya dimana." ucap Arka.

"Oh ya?" Renata merasa senang setiap kali mendapat pujian. rasa percaya dirinya kembali muncul manakala ada pelanggannya yang memuji hasil kreasi tangannya.

"Iya Mbak Renata, sepertinya saya mau jadi resellernya mbak aja deh. Soalnya teman-teman pada suka." ucap Yumna.

"Makasih mamanya Rafka." Renata memang belum sembuh sepenuhnya. bahkan dia masih bergantung dengan obat anti depresan, walau tidak sesering dulu. Cara bicaranya juga kadang masih aneh. Tapi semua memaklumi termasuk keluarga Arka yang memang tidak pernah mempermasalahkan hal itu.

"Sama-sama, Mbak."

"Oh iya kita malah keasikan ngobrol sampai lupa sama anak-anak kita yang sudah ngebet pengen nikah nih." Darren dan Arka tertawa menggoda Rafka dan Zakiya sama-sama saling diam.

"Raf, kamu ini biasanga juga sering bercanda, kenapa mendadak jadi petasan melempem begini setelah ketemu dengan Zakiya?"

"Ah Papa.. tidak apa-apa Pah. Hanya malu saja ketemu sama calon bidadari surga." Semua yang ada di ruangan itu tertawa setelah mendengar candaan Rafka

Rafka beberapa kali mencuri pandang ke arah Zakiya. Perempuan yang sudah mencuri hatinya sejak Zakiya masih SD. Bisa dibilang Zakiya adalah cinta pertama Rafka. Tapi dia tidak pernah berani menyatakan cinta apalagi mengajak pacaran. Rafka memilih menyembunyikan perasaan dari Zakiya. Hingga mereka kini sama-sama dewasa. Rafka merasa Zakiya perempuan yang sempurna sejak memutuskan bercadar dan berganti nama. Rafka menganggap semua itu adalah langkah Zakiya untuk berhijrah.

Zakiyapun tersenyum di balik cadarnya. Dia tahu Rafka sesekali mencuri pandang ke arahnya. Tapi dia memilih menundukkan pandangan. Kadang Zakiya merasa tidak percaya diri. Mengingat dirinya yang sudah cacat akibat pelecehan yang dilakukan oleh Azzam. Tapi Allah saja maha pengampun. Ia yakin Rafka akan menerima dia apa adanya. Zakiya yakin Rafka adalah laki-laki sholeh yang akan melihat dirinya yang sekarang. Bukan yang dulu.

"Bagaimana Bang Darren? kapan kita akan membuat acara pernikahan untuk anak-anak kita?" tanya Arka yang memang dari awal sangat bersemangat dengan pernikahan antara putra kesayangannya dengan anak sahabatnya.

"Kita serahkan pada anak-anak.kita saja. Maunya kapan. Saya ikut saja. Semua hari baik, kan? tergantung mereka siapnya kapan. Bahkan kalau mau nikah besokpun tidak apa-apa kalau mereka memang mau." ucap Darren sambil menyenggol lengan Zakiya.

"Papi.." ucap Zakiya lirih sambil malu-malu.

"Gimana Raf? kapan kamu manu menikahi Zakiya? besok atau lusa atau tahun depan?" Arka sengaja bercanda dengan putranya. Agar Rafka tidak terlalu tegang.

"Jangan donk Pah kalau tahun depan." Rafka tampak sedih setelah Rafka memberinya pilihan tahun depan.

"Lha terus mau kapan?"

"Ya kalau diijinkan besok juga gapapa." Sekarang gantian Rafka yang membuat Papanya kaget.

"Yang bener kamu? oke Papa terima tantangan kamu. Kalau kamu laki gentle pasti akan siap kapan saja." Arka memang selalu mengajarkan tanggung jawab pada Rafka. Karena dari kecil juga Rafka sangat dekat dengan Arka. Mulai dari bermain basket hingga otomotif. Semua kesukaan Arka menurun ke Rafka. Bisa dibilang Rafka adalah fotokopi dari Arka. Hanya saja Rafka lebih malu mengungkapkan isi hatinya. Beda dengan Arka yang suka terbuka dengan isi hatinya.

"Eh Papa ini, Rafka bercanda. Masa mau nikahin anak orang main buru-buru aja. Nanti aku bisa dimarahi sama Om Darren, Pah." Rafka salah tingkah ketika tak sengaja Zakiya juga melihatnya.

"Siapa bilang Om mau marahi kamu, Raf. Om malah seneng kalau dipercepat. Niat baik itu harus disegerakan. Tidak boleh ditunda-tunda Raf." Darren tertawa melihat Rafka mati kutu. Anak sulung Arka itu garuk-garuk kepala. Terlihat sekali dia gelagapan dan salah tingkah. Tingkahnya yang aneh membuat semua yang ada di ruangan itu tertawa.

"Ah ya sudah. Rafka serahkan pada Zakiya saja, Om kalo begitu. Saya ikut saja. Kalau dia mau besok, ya saya siap, kalau nyuruh tahun depanpun saya juga siap. Siap-siap dianggurin maksudnya."ucapan Rafka menyulut gelak tawa dari semuanya. Termasuk Renata.

"Kamu ini Raf Raf.. Bisa sakit perut trus Om tiap hari kalau punya menantu seperti kamu." Darren pun sampai terpingkal mendengar candaan sang calon menantu.

"Rafka ini nurunin sifat Mamanya, Bang."

"Eh Pah. Enak aja lempar batu sembunyi tangan," ucap Yumna.

"Ya menurun dari kalian berdua lah. lha Rafka kan anak kalian. Hahaha." Darren tak kalah meledek Arka. "Gimana, Nak? kapan kamu mau menikah dengan Rafka? calonmu ini sepertinya tidak mau lama-lama dianggurin."

"Gimana ya, Pi. Mami gimana?" Zakiya melemparkan pertanyaan pada Renata. Sedangkan Renata hanya tersenyum.

"Mami pasti ikut katamu, Ki. Ya kan Mi?" tanya Darren. Renata hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Mami terserah Sellia saja, Pi." Renata kadang masih lupa memanggil anaknya dengan nama Sellia. Yang lain pun memaklumi.

"Ya sudah daripada terserah semuanya, saya saja yang putuskan ya. Hari pernikahan Zakiya dan Rafka akan dilaksanakan satu bulan lagi. Semuanya harus siap. Zakiya dan Rafka harus mempersiapkan diri lahir batin. Bukan cuma belajar gimana caranya bikin anak aja lho ya. Rafka haru belajar jadi imam yang baik. Zakiya juga belajar jadi istri yang sholehah."

"Baik Om Darren. Siap laksanakan."

"Begitu ya Bang Rafka. Semua sudah clear. Tinggal kita konsultasi dengan penyelenggara jasa pernikahan. Pokoknya calon mempelai terima beres saja ya. Biar kita orangtua saja yang repot."

"Oke Bang Darren. Sip saya setuju pokoknya. Ada siti saya tercinta yang bisa diandalkan untuk mengurus semuanya."

"Mami nanti bikinin sovenir buat Sellia dan Rafka ya, Pi." Tiba-tiba Renata turut bicara."

"Ya sayang tentu saja. Pasti akan spesial jika kamu yang membuatkan untuk hari bahagia anak kita." Darren tersenyum melihat Renata yang sekarang semakin percaya diri.