Safitri sudah tidak menangis atau mengoceh dengan suara nenek tua, dia terbaring dengan bola mata menatap langit-langit kamar. Nafi memandang istrinya dengan penuh rasa sayang, dia melihat tangan safitri masih berbentuk seperti ular, nafi merasa bahwa ini belum berakhir, istrinya belum sembuh, tapi dia tidak akan memanggil yahman lagi untuk merajah, pikirannya buntu.
Kak umi pamit pulang, besok pagi dia akan akan datang kembali membawa rantangan makanan setelah dia mengurus keperluan keluarganya dirumah. Nafi hanya mengangguk saat kak umi pamit pulang. Malam ini, sunyi masih membunuh harapan, tidak ada doa dan keluh kesah dihatinya nafi, hatinya kosong tanpa rasa, kebas seperti orang lumpuh yang hidup, andai ada pisau menancap dijantungnya dia tidak tau bagaimana rasanya perih, tak ada lagi luka yang bisa membuatnya perih. Sepasang suami istri ini akhirnya terlarut oleh malam yang meratap, mereka saling bisu tanpa canda tawa tentang cinta.
Pagi ini safitri akan dimandikan dengan air bunga, air bunga biasanya dipercaya bisa membuang sial oleh orang-orang yang mudah digelitik imannya tentang takdir tuhan. Nafi percaya akan takdir, tapi sekarang dia sedang berjuang bertaruh dengan takdir akan kesembuhan istrinya. Dia tidak ingin perbuatan syirik ini terus berlanjut, tapi saat ini dia sudah kehabisan akal. Nafi tidak bisa memandikan safitri sendirian, dia butuh kak umi untuk memapah badan safitri saat dibangunkan.
"assalamulaikum' suara kak umi memberi salam. Nafi sudah sangat hafal dengan suara kak umi memberi salam. "walaikumsalam", nafi menjawab dengan datar. Setelah meletakkan rantang makanan dimeja makan, kak umi pun langsung menuju kamar safitri seperti biasanya.
"kak umi, tolong pegang safitri dibagian kakinya kak, kita akan taruh dia dilantai bagian bambu, untuk kita mandikan" ujar nafi pada kak umi
Setelah dibukakan pakaiannya, badan safitri ditutup dengan kain panjang, nafi menaruh kepala safitri dipangkuannya, kak umi mengambil air dalam ember yang sudah ditaburi bunga di dalamnya, perlahan air itu disirami kebadan safitri dengan lembut, mulai dari rambutnya hingga ke ujung kaki.
"hik hik hik sakit.. sakit sekali, jangan dimandikan lagi, lepaskan aku.. lepaskan aku". safitri menangis tidak mau dimandikan dengan air bunga. Aghhh ahhh safitri menjerit- jerit seperti orang kesakitan. Tiba-tiba safitri berhenti dari jeritannya, nafi syok melihat safitri menutup mata dan sudah tidak bergerak.
"safitri bangun sayang bangun, bangun safitri bangun", nafi terus mengguncangkan tubuh safitri dengan tangis yang ditahan. Dunia terasa gelap, perjuangannya berakhir sia-sia, kini safitri menutup matanya, dia kalah dengan takdir, nafi memeluk istrinya dengan erat, dia memeluk dengan tangisan yang begitu pilu.
"masih pagi tapi matahari ku sudah terbenam, kenapa takdir begitu jahat, kenapa dia mengalahkan perjuangan ku, dunia akan tertawa melihat perjuangan ku, bagaimana aku bisa bertahan sendiri di dunia ini safitri?, dengan apa aku akan bernafas sayang?". Nafi terus meratapi dirinya sendiri.
Kak umi duduk terpaku di kakinya safitri, tak ada kata yang keluar dari mulutnya, tak ada air mata yang membasahi pipinya, dia hanya terdiam sepi dengan gayung masih ditangannya yang sebelah kanan. Tiba-tiba tangan safitri bergerak pelan, kak umi langsung memegang tangan safitri mencari denyut nadinya.
"dia masih hidup, dia Cuma pingsan", kak umi berkata pada nafi
Nafi mengangkat kepalanya menoleh ke arah kak umi, dia seperti mendengar kata paling indah di dunia ini. "iya, dia masih hidup". Kak umi mengulang kalimat yang sama pada nafi.
"kak umi, ayuk kita angkat safitri keatas kasurnya kak, saya akan menghubungi ibuk santi untuk mengecek safitri". Perlahan badan safitri diangkat keatas kasur. Mata safitri masih terpejam, dia tidak bergerak sama sekali, tapi dia belum menyerah untuk bertahan hidup.
"assalamualaikum buk santi, ibuk bisa kerumah saya sekarang? Safitri barusan pingsan buk, ini dia masih menutup matanya, tapi nadinya berdenyut, tolong segera ya buk, saya mohon". Nafi menutup telepon nya dan kembali mengecek nadinya safitri.
"tolong bertahan sayang, ibu santi akan segera datang, kita akan kerumah sakit", nafi berbisik ditelinga safitri.
Ibu santi kaget mendengar penjelasan nafi di telepon, apa sebenarnya yang terjadi dengan safitri pagi? Kenapa dia sampai pingsan?, sungguh sangat malang nasib safitri, seharusnya saat ini dia sedang Bahagia menikmati masa-masa kehamilan anak pertamanya. Ibu santi pun bergegas pergi menunuju rumah nafi.
"takdir masih berpihak pada kalian, safitri Cuma pingsan biasa, ini denyut nadinya sudah kembali normal, detak jantungnya juga normal, mungkin dia sudah terlalu lelah jadinya pingsan". Setelah mendengar penjelasan buk santi, nafi kembali menata hatinya dengan harapan.
"tapi sebaiknya kita membawa safitri ke rumah sakit, jika terjadi apa-apa biar cepat ditangani sama dokter, biar dia kembali dirawat di rumah sakit dulu". nafi mengangguk tanda setuju mendengar perkataan buk santi.