webnovel

Dinodai Suami Sendiri

Tyas terjebak dalam pernikahan yang dia rencanakan.

Oscar21 · Adolescente
Classificações insuficientes
10 Chs

Ketemu Mantan

Aku mengucek-ngucek mata indahku, untuk memastikan bahwa penglihatanku masih baik-baik saja. 

Refan? Ngapain nih anak ngirim inbox ke aku. Setelah tiga tahun nggak ada komunikasi sama sekali. Sejak putus tiga tahun yang lalu, aku dan dia sudah berhenti berkomunikasi. Dia tak ingin lagi berhubungan denganku, karena ingin segera menikah dan tak mau calon istrinya jadi cemburu. Iyyuh... 

Kini, laki-laki yang sudah kupacari selama dua tahun itu kembali menyapa. Dih, mau apa dia. Mau balikan? Jangan harap, ya. Pria nggak bertanggung jawab kaya dia itu, nggak akan mungkin lagi bisa meluluhkan hatiku. 

Tapi, kenapa tiba-tiba dia ngubungi aku? Apa nggak takut istrinya marah? Secara, walaupun usia lebih tua, aku tetap lebih cantik dibanding dia. Dasar Refan nya aja yang mata keranjang, pantang liat daun muda yang lebih segar. 

Dasar kambing! 

"Kamu kenapa, Yas?" suara Zein tiba-tiba mengagetkanku. Gawai, dengan logo buah di gigit kalong itu hampir terjatuh kalau tak segera ku tangkap. 

"Kenapa apa?" Aku kembali menelan ludah menatap tubuhnya kini. Makin basah karena keringat. Hish...pikiran apa lagi ini. 

"Kamu kok uring-uringan gitu? Teman-teman kamu itu, ngeledekin kamu lagi di sosmed?" tanyanya perhatian. 

Loh, kok dia bisa tau sih, aku sering di ledekin sama mereka. Jangan-jangan dia tau lagi, kalau aku masukin foto pernikahan kami. 

"Enggak kok. Siapa juga yang berani ngeledekin aku," bantahku.

"Oh, ya udah. Lain kali kalau mereka nggak percaya juga kalau foto pernikahan kita asli, kita bikin video live aja, ya? Aku ikhlas kok kamu jamah, biar teman-teman kamu itu nggak ikut campur lagi sama urusan pribadi kamu. Atau, kamu mau aku samperin mereka satu persatu biar nggak berani gangguin kamu lagi?"

Duh... Zein...Kok kamu cute banget sih. Keren banget jadi lelaki. Bikin aku nggak salah pilih jadiin kamu suami. 

"Ngapain kamu sampek berbuat kek gitu?" tanyaku, pura-pura nggak butuh. 

"Aku kan suami kamu. Wajar dong, aku belain harga diri istri sendiri."

Oh my Good... Zein... Plis deh, kamu ganti baju sana. Jangan sampek kata-kata kamu tadi bikin aku sendiri yang ngerobek-robek baju si alan itu. 

Ditambah lagi kata-kata manis kamu yang bikin hasrat tuk bikin anak timbul kembali. Eh, apa-apaan aku ini. 

"Udah Zein, sana mandi! Kamu tuh bauk... " kilahku yang tak ingin berlama-lama dengannya. 

.

"Yas, ayo dong hubungi si hantu itu. Aku pengen nerbitin karya baru lagi, nih," rengek si sontoloyo padaku. 

Laki-laki beranak dua itu, emang ngeselin. Mulai malas membuat naskah sendiri, karena udah klop banget dengan gaya tulisan Zein yang aku akui memang memiliki perasaan dan pesan-pesan moral di dalamnya. 

"Nggak ada lho, Bin. Biasanya dia sendiri yang nemuin aku. lagian kamu nulis sendiri kenapa sih. Ngapain sering-sering make karya orang," celetukku, pada sahabatku sewaktu kuliah dulu ini. 

"Nggak tau kenapa, Yas. Sejak pertama kali baca naskah dia tuh, aku jadi insecure sendiri. Rasa percaya diriku turun drastis. Karena ngerasa nggak sebanding dengan gaya tulisannya. Apalagi sejak cetakan pertamanya, langsung melejit. Aku merasa, kalau aku kembali menulis, nggak bakalan bisa kek gitu, dan akhirnya pembaca-pembaca setiaku pada kabur."

Hem... bener juga sih. Aku yang dulunya hobi nulis juga sering insecure kalau udah baca tulisan orang. Namun karena keluarga ningratku kaya raya, ya aku bangun aja jasa penerbitan dan percetakan ini. Walaupun bukan sebagai penulis, aku tetap bisa berkecimpung di dunia literasi yang makin hari makin marak ini. 

"Ya udah deh. Ntar aku cari tau tentang dia."

"Oke, Yas. Tengkyu, ya. Kamu emang sahabat sontoloyoku yang paling keren."

"Kamu tuh yang sontoloyo. Nyusahin aja kerjanya," gerutuku. Dia pun terkekeh geli dan segera keluar dari ruanganku. 

Ceklik! 

Bunyi notifikasi whatsapp menghampiri. Kulihat foto profil seseorang yang dulu memblokir nomorku, mengirim pesan. 

'Yas,' tulisnya. 

Duh, mau apa lagi sih si Refan. Bukannya dia bisa lihat sendiri kalau sekarang aku udah nikah. Jangan-jangan dia iri lagi, karena suamiku tuh lebih segala-galanya dari dia. Hahay... akhirnya kalah juga kamu kan, Re. 

Demi harga diri yang pernah terinjak-injak olehnya, aku pun mengabaikan pesan itu tanpa membalasnya. 

'Kok nggak di balas? Kan udah di baca?' Pesan baru muncul. 

Bodo amat! Aku kembali mengabaikannya. Tak lama terdengar suara dering panggilan. Huft... 

"Apa sih? Nggak ada angin nggak ada ujan tiba-tiba nelpon? Kurang kerjaan, ya?" cerocos bibir seksiku setelah menerimanya. 

"Nanya kabar dulu kek, Yas," sahutnya dari seberang sana.

"Udah deh nggak usah basa-basi, mo ngapain kamu? Mo pamer, kalo istri kamu bunting lagi, atau kamu beli rumah baru lagi, naik jabatan? Dapet bonus? Pamer aja di sosmed, Re. Selalu lewat kok di berandaku. Jadi nggak usah repot-repot ngasi tau aku secara pribadi kek gini," sahutku angkuh. 

Padahal dalam hati kesal banget. Gimana enggak, setiap momen selalu diabadikan di akun fesbuknya. Mau makan enak, jalan-jalan ke luar negeri, lahiran, sukuran, ampek mo malam jumat an juga di posting, dengan caption 

'Sori gaes, nggak bisa on lama-lama. Mo malam jumat an. Yang jomblo, dilarang stalking-stalking akun mantan, ya.'

Najis banget bacanya. Seolah-olah semua status-status itu khusus dia tujukan kepadaku. Padahal saat berpacaran denganku, membuka sosial media pun dia jarang-jarang. 

"Kamu percaya, kalau itu aku yang buat?" ujarnya kemudian. 

Ha? Maksudnya apa nih? Jadi selama ini, akun fesbuk itu, istrinya yang megang? Dasar betina zolim. Bisa-bisanya tiap hari bikin aku kepanasan terus. Walau pun beberapa hari ini belum ada postingan baru dari akunnya. Tau ah, bodo amat! 

''Oh, kamu cuman mo bilang itu aja? Oke, sekarang aku tau. Udah, ya?''

''Eh, tunggu dulu, Yas. Aku mo ngajakin kamu makan siang.''

''Aduduh, Re. Jangan ngaco deh. Aku tuh nggak ada waktu buat dengerin lelucon nggak lucu kamu lagi. Lagian sekarang aku tuh udah punya suami. Jadi kamu mau pamer apapun aku juga bisa ngelakuinnya sama suamiku. Ngerti!''

''Sebentar aja, Yas. Aku udah di kafe seberang kantor kamu nih. Masih ingat kan tempat kita dulu sering ketemu.''

Eh? Jadi dia serius ngajakin aku ketemu? Kulirik jam tangan super mewahku yang bertahtakan berlian lima biji di sekelilingnya, waktu udah menunjukkan pukul dua belas lewat. Aku pun menarik nafas berat dan menyetujuinya. 

Aku berjalan menuju pintu kantor. Belum sempat membukanya, pintu telah terbuka duluan, dengan Zein berada di depannya. 

"Zein? Ada apa?" tanyaku cuek. 

"Ya mau ngajakin makan lah, Yas. Udah lewat jam dua belas, tapi kamunya nggak keluar-keluar. Ya udah aku susul kemari, buat gandeng tangan kamu kaya biasa," tuturnya lembut seperti biasa. 

"Aduh, Zein. Aku ada janji sama klien. Kamu makan sendiri aja deh," dustaku.

"Klien siapa, Yas? Kok tumben nggak bawak suami? Biasanya aku selalu dipamerin," tanyanya lagi. 

"Eh, suami bayaran," ketusku dengan setengah berbisik. "Suka-suka aku dong mau ketemu siapa aja. Nggak usah kepo!" desisku sambil berlalu pergi. 

Namun kemudian aku menghentikan langkah dan berbalik. 

"Zein?"

"Iya, Yas?"

"Makannya sendiri aja, ya. Jangan gabung sama yang lain. Apalagi sama cewek-cewek. Awas kalau ketauan!" ancamku sambil membesarkan bola mata. 

Dia bergeming, tak seperti biasanya menyunggingkan senyum manis nan rupawan. Apa dia tersinggung karena nggak ku ajak makan? Bodo amatlah, ntar juga baikan lagi. Mana bisa dia lama-lama marah sama aku. 

.

"Nggak usah banyak basa-basi, Re. Mau ngapain? Aku lagi sibuk!" ketusku setelah sampai di kafe dan duduk di hadapannya. 

"Buru-buru amat. Nggak kangen apa?"

Cih! Kangen? Tak usah, ye! 

"Udah deh, mo ngapain kamu? Tiba-tiba muncul dan ngajak ketemuan."

"Tiba-tiba aku kangen sama kamu, Yas."

"Aduh, udah deh Re. Bukannya kamu sendiri yang mau kita putus, terus langsung ngeblokir nomor whatsapp aku. Kok tiba-tiba sekarang dibuka. Masih mo alasan kalau istri kamu juga yang ngeblokir nomor aku? Drama banget."

"Emang kek gitu kenyataannya, Yas. Sekarang aku baru sadar. Istriku nggak sebaik yang aku kira. Dia berselingkuh di belakangku, dan kami akan segera bercerai."

Onde mande tusde. Rancak bana putri iko. Mampus lu, Re. Kena karma juga akhirnya. 

"Trus, apa urusannya sama aku? Aneh, ya. Masalah kek gini aja kamu pamerin. Cari simpatik?"

"Aku tau kalau kamu udah nikah, Yas. Aku juga nggak mau ganggu rumah tangga kamu. Tapi kalau jadi teman curhat, masih boleh kan?"

"Nggak boleh!" Tiba-tiba terdengar suara bariton mengagetkanku dari belakang. Eh! Dia itu...

                             **************