webnovel

Bab 7

Siang itu Rasya sampai di perusahaan milik Percy, tadi Dewi memintanya untuk mengantarkan makan siang kepada Percy sebagai awal pendekatan. Rasya menarik nafas panjang dan menghembuskannya, setelahnya ia melangkahkan kakinya memasuki perusahaan Proferti itu. Setelah bertanya ke seorang resepcionist, iapun berjalan menuju lift dan menekan tombol 25 untuk sampai di ruangan Percy. Di dalam lifat ia menghentakkan ujung kakinya perlahan karena gugup. Ini pertama kalinya dia datang dan mengantarkan makan siang untuk Percy. Entah kenapa jantungnya terasa berdegup kencang.

Ia melirik dinding silver yang memantulkan sosok dirinya, melihat dirinya di depan sana Rasya sedikit merapihkan rambut panjang bergelombangnya dan sedikit merapihkan pakaiannya.

Ting

Pintu lift terbuka lebar tepat di lantai yang di tuju, red karpet menyambutnya saat ia melangkah keluar dari lift. Ia berjalan menuju meja sekretaris yang tak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Setelah mengatakan siapa dirinya dan ada urusan apa. Sekretarispun mempersilahkannya masuk.

Rasya memegang knop pintu coklat yang menjulang tinggi itu. Ia kembali menghembuskan nafasnya perlahan dan mulai mendorong knop pintu itu hingga terbuka. Aroma maskulin langsung menyambut penciumannya. Tak jauh darinya Percy terlihat tengah mengetik sesuatu di depan laptopnya.

Iapun melangkah masuk dan menutup pintunya pelan. Setelahnya ia melangkahkan kakinya mendekati Percy yang masih fokus dengan pekerjaannya. "Selamat siang pak Ceo," sapa Rasya dengan menyimpan bekal makanan di atas mejanya membuat Percy menengok dan tersenyum kecil padanya.

"Mamamu memintaku mengantarkannya, walau sebenarnya aku sangat malas." Ucapan Rasya membuat Percy terkekeh.

"Terima kasih, kamu sangat membantu." Percy beranjak dan mencondongkan badannya untuk mengecup pipi Rasya seperti kebiasaan mereka.

"Loe sibuk,"

"Tidak terlalu, hanya sedikit pekerjaan yang harus di selesaikan." Ucap Percy kembali fokus pada laptopnya. Rasya berjalan menuju ke jendela besar yang ada di ruangan itu, menatap ke depan dimana banyak sekali bangunan pencakar langit.

"Sudah bertemu Rindi?" ucapan Rasya menghentikan aktivitas Percy.

"Iya, dua hari yang lalu dan kami menghabiskan waktu bersama."

"Lalu bagaimana reaksinya?" Rasya berbalik ke arah Percy.

"Sya, gue belum mengatakannya." Desah Percy membuat Rasya menghela nafasnya.

"Kapan loe akan mengatakannya?"

Percy beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Rasya. "Entahlah, gue merasa belum siap."

"Percy, pernikahan kita sudah di depan mata. Bahkan lusa kita akan bertunangan."

"Gue tau," Percy mendesah lelah dengan berkacak pinggang. "Gue gak sanggup melihatnya menangis,"

Rasya menatap Percy yang terlihat hancur, bahkan jelas tersirat dari wajahnya kalau dia sangat hancur. "Kalau memang loe masih mau memperjuangkannya, biar gue yang mundur."

Percy mengernyitkan dahinya menatap Rasya. "Itu tidak bisa,"

"Kenapa?"

"Karena gue sudah berjanji pada nyokap gue. Gue tidak bisa mengingkarinya."

"Kalau begitu katakan semuanya pada Rindi, buat dia mengerti Percy. Gue gak mau di sebut wanita penghancur hubungan orang lain. Gue gak mau di sebut menusuk sahabatnya sendiri."

"Itu tidak akan terjadi, Sya."

"Belum terjadi, Per. Bagaimana kalau Rindi mengetahuinya dari yang lain dan salah paham akhirnya?"

"Sya, gue sungguh bingung dan kalut." Ucapnya menjambak rambutnya ke belakang.

"Gue butuh kepastian loe, Percy."

Percy menengok ke arah Rasya yang menatapnya dengan nanar. "Sya, gue udah pernah katakan jangan berharap apapun dari gue."

"Gue gak berharap apapun, tetapi gue ini seorang wanita yang punya hati. Setidaknya jangan hancurkan pernikahan impian gue." Percy mengernyitkan dahinya menatap Rasya.

"Sya,"

"Ini terdengar bodoh, tetapi gue mengharapkan pernikahan yang bahagia. Apa gue salah? Walau loe gak mencintai gue, setidaknya perlakukan gue layaknya pengantin loe bukan pelampiasan loe. Atau sesuatu untuk loe jadikan sebagai pelarian."

"Sya, gue gak pernah berpikir itu."

"Kalau begitu katakan semuanya pada Rindi, jangan membuat kesalahpahaman di antara kita. Kalau loe memilihnya, maka gue akan mundur dan membatalkan pernikahan kita sekarang juga."

"Kenapa loe menuntut keinginan?"

"Apa gue salah? Katakan Percy? Bukankah wajar kalau seorang wanita meminta kepastian pada calon suaminya. Gue bukan pakaian yang bisa kapan saja loe gantung."

Percy mengernyit tak percaya menatap ke arah Rasya. Kenapa sekarang menuntut lebih pada dirinya. Rasya terlihat berkaca-kaca dan hampir menangis menatap Percy. "Setidaknya perlakukan gue layaknya calon pengantin loe," ucapnya terdengar parau.

"Selama ini hanya gue yang sibuk mengurusi acara pernikahan dari mulai a sampai z, dan loe begitu tidak perduli. Bukankah dalam hal ini gue juga korban? Gue mengorbankan perasaan dan hidup gue buat loe, Percy."

"Pernikahan kita-," ucapan Rasya terhenti saat memikirkan Percy akan menceraikannya. Air matanya luruh membasahi pipi. "Gue hanya tidak mau di perlakukan seperti ini." Cicitnya menundukkan kepalanya.

"Maafkan gue,"

Percy berjalan mendekati Rasya dan menariknya ke dalam pelukannya. "Gue akan menyelesaikan semuanya dengan Rindi. Bersabarlah, gue butuh waktu."

"Maaf kalau gue sudah menyakiti loe." ucap Percy melepas pelukannya dan menangkup wajah Rasya. "Gue sayang sama loe, Sya. Gue gak mau loe hancur dan terluka dalam hubungan ini," ucap Percy menatap mata bulat Rasya. 'Terima kasih sudah menyayangiku, walau sebagai sahabat.'

"Terima kasih, Percy." ucap Rasya dengan senyumannya, dan Percy membalas senyuman manis Rasya.

Entah keberanian darimana, Rasya menjinjit dan mencium bibir Percy membuatnya terpekik kaget. Rasya hanya menempelkan bibirnya pada permukaan bibir Percy dengan menutup matanya. Tubuh Percy mendadak kaku dan tak mampu bergerak, ia menatap wajah Rasya yang sangat dekat dengannya. Ada perasaan hangat di dalam hatinya yang entah apa itu.

Brug

Percy maupun Rasya terpekik hingga melepaskan ciuman mereka. Keduanya berbalik ke arah pintu dimana Rindi berdiri dan tuperware makan siang yang dia bawa berserakan di lantai. Tatapannya begitu terluka,

"Rindi !!" pekik Rasya dan Percy.

Rindi berjalan mundur dengan tatapan terlukanya, tatapan Rindi tertuju kepada Rasya dan Percy secara bergantian dengan air mata yang menggantung di pelupuk matanya. Rindi beranjak pergi meninggalkan ruangan Percy.

"Rindi tunggu," Percy berlari mengejar Rindi, sedangkan Rasya masih berdiri di tempatnya dengan perasaan yang tak karuan. 'Kenapa gue bisa-bisanya mencium Percy?' Rasya mengusap wajahnya gusar.

Rindi segera menekan tombol lift saat melihat Percy berlari ke arahnya hingga pintu liftpun tertutup dengan pandangan mereka yang saling bertautan.

Rindi terlihat linglung, dan ia terduduk di lantai lift. "hikz...hikz...hikzz...." isaknya, hatinya hancur dan terluka. Apa yang mereka berdua lakukan, kenapa mereka melakukan ini padanya.

Ting

Pintu lift terbuka, dan Rindi segera beranjak dengan sedikit berlari menuju keluar kantor. Saat hendak memasuki mobilnya, pintu mobil di tutup kembali oleh seseorang membuat Rindi menengok. Di sampingnya Percy berdiri, Rindi menatapnya dengan tatapan sangat terluka.

"Dengarkan aku dulu, aku bisa jelaskan semuanya." ucap Percy menyentuh lengan Rindi tetapi dengan cepat Rindi tepis.

"Jelasin apalagi, Percy? Jelasin apa lagi???? Aku sudah melihat semuanya,, kamu jahat Percy,hikzz..hikzz..." isak Rindi yang tak mampu lagi membendung kehancuran hatinya.

"Aku dan Rasya tidak ada apa-apa, tadi kami hanya-," ucap Percy.

"Tidak ada apa-apa? Benarkah?" Rindi mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan melemparkannya ke wajah Percy. "Itu apa, Hah?"

Percy mematung saat melihat undangan pertunangannya dengan Rasya tergeletak di tanah. "Kalian menipuku, kalian membohongiku selama ini, hikzzz...." isaknya menjambak rambutnya sendiri.

"Selama ini aku begitu khawatir memikirkanmu yang tidak ada kabar, kamu terlihat menghindariku. Dan ternyata ini alasannya, kalian akan menikah. Hikzzz...."

"Ya tuhan," gumamnya menangis sejadi-jadinya membuat Percy tak kuasa melihatnya. "kamu tega Percy, kamu jahat sama aku. Hikz...hikz...hikzzz..." isak Rindi sejadi-jadinya.

"Bukan seperti itu, honey. Sungguh, aku bisa jelaskan semuanya. Ini hanya kesalahpahaman saja." ucap Percy, Rasya berdiri tak jauh dari mereka dengan tatapan terlukanya.

"Kesalahpahaman? Kenyataanya kamu memilih mengorbankan hubungan kita." Isaknya terdengar parau, Rindi bahkan sudah tak mampu lagi mengeluarkan suaranya karena begitu sakit dan perih seperti ada duri yang menyangkut di dalam tenggorokannya.

"Pantas saja kemarin-kemarin kamu mengajakku berkencan, padahal aku tau kamu tidak bahagia dan terlihat penuh beban. Pantas saja kamu mengatakan kalau kalung ini yang sekarang akan menjadi pelindungku. Ternyata ini jawabannya, hikzzz...."

"Kamu mengorbankan hubungan kita, hubungan yang sudah kita perjuangkan sama-sama selama 5 tahun. Kenapa Percy, kenapa." Rindi memukuli dada Percy.

"Kenapa, hikzz..."

"Maafkan aku, sungguh." Percy berusaha untuk memeluk tubuh Rindi tetapi Rindi terus memukulnya dan menghindarinya hingga kedua terdiam lelah.

Rindi menundukkan kepalanya dengan menurunkan kedua tangannya yang sejak awal memukuli Percy. Pandangannya tertuju pada undangan yang ada di bawah kakinya. "Undangan ini menyadarkanku, kalau mulai sekarang kamu bukan lagi milikku." Gumam Rindi terdengar sangat parau. Percy hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, ia menatap Rindi dengan nanar.

"Selama 5 tahun aku menuruti keinginanmu, kamu menyuruhku seperti ini, aku turuti. Kamu menyuruhku seperti itu aku ikuti, tetapi apa kamu pernah sedikit saja melihat aku? Apa pernah kamu sedikit saja memahami perasaanku, PERCY !!!" isak Rindi sudah sangat terluka. "Pernahkah kamu mengetahui apa yang aku inginkan,"

"Aku bersabar menunggu kamu, menunggu kamu yang katanya ingin memperjuangkan cinta kita. Tapi mana? Kamu tidak pernah melakukan apapun untukku, kamu bahkan tak pernah ingin menyentuhku dengan alasan kita belum bisa melakukannya. Aku bahkan menjadi sangat rendah di matamu. Tetapi apa yang kamu lakukan? Kamu hanya bicara dan terus berbicara. Tunggulah, bersabarlah, bertahanlah, aku akan memperjuangkan cinta kita. Apa hanya itu yang bisa kamu lakukan, hah? Apa ini yang kamu katakan sebagai memperjuangkan, hah? Katakan Percy." Rindi mengangkat wajahnya yang sembab menatap Percy yang mematung di tempatnya. "Katakan padaku, apa mengorbankanku dan hubungan kita adalah bentuk dari perjuanganmu?" air mata Rindi terus luruh membasahi pipinya tanpa bisa di cegah. Percy hanya diam membisu tak mampu berkata apapun. Perasaannya berkecamuk, batinnya berperang.

"Kenapa harus Rasya? Dia sahabat kita, kenapa?"

Percy seakan ingin mengatakan sesuatu tetapi sangat sulit ia keluarkan. "Lalu setelah ini aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan kalau kamu bersama Rasya?"

"Katakan sesuatu, Brengsek !!! hikzz..." isaknya semakin menjadi. "Kenapa,,," isaknya tak kuasa menahan kesakitannya.

"Tidak ada yang bisa kamu katakan." Ucapnya seraya beranjak memasuki mobilnya sendiri dan berlalu meninggalkan Percy yang masih mematung di tempatnya. Rindi menangis sejadi-jadinya di dalam mobilnya dan membawa mobilnya tak tentu arah.

Ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi, ia keluar dari dalam mobil dan bersandar ke mobilnya sendiri dengan menatap hamparan taman yang sudah tak di gunakan.

"hikzz...hikzz...hikz..."

Rindi menangis sejadi-jadinya dengan memeluk tubuhnya sendiri dan menundukkan kepalanya. Sakit hatinya tak mampu dia bendung lagi. "hikz...hikz...hikz...."

"KENAPAAAAAA??? KENAPAAA KAMU LAKUKAN INI, PERCYYYYY???" teriaknya meluapkan kesakitannya. "KAMU JAHAT SAMA AKU, KAMU TEGA... AKU TAK AKAN PERNAH BISA MELUPAKAN SEMUA INI,, Hikzz...hikz...hikz...."

"KENAPA? KENAPA KAMU LAKUKAN INI,, hikz...hikzz...hikz...." Isak Rindi sejadi-jadinya. "APA SALAHKU????? Kenapa?"

Tubuh Rindi luruh ke tanah dengan masih bersandar ke mobil di belakangnya. Ia menangis sejadi-jadinya dengan memeluk kedua lututnya sendiri. "Kenapa kamu melakukan ini padaku?"

"Acting yang sangat bagus." ucapan seseorang membuat Rindi menengok. Rindi segera menghapus airmatanya dan beranjak dari duduknya.

"Sedang apa kau disini?" tanyanya sinis.

"Hay nona Rindi, aku baru saja melewat dan sempat kaget mendengar orang berteriak. Aku pikir ada yang sedang gangguan." Dia memutar telunjuknya di samping kepalanya dengan berdecak kecil membuat Rindi semakin emosi.

Tanpa mengatakan apapun ia beranjak menuju pintu pengemudi mobilnya tetapi langkahnya terhenti saat orang yang tak lain adalah Dafa menarik pergelangan tangannya hingga tubuh Rindi tertarik dan menabrak dada bidang Dafa.

Dafa memeluk tubuh Rindi dengan erat dan mengusap punggungnya perlahan. "Menangislah, keluarkan semuanya. Gunakan dadaku untuk jadi sandaranmu." ucap Dafa dengan lembut membuat Rindi merasa hangat.

Memang benar saat ini dia membutuhkan sebuah sandaran yang mampu menompang tubuhnya yang sudah tak mampu lagi untuk berdiri tegak di atas tanah. Perlahan kedua tangan Rindi terangkat untuk memeluk tubuh kekar Dafa. Isakannya mulai terdengar, ia kembali menangis di pelukan Dafa dan membasahi jaket hitam yang tengah Dafa gunakan "hikz...hikzz....dia jahat." isak Rindi sejadi-jadinya.

Dafa tak berkomentar, ia hanya mengusap punggung Rindi dengan lembut dan mengusap kepalanya. "Dia sangat jahat tuan Dafa, dia berbohong dan mengkhianatiku dengan sahabatku sendiri. Apa salahku,,,hikzz...hikzz..." isaknya tanpa sadar mengungkapkan segala isi hatinya. Dafa hanya bisa mengelus punggung Rindi dan membiarkannya menangis dalam pelukannya.

***