Percy terbangun di pagi hari, dan segera menuju ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Setelahnya ia beranjak keluar kamar dan terlihat Rasya tengah menyiapkan beberapa makanan untuk sarapan.
"Pagi," sapa Rasya dengan senyumannya.
"Pagi tembem," ucap Percy membuat Rasya mengerucutkan bibirnya. "Kamu seperti itu malah semakin tembem,"
Rasya terkekeh kecil. "Andaikan bisa ada diet pipit, biar tirus."
"Tidak usah, kamu bagus kalau tembem, jadi bisa di cubitin."
"Aduh, ih sakit jibar." Rasya menepis tangan Percy yang mencubit pipinya.
Percy hanya terkekeh dan duduk di atas kursi bar dan mencomot kerupuk yang ada di sana. "Kamu tidak ada kegiatan lagi hari ini?"
"Tidak, kenapa? Kamu mau ajak aku liburan lagi?" tanya Rasya duduk di kursi tepat di hadapan Percy seraya menuangkan nasi goreng ke dalam piring Percy.
"Aku ingin bersepeda, kamu mau ikut? Kita balapan sepeda,"
"Aku tidak ada sepeda, kan tau sendiri sudah lama sekali aku menjual sepedaku." Ucap Rasya menyodorkan nasi goreng itu ke Percy.
"Tidak apa-apa, kita beli saja. Sekalian belanja pakaian untukmu, bukankah selama ini aku begitu pelit tidak memberimu nafkah." Ucapan Percy membuat Rasya tertawa.
"Sadar juga," Percy terkekeh mendengarnya.
"Setelah sarapan kita belanja yah," Rasya mengangguk antusias.
***
Selesai sarapan mereka pergi menuju mall di Jakarta, Percy mengantar Rasya untuk berbelanja pakaian dan lain-lain.
"Jangan nyesel yah Jibar, karena aku bakalan belanja banyak." Ucapnya membuat Percy mengangguk.
"Tenang saja, aku baru saja gajian." Kekeh Percy.
"Whoaa mantap kalau begitu, aku bisa belanja banyak." Kekeh Rasya.
"Kamu ingat gak Sya, dulu kalau kita buka celengan kita selama satu bulan. Kita selalu habiskan dalam satu hari di mall untuk berbelanja pakaian dan juga game."
"Iya, kita habiskan semua uangnya untuk permainan di Zone."
"Kita kesana bagaimana?"
"Kita sudah terlalu tua untuk kesana, Percy."
"Kenapa tidak, kan lumayan buat seru-seruan."
"Malu,"
"Tidak perlu malu,"
Percy menarik Rasya menuju ke tempat permainan disana, Percy segera menukar uang dengan kartu permainan.
"Kita main apa dulu nih,"
"Main ini," Rasya menarik Percy ke sebuah permainan Hot Flash. "Aku ingin mengalahkanmu."
"Oke siapa takut," Percy mulai menggesek kartunya dan permainanpun di mulai. Mereka bermain dengan sangat antusias, dan sesekali tertawa saat salah satu dari mereka menang.
"Aww,, sakit Percy. Pelan kenapa." Rasya mengusap tangannya yang terkenal tembakan Percy membuatnya meringis.
Percy berjalan mendekatinya dan menarik tangan Rasya. "Belum sampai sobek, gak masalah lah." Ucapnya melepas pegangannya membuat Rasya mencibir kesal dan menendang tulang keringnya.
"Sakit," ringis Percy mengusap kakinya.
"Belum sampai berdarah, jangan cengeng."
Ucapan Rasya membuat Percy mencibir kesal dan berlalu pergi menuju permainan lain.
Rasya menarik Percy menuju permainan Bom Bom Car. Percy menaiki satu mobil dan Rasya juga.
Permainan di mulai, Rasya dan Percy balapan dengan saling bertabrakan. Percy selalu saja dengan sengaja menabrak mobil Rasya membuat Rasya membalasnya. Mereka terus melakukan itu dengan begitu antusias, seakan mereka baru menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang.
Setelah permainan itu, mereka melanjutkannya ke permainan basket, mereka saling melemparkan bola ke dalam ring. Percy dengan jahilnya menyentuhkan bola itu ke kepala Rasya membuat Rasya memukulnya karena kesal.
Setelah puas menjelajahi berbagai permainan disana, kini mereka menuju ke butik pakaian. Rasya memilih pakaian untuk dirinya.
"Ini, cobalah." Rasya membeku melihat Percy menyodorkan beberapa pasang pakaian untuknya.
"Banyak sekali,"
"Ayo cepat cobalah," Percy menyerahkannya ke lengan Rasya dan menarik pundaknya menuju ke ruang ganti.
Percy duduk di sofa dengan mengecek handphonenya, tak ada pesan atau panggilan dari Rindi sama sekali.
Tak lama Rasya keluar dari dalam ruangan, dengan mencoba berbagai jenis pakaian. "Cocok, bungkus semuanya." Ucap Percy pada pelayan disana.
"Percy, kamu tidak salah. Untuk apa pakaian sebanyak itu."
"Untuk kamu pakai lah Temben, masa iya kamu buang."
"Aku tau, tapi ini kebanyakan."
"Aishh, kamu berisik sekali. Sudah diamlah dan bawa semua barang ini," Percy menyerahkan beberapa kantong belanjaan ke tangan Rasya.
Rasya berjalan mengikutinya dengan menggerutu kecil. Ini seperti akan merayakan hari raya idul fitri dan pamer ke teman-teman dapat berapa pasang pakaian. Dan di pastikan Rasyalah pemenangnya karena sangat banyak.
***
Mereka juga sempat mampir ke toko sepeda dan membeli sepeda untuk Rasya. Sepeda yang begitu cantik dan indah.
Sepeda dengan warna yang bagus dan terlihat antik, perpaduan warna putih dan coklat kayu. Dan keranjang bunga di depannya semakin membuat sepeda itu cantik tetapi tidak terlihat feminim sesuai karakter Rasya.
"Ambil yang ini," ucap Percy membuat Rasya menoleh padanya.
Percy beranjak untuk melakukan pembayaran dan sudut bibir Rasya terangkat ke atas. Ia tau kalau Percy juga begitu memperhatikannya dan tau apa yang Rasya suka dan yang Rasya tidak suka.
"Baiklan panda tembem, ini sepeda untukmu." Ucap Percy mengusap kepala Rasya saat Rasya tersenyum lebar menyentuh sepeda itu.
"Aku sangat menyukainya, Jibar." Kekehnya.
"Ya sudah kamu pulang naik sepeda saja," ucap Percy membuat Rasya menengok ke arahnya.
"Yang benar saja, kamu mau membuat kakiku sebesar talas bogor." Pekiknya membuat Percy terkekeh.
"Ayo pulang, nanti akan di antarkan ke apartement." Rasya mengangguk dan mengikuti Percy meninggalkan tempat itu.
***
Sore itu Percy pergi ke rumah sakit, sudah dua hari dan tak ada kabar apapun dari Rindi.
Sesampainya disana, langkah Percy terhenti di depan pintu yang terdapat kaca kecil. Ia dapat melihat Rindi tengah berjalan di atas kaki Daffa dengan kekehan mereka berdua.
Daffa begitu perhatian dan perduli pada Rindi, hingga senyuman indah itu kembali terlukis indah di bibir Rindi.
Percy tersenyum kecil melihatnya. Ia bersyukur melihat Rindi bisa bahagia kembali,
"Percy,"
Percy menengok ke sampingnya dimana Dhika berada. "Sore Om," ucapnya.
Dhika berdiri di samping Percy menatap ke arah pintu dimana Rindi hampir terjatuh dan di tahan Daffa. Jadilah Rindi jatuh ke atas tubuh Daffa dan tawa keduanya terdengar begitu ringan.
"Apa kamu marah dan kesal?" tanya Dhika membuat Percy tersenyum kecil.
"Sedikit, tetapi aku senang melihatnya kembali tersenyum. Sudah lama sekali dia kehilangan tawa dan senyumannya itu."
"Dalam cinta terkadang harus belajar untuk melupakan apa yang kamu rasakan dan mulai menemukan apa yang pantas kamu dapatkan." Percy menengok mendengar penuturan Dhika barusan.
"Bukankah cinta yang tulus itu tidak harus selalu berakhir bersama dan bahagia, dengan cara mengikhlaskannya bersama oranglain yang bisa membuatnya bahagia." Percy kembali menatap ke jendela itu dimana Daffa membopong tubuh Rindi ke atas brangkar dan memijit kakinya.
"Sekuat tenaga kamu dan dia berjuang, sepenuh hati kamu mencintainya. Jika bukan dia yang di tuliskan tuhan untukmu. Maka Relakanlah." Dhika menepuk pundak Percy.
"Kehidupan tidak hanya sampai disini, masih ada wanita lain yang menunggumu disana." Setelah mengatakan itu, Dhikapun berlalu pergi meninggalkan Percy sendirian.
Percy menatap bunga di tangannya, ia menyimpan bunga itu di atas kursi tunggu dan berlalu pergi meninggalkan ruangan itu dengan ucapan Dhika yang terus terngiang di telinganya.
***
Rasya tengah bernyanyi di cafe tempatnya bekerja dan mengisi kekosongan dengan bernyanyi. Ia menyanyi tanpa memainkan piano. Ia bernyanyi dengan begitu mengkhayati hingga tatapannya berbinar saat melihat Percy memasuki cafe itu dan duduk di salah satu meja.
Percy tersenyum dan melambaikan tangannya pada Rasya membuat semangat Rasya bertambah dengan kehadiran Percy.
"Hai," Rasya menghampiri Percy setelah selesai bernyanyi.
"Pilihan lagu yang tepat," ucapnya membuat Rasya terkekeh. Ia mengambil duduk di hadapan Percy dan memesan minuman untuknya karena Percy sudah memesan kopi.
Tak jauh dari sana, Hezky memperhatikan mereka berdua dengan tatapan tak terbaca.
"Aku tidak menyangka kamu datang kesini." Ucapnya.
"Aku pulang cepat dari kantor dan ingin menjemputmu." Ucapnya.
'Kenapa akhir-akhir ini Percy begitu baik padaku? Apa ini karena sebentar lagi kami akan berpisah. Apa dia tetap akan menceraikanku setelah 6 bulan bersama.'
"Woy, siang-siang melamun. Kesambet tau rasa lho," Rasya tersenyum mendengar penuturan Percy.
Tak lama pesanan Rasya datang dan segera menyeduh minumannya. "Lama tidak mendengarmu bernyanyi, suaramu makin bagus saja. Apa peralatan band di tenggorokanmu di tambah?"
Rasya terkekeh mendengarnya. "Ngawur kamu,"
Tak ada yang membuka suara selain helaan nafas mereka. "Bagaimana dengan Rindi??"
Pertanyaan Rasya membuat Percy membeku. 'Haruskah disaat seperti ini membahas Rindi?'
"Dia baik," ucapnya menyeduh minumannya.
"Ada apa?"
"Tidak ada, aku hanya ingin memberi dia waktu dan memberi waktu juga untukku."
"Waktu untuk apa Per?"
"Apa saat ini kita harus membahas ini, Sya?" Rasya terdiam mendengar ucapan Percy yang terlihat sinis.
"Maafkan aku,"
"Sudahlah, ayo sebaiknya kita pulang dan membeli makan." Rasya mengangguk dan beranjak untuk mengambil tasnya di belakang.
"Rasya," langkahnya terhenti saat Hezky menghadangnya. "Ada apa dia datang?"
"Tidak ada, dia hanya ingin menjemputku." Ucapnya.
"Loe baik-baik saja kan, dia gak nyakitin loe lagi?"
"Tenanglah Hez, gue bahagia bisa berada di dekatnya. Dan gue tidak ingin memikirkan hal lainnya, cukup menikmati saat saat seperti ini." Ucapnya diiringi senyumannya dan berlalu mengambil tasnya.
***
Rindi duduk di atas brangkarnya dengan menyentuh kelopak bunga yang Percy simpan di atas kursi tunggu di luar ruangannya.
Rindi bukannya tak sadar kehadiran Percy, dia mengetahuinya dan meminta Daffa untuk berpura-pura menghiburnya.
Setetes air matanya luruh membasahi pipi, beberapa hari lalu ia mendengar semua ucapan Percy di malam itu.
Dia juga bercerita kepada sang Papa dan Elza yang merupakan saudara dari Papanya. Elza menasihatinya banyak hal tentang kehidupan dan juga cinta.
"Aku melepaskanmu dengan Faenmu, Percy." Air matanya kembali luruh membasahi pipi.
Sekuat apapun dia berusaha tegar, rasanya tetaplah sangat sakit. Ia memilih untuk menyerah dan melepaskan Percy.
Dia mencintai Percy tetapi dia tidak ingin membuat Percy semakin tertekan.
Ia melihat handphonenya dimana video Rasya dan Percy yang tengah bermain di zone center mall weekend kemari.
Air mata terus luruh membasahi pipinya. Isakan kecil keluar dari bibirnya yang bergetar,
Hanya kesunyian malam yang menjadi saksi kesakitan dan kerapuhan dari seorang Rindi.
'Aku tidak akan melupakannya, aku akan tetap mengenangn dan mengingatnya. Dengan begitu aku dapat terus mencintainya walaupun itu sangat menyakitkan....'