webnovel

BAB 7.

RAY

Sepeninggal Oscar aku kembali sibuk dengan pekerjaan. Aku sudah menemukan penthouse lima kamar tidur untuk kami di Bangkok sejak semalam. Untung, setelah pencarian panjang, aku menemukan yang pas dan sesuai untuk kami. Mereka bersedia menyewakan meski hanya untuk satu minggu. Kurasa seminggu waktunya cukup hingga misi selanjutnya selesai.

Aku mempunyai permintaan spesial sejak aku membayar uang sewa semalam. Apa yang kuminta akan selesai dalam kurun waktu tiga jam lagi.

Aku mengangkat wajah saat melihat kursi di depanku bergerak.

"Halo, Jake." Aku tersenyum melihat ke wajahnya. Jake mengangguk pelan hampir tanpa ekspresi. Aku bisa melihat raut kesedihan di wajahnya.

Kami membicarakan misi baru yang harus dijalaninya demi mendapatkan imbalan menyadap sesi terapi Florence.

"Apa?! Di sana banyak homo?!" Jake berkata kepadaku dengan emosi yang menggelegak.

"Yang kau selidiki memang pasangan homoseksual, Jake." Aku berkata dengan nada lirih dan pelan.

"Jake ...." aku mendesah di dalam hati sambil memejamkan mata. Aran melihat ke arahku. Bagaimana jika dia mengenaliku? Aaaah, Jake!

Aku ketakutan.

Ya Lord ... aku bosan berurusan dengan mereka.

"Kau menyuruhku jadi penari telanjang untuk para homo?!" nada suaranya terus meninggi, "Batalkan kasus ini!" Jake semakin kalap.

"Tidak bisa! Aku sudah menerima uang pembayarannya!" Aku bicara dengan nada semakin pelan dan rendah.

Tidak! Bagaimana jika Aran mengenaliku?!

Brak!

Jake menggebrak meja.

My Lord ... semua orang memperhatikan kami, termasuk Aran.

"Jake, sabar. Jake. sabar." Aku beringsut lebih dalam ke kursi, "Lihat ke sekelilingmu," ucapku tersenyum rumit. Begitu banyak tatapan liar dan nakal ditujukkan kepadanya.

Wow! So hot! Aku yakin itu yang ada di pikiran beberapa laki-laki di sini. Ya, kecuali Aran dia malah menatap dalam ke arahku.

Ugh … aku harus menutup wajahku saat Jake berteriak. Aku takut Aran mengenaliku. Tidak lucu jika dia mengenaliku lalu menuntut ke polisi karena aku mengigitnya.

Jake menatap ke sekeliling.

Aha! Raut wajahnya berubah. Pandangan matanya bertemu Aran. Kurasa Jake sudah dinantikan penampilannya, bahkan sebelum dipublikasikan kapan waktunya dia tampil.

Jake akhirnya melunak. Sepertinya dia mengerti sekarang. Syukurlah tidak lama kemudian Dexters, Mekhala dan Aran pergi. Meski berlangsung alot, akhirnya aku bisa membujuk Jake menjadi male stripper setelah dia membuat kami berdua malu. Apa alasan yang mampu membuatnya berubah pikiran? Tentu saja tidak lain karena Florence. Hanya Florence yang bisa merubah pendiriannya.

Jake akhirnya pulang ke vila membereskan barang-barangnya dan aku kembali melanjutkan pekerjaan. Aku sudah mendapatkan gambar dari Arlo dan Daniel.

Ups! Ponselku tersenggol siku-ku dan jatuh ke lantai. Aku mengambilnya dan Oh, Wow! Sepasang kaki indah itu berlalu di depanku. Dadaku berdebar dengan cepat. Kepalaku tiba-tiba terasa berdenyut.

Aku mengangkat wajah. Seorang gadis super cantik berlalu melewati diriku. Betis dan pahanya ... Ugh! Darahku berdesir. Aku ingin sekali menyentuhnya.

Sial! Aku tidak suka dorongan rasa ini di saat tidak tepat seperti ini. Mataku mengekori gadis tersebut. Dia duduk ke sebuah meja. Bergabung bersama teman-temannya. Dia sangat cantik dan seksi. Aku menyapukan pandangan pada leher dan dada yang menyembul dari balik kaos v-neck yang dikenakannya. Aku memejamkan mata. Ingin sekali menempelkan bibirku di sana.

"Sial! Sial!" Konsentrasiku pecah dan terberai. Aku butuh pelepasan.

Di layar laptop aku melihat Daniel mengajak Rossi bicara, sementara itu Arlo menyelipkan alat pelacak ke koper. Rossi datang bersama seorang lelaki. Sial! Aku tak bisa konsentrasi. Aku membuka situs penyedia layanan wanita. Aku harus menyelesaikan ini, jika tidak aku tidak bisa bekerja.

Setelah memesan wanita sesuai keinginanku. Aku membuat janji temu di sebuah hotel. Aku menutup laptop dan segera pergi menuju hotel. Aku yakin teman-temanku bisa menyelesaikan ini. Sangat mudah bagi mereka jika hanya mengambil foto dan menyusupkan alat pelacak saja.

Aku check in di sebuah hotel berlantai enam dengan kualitas bintang lima. Sangat bagus hanya untuk 'penyelesaian' saja. Sambil menunggu wanita itu datang aku kembali mencoba bekerja. Sialnya tidak ada yang bisa aku kerjakan. Semua dalam keadaan tegang. Tidak hanya saraf otakku, tapi 'juniorku' tak kalah tegang.

Aku sudah sangat ingin bercinta. Sangat-sangat ingin. Argh! Aku tidak sabar lagi. Keinginan ini sangat meluap-luap. Satu jam berlalu. Bel di kamarku berdenting. Aku membuka pintu dengan semangat. Seorang wanita mungkin seumuranku berdiri di depan pintu. Dia secantik yang kulihat di website itu.

"Come in." aku membuka pintu lebar-lebar sambil tersenyum.

"Thank you," ucapnya sambil tersenyum manis. Dia menatapku lekat-lekat. Aku tahu arti tatapan itu. Dia menyukaiku.

Dia cantik sekali. Sangat cantik. Luar biasa cantik. Ia mengenakan dress terbuka di bagian pundak. Separuh dadanya terekspos dengan indah. Dia membungkus kedua kakinya memakai boots yang menutup hingga separuh betis. Dia berjalan melaluiku. Dadanya terlihat sangat berisi. Saat dia berjalan bokong bergerak seirama dengan langkah kakinya yang seksi.

Ugh ... desiran hasratku semakin menggebu-gebu. Aku sudah bisa membayangkan mengecup dan meremas dadanya dengan lembut. Imajinasi liar mengambil alih seluruh otakku.

Namun, aku merasa canggung. Aku harus memulai dengan cara apa? Apakah aku langsung melepaskan pakaianku begitu saja? Atau aku yang menyergapnya lalu melepaskan pakaiannya?

Argh, ini terasa aneh bagiku. Ini kali pertama aku memesan layanan wanita. Biasanya saat di UK aku hanya pergi ke kelab malam. Berkenalan dengan wanita yang kusukai yang juga menginginkanku. Kami pulang dalam keadaan mabuk ke apartemenku atau ke apartemennya. Bercinta karena kami saling suka dan tertarik, sehingga tidak ada kecanggungan.

Jika keadaannya seperti ini, sumpah! Aku terdiam membatu memperhatikan dia. Tidak tau harus berbuat apa. Aku duduk di tepi kasur.

"Hey, Listen. I'm in the middle doing something. So ... can we make it fast?" Aku menatap lekat wajah wanita itu.

Dia terdiam. Menatapku bingung. Bagus! Dia tidak mengerti apa yang kuucapkan. Aku semakin tidak tahu harus berbuat apa.

Namun, dia tiba-tiba saja melepaskan dress di tubuhnya. Menyisakan celana dalamnya yang berwarna hitam. Celana itu terlihat tidak biasa bagiku. Mungkin model baru? Entahlah ... ada semacam resleting di depannya.

Pandanganku seketika menggelap. Aku mendekatinya. Aku segera menyentuh dadanya yang membusung indah. Meremasnya penuh gairah yang menggebu-gebu. Aku mengecup dadanya, hasratku semakin mengila.

"Sssttt ... aaah." Dia mendesah pelan sambil memejamkan mata.

Seluruh tubuhku meremang mendengar desahan nikmat yang dia desiskan. Milikku semakin menegang. Celanaku terasa sangat sesak. Aku melumat puncak dadanya sambil memilinnya dengan lembut menggunakan lidah.

"Aaaaah." Dia memejamkan mata rapat-rapat.

Lehernya melengkung ke belakang. Tangannya juga meraba 'milikku' dengan gerakan lembut lalu berubah liar saat dia merasakan milikku sudah menegang dengan sempurna. Dengan tidak sabar dia melepaskan celanaku lalu ia berlutut tepat di hadapanku.

"Argh ...." Dia mengulum milikku. Rasanya luar biasa. Aku menikmati sesapan, kecupan, cecapan dan kuluman yang terus dia berikan tanpa henti. Aku terasa melayang tinggi. Sensasi rasanya begitu nikmat.

Aku menahan kepalanya agar berhenti. Aku tidak sanggup lagi. Rasanya aku hampir meledak. Aku menarik lengannya agar dia berdiri. Kemudian aku menyentuh pingangnya bermaksud untuk melucuti celananya, tapi dia menahan tanganku dan aku menatapnya dengan bingung.

"Take it off," ucapku.

Dia menelungkupkan dirinya ke kasur dan mengarahkan bokong padaku. Ia menurunkan sedikit celananya. Bokongnya yang bulat terlihat indah.

"Kau sangat seksi," desisku dengan suara parau.

Namun, tunggu dulu .... ada yang aneh di sini.

Kenapa dia hanya membuka celananya sedikit? Kenapa dia menunjunjuk tempat yang tidak seharusnya kumasuki? Apa yang dia minta sebenarnya sudah umum bagi sebagian orang. Tapi aku ... bukan penyuka anal sex.

Aku membalikkan tubuhnya dengan kasar. Dia sangat terkejut dengan sikapku yang begitu tiba-tiba. Aku menurunkan celananya dengan paksa dan cepat meski dia mencoba menahannya.

"What?! What the hell! Sial! Kau menipuku, hah?!" Aku berteriak histeris penuh kemurkaan dan dia ketakutan melihatku.

Aku lebih ketakutan lagi saat melihat 'miliknya' sama persis dengan milikku! Mencuat tinggi dan tegang, sangat serupa sepertiku. Aku baru saja mencumbui seorang lelaki, lalu dia mengulum 'milikku' penuh nafsu. Parahnya lagi aku menikmatinya?!

Oh, God. Itu tadi enak sekali meski sangat menjijikan saat aku tahu kenyataannya.

"I want lady not ladyboy!" Aku mencengkram erat rahangnya. Dia terdiam. Tidak melawan atau beraksi apa pun.

Amarahku menggelegak hingga ke ubun-ubun. Aku bergidik. Seluruh bulu halus di sekujur tubuhku meremang. Aku melepaskan cengkraman tanganku di rahangnya lalu memakai kembali celanaku yang tertahan di pergelangan kaki. Aku menyeretnya keluar kamar dan melemparkan pakaiannya begitu saja.

"Oh, tidak! Ini malapetaka! Lord ampuni aku. Aku tak sengaja. Maafkan aku menikmatinya. Aku kira dia benar lady, ternyata ladyboy. Maafkan aku."

Aku segera ke kamar mandi.

"Dasar situs sial. Penipu!" Aku terus mengumpat. Aku sangat kesal dan marah.

Aku mengosok tubuhku dengan keras. Sebotol sabun dan sampo pemberian hotel sudah habis kupakai untuk mandi. Namun, aku masih belum merasa puas. Mungkin aku harus mandi dari air samudra di lima benua baru aku merasa nyaman. Aku menggosok gigi puluhan kali dan muntah puluhan kali saat teringat menciumnya tadi. Perutku terasa diaduk-aduk tanpa henti.

"Apa salahku hingga aku terus dihadapkan dengan situasi ini?!"

Aku memandangi wajah pucatku di cermin. Aku kembali muntah. Terus muntah hingga tidak ada lagi makanan dan minuman yang bisa kumuntahkan. Aku lemas dan tubuhku sempoyongan.

Aku mengambil laptop dan menyerang situs yang sudah menipuku. Harusnya mereka sertakan di sana dia Ladyboy. Gambar dia tadi hanya separuh badan.

"SITUS INI DIBLOKIR KARENA KASUS PENIPUAN!"

Situs itu sudah kublokir. Tidak ada yang bisa membukanya. Setiap ada pengunjung ke halaman itu pasti mereka menemukan tulisan yang kubuat. Setidaknya mereka membutuhkan waktu tiga hari untuk membukanya bahkan dengan IT terbaik yang mereka miliki sekalipun.

"Oke. I do it solo." Aku tersenyum miris.

Lagi … aku meraih laptop untuk berselancar di situs hot movie. Itulah kenapa aku bilang laptopku adalah cintaku. Dia selalu menyenangkanku dengan caranya. Aku memejamkan mata rapat-rapat. Permainanan ini sudah hampir selesai.

"Argh ... argh .... Come on, Baby!" imajinasiku menggila saat melihat gadis di dalam video itu mendesah nikmat penuh gairah.

"Aaaaah... aaaaah ... aaaah ...." Aku mempercepat gerakanku.

Drt ... Drt ... Drt ….

Ponselku terus bergetar tanpa henti.

"Argh ... Fuck!" Aku menghentikan kegiatanku dengan sangat terpaksa.

"Halo!" sahutku dengan perasaan kesal. Napasku terengah-engah.

"Hey, Dolphin! Kau di mana? Berapa lama lagi kami harus menunggu?! Mobil angkutan sudah datang sejak lama!" Oscar berteriak nyaring.

Aku menjauhkan ponsel dari telinga. Suaranya membuat telingaku terasa pengang dan berdengung.

"Oke-oke. Aku kirimkan alamatnya sekarang. Kita bertemu di sana."

Aku mengirimkan peta online pada Oscar dan semua teman-temanku yang lain. Termasuk Arlo dan Daniel agar mereka menyusul ke sana.

Ugh! Sial! Aku berkali-kali mengutuk kesialan hari ini. Lagi-lagi aku gagal mendapatkan sedikit kesengan. Aku segera berpakaian dan pergi dari hotel itu naik taksi online menuju tempat tinggal kami yang baru.

Setelah empat puluh lima menit perjalanan, aku tiba di gedung apartemen 'Royal Living'. Aku melangkahkan kaki ke lobi. Teman-temanku masih belum tiba. Aku melangkah ke meja resepsionis untuk mengambil kartu akses setelah sebelumnya menyerahkan bukti pembayaran. Aku menanyakan apakah permintaan khususku sudah selesai. Wanita cantik berbalut seragam rapi itu menjawab, "sudah."

Aah … Akhirnya aku bisa mendapatkan hiburan setelah semua yang terjadi. Aku tidak bisa menahan senyuman yang terkembang di bibirku. Aku duduk di lobi menunggu teman-teman datang. Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit mereka akhirnya tiba.

"Kau ke mana tadi?" Jake menatap wajahku sangat dalam. Aku merasa tidak nyaman diperhatikan seperti itu. Tidak mungkin aku mengatakan, barusan aku memesan wanita di website penyedia wanita, tapi aku ditipu. Lalu berusaha 'solo' pun diganggu.

Penipuan yang terjadi kepadaku adalah rahasia terbesar dalam hidupku setelah Tim Dark Ocean. Jadi, mati pun aku tidak akan sudi menceritakannya.

"Aku cuma bersenang-senang sedikit," ucapku sambil tertawa pelan.

Kami melangkah dan membawa barang-barang kami menuju private lift diantarkan pegawai. Royal Living apartemen cukup mewah yang memiliki 18 lantai. Lift kami langsung menuju ke lantai 18. Penthouse yang kami sewa.

"Klien yang membayar ini semua?" tanya Daniel saat lift bergerak naik.

"Hum..um. Aku membayarnya menggunakan uangku dulu. Nanti ditagihkan," ucapku sambil mengedipkan sebelah mata.

"Hati-hatilah, Ray. Di sini kau tidak bisa sembarangan mengedipkan mata." Oscar terkekeh pelan.

Aku tersenyum hambar. Setelah semua yang terjadi padaku tadi, bagaimana mungkin aku bisa tertawa? Mungkin aku harus menertawakan nasibku hari ini. Namun, aku yakin sebentar lagi aku yang menertawakan mereka.

Ting!

Lift sudah sampai di lantai 18. Kami segera memasuki penthouse yang kusewa. Aku melangkah masuk. Kami disambut ruang tamu dan ruang tengah yang luas. Meja makan dengan enam kursi terletak di sisi kanan. Ruang keluarga dengan layar LED besar menempel di dinding. Semua sesuai dengan yang aku lihat ketika menghubungi tim pemasaran. Lima kamar tidur untuk Tim Dark Ocean.

Teman-temanku juga menjelajahi penthouse, mereka ke balkon untuk melihat pemandangan kota. Aku mengedarkan pandangan mencari pesananku.

"There you are," ucapku dengan mataku yang berbinar.

"Apa yang kau cari?" Oscar menepuk pundakku.

"Tiang?" Oscar memperhatikan sebuah tiang stainless yang menyatu di lantai dan langit-langit ruang tengah.

"Ini menurutku saja atau menurut kalian juga begitu? Ini tiang untuk penari, bukan?" Oscar menatap bingung tiang itu kemudian melemparkan pandangan kepada teman-teman lain.

"Kita akan mendapat penari tiang malam ini," aku tersenyum lebar melihat ke wajah Jake. Dia memalingkan wajahnya dengan rona marah.

"Kau serius? Akan ada penari yang dipanggil ke sini?" Daniel bertanya dengan mata terbelalak. Dia sepertinya antusias.

"Ya, kita beruntung bisa melihat penampilan perdana mereka!" aku tertawa gelak. Aku bisa membayangkan bagaimana dan apa yang akan terjadi.

Jake berlalu dariku dengan wajah masam.

"Hei ada apa ini? Apa kami melewatkan sesuatu?" Arlo bertanya sambil membuka tangan. Dia menuntut jawaban saat melihat sikap Jake.

"Kalian akan segera mengetahuinya. Kita istirahat dulu lalu makan malam. Setelah itu aku ada urusan yang harus diselesaikan bersama Jake." Aku memasuki kamar merebahkan tubuhku yang lelah.

***

Di perjalanan pulang dari klinik Joanna ....

"Apa-apaan itu, Jake? Kau hampir membongkar penyamaran kita! Aku sial sekali beberapa hari terakhir. Malam ini aku bahkan hampir babak belur dipukul Joanna menggunakan besi." Ray merengut dan terus mengoceh tidak terima.

"Sudah kubilang, kau katakan saja perasaanmu. Kau bilang saja berada di sini malah memilih cara sulit!" Si Dolphin mengomel tanpa henti. Menggerutu bagai nenek tua.

"Jake!"

"Hum ...." sahut Jake malas.

"Apa kau merasa lebih baik setelah diterapi?"

"Tidak ada terapi apa pun yang membuatku merasa lebih baik, jika setelahnya aku harus menari telanjang untuk laki-laki.

Aku akan menari sambil menelanjangi wanita dengan ikhlas. Pilihan itu lebih baik!" Jake memalingkan wajahnya dengan kesal.

"Aku juga mau kalau menelanjangi wanita. Asal jangan wanita gadungan!" Ray mendengus kesal.

"Ada apa dengan wanita gadungan? Kau mau mencobanya? Aku yakin mereka menyukai pria manis sepertimu."

"Berhenti mengatakan aku manis!" Ray merengut.

"Kau memang manis." Jake tertawa gelak, "Kau tadi ke mana? Aku tahu ... kau ke hotel, bukan? Kau mencoba wanita gadungan? Ide bagus itu. Di Thailand memang surganya mereka. Bagaimana, enak?

"Sialan kau, Jake!" Ray membuang wajahnya.

"Kau benar mencobanya?! Wajahmu merona" Jake menarik dagu Ray.

"Bangsat!" Ray meradang.

"Hey, kau marah? Ada apa, Bro? Terjadi sesuatu? Mereka tidak memperkosamu, bukan? Jika itu terjadi, I am the first person who will cut hisdick!" Jake menatap dalam mata Ray. Nada bicaranya sungguh-sungguh. Di tahu Ray terluka.

"Tidak. Tidak seperti itu."

"Tidak seperti itu? Lalu seperti apa?" cecer Jake.

"Tidak. Maksudku tidak ada hal seperti itu. Tidak ada hubungannya antara aku dan wanita gadungan," kilah Ray cepat. Pembicaran ini sugguh tidak nyaman baginya.

"Oke. Jika ada sesuatu katakan saja. Jangan sungkan," ucap Jake dengan napas berat. Dia tau telah terjadi sesuatu.

"Lalu bagaimana wanita itu? She good?" Jake penasaran.

"Yeah! She is fucking good, Man!" Ray terkekeh pelan. Wanita jadi-jadian itu bahkan tidak seharusnya menyandang panggilan "She".

"Lalu kenapa wajahmu begitu? Kenapa kau terlihat lusuh seperti uang kertas yang tidak sengaja tercuci di dalam saku?"

"Aku merasa sial terus. Beberapa waktu lalu aku ke Indonesia menemui seorang teman. Kau tahu ... di sana ada tradisi mandi bunga untuk membuang sial. Aku rasa aku patut mencobanya."

"Ya, kau bisa menyelam air bunga di bath up. Kau perlu alat diving? Supaya kau bisa menyelam. Kurasa itu lebih efektif daripada sekedar mandi.

"Sial!" Ray mengumpat.

Sopir yang membawa mereka terkekeh pelan mendengar pembicaraan dua sahabat itu. Sesekali Jake meraih kepala Ray lalu menggosoknya dengan gemas. Dia mencintai Ray. Si Dolphin bagai adik kecil baginya.

Mereka tiba di penthouse tengah malam. Seperti janji Ray sebelumnya, mereka akan membicarakan detil kasus baru yang mereka tangani. Ia mengkoneksikan laptop ke layar LED di dinding.

"Klien kita Giovanni ingin kita mengawasi suaminya, Rossi." Ray memunculkan foto Rossi yang sudah didapatkan Arlo dan Daniel. Jake dan teman-temannya mendengarkan dengan teliti.

"Tidak asing dengan nama ini, Jake? Yup, benar sekali ini Giovanni Morino-mu."

"A..pa?!" Jake terkejut.

"Rossi sudah memesan tempat eksklusif di kelab malam. Karena itu kalian menyusup ke sana. Giovanni ingin bukti nyata. Bukan hanya sekedar foto suaminya duduk bersama pria lain."

"Ray, bicara yang jelas! Kau membuatku berpikir lain." Daniel menyela.

"Apa yang kau pikirkan benar. Giovanni ingin foto atau video Rossi bercinta dengan orang lain. Dia ingin alasan kuat untuk membunuhnya!"

"Jake, Oscar, berlatihlah!" Ray melemparkan flash disk.

"Apa ini?" tanya Oscar. Dia memainkan flash disk kecil di tangannya.

"Itu berisi video para stripper. Dan mereka laki-laki. Kalian harus tampil bagus. Aku sudah menyiapkan tempat untuk kalian." Ray menunjuk tiang yang dipesannya.

"Sialan!" Jake merebut flash disk itu dari tangan Oscar lalu menginjak-nginjaknya sampai hancur berkeping-keping.

"Aku tahu kau pasti melakukan hal itu." Ray terkekeh pelan. Dia mengambil ponsel lalu mengirimkan video itu lewat email ke ponsel Oscar dan Jake. Dia juga menayangkan video penari lelaki di layar LED.

"Kau!" Oscar dan Jake. Maju bersama-sama. Ray lari ke kamarmya lalu mengunci pintu.

Bak ... Bak ... Bak!

"Ray, buka!" Oscar dan Jake menggedor pintu.

"Jika pintu rusak, kita harus mengganti. Aku akan memotong gaji kalian untuk mengganti pintu!" seru Ray dari dalam kamar.

"Aku akan mengganti sepuluh pintu demi menyeretmu keluar!" Oscar emosi. Dia tidak tahu Ray menjadikannya sebagai penari telanjang. Mau tidak mau Ray membuka pintu.

"Dengar, Kawan. Tolong lakukan demi aku. Mereka terus saja melecehkanku. Tidak Aran tidak wanita gadungan. Bahkan Joanna wanita asli pun hampir memukulku!

Tolong. Aku mohon. Jangan sampai semua kesialan ini sia-sia. Kita sudah ada di titik ini. Kita di sini." Ray memandangi Oscar dan Jake bergantian.

"Wanita gadungan?" ucap Oscar dan Jake bersamaan.

"Sudahlah aku tidak ingin membahasnya. Please ... do it for me. Sekali ini saja. Jangan biarkan kita pulang dengan kegagalan."

"Baiklah, tapi katakan ada apa dengan wanita gadungan?" Oscar mencecernya.

"Aku memesan lady, tapi yang datang malah ladyboy!" Ray menundukkan wajahnya. Seketika Jake dan Oscar tertawa gelak.

"And you fuck him?" tanya mereka hampir bersamaan.

"No! But almost there. Aku keburu sadar ada yang aneh." Ray berdecak kesal. Oscar dan Jake tertawa lebih keras.