webnovel

Love You, Mio Caro...

THE ART CENTER, MELBOURNE

Dibawah tatapan penasaran mata ratusan pengunjung konser dan juga media yang sengaja datang untuk meliput kembalinya pianist muda berbakat, Marcus Stewart yang tampil sangat memukau setelah 2 tahun menghilang dari dunia music klasik. Dengan senyum tipis dibibirnya, Max yang membawa sebuket bunga mawar merah langsung menghampiri pianist yang sedang menjawab beberapa sapaan fansnya itu.

"Kau hebat sekali, anak bandel. Jenius!" seru Max bangga dengan nada menggoda seraya merengkuh hangat Marcus yang sontak tertawa riang masuk dalam pelukannya. "Love you, Mio Caro. More and more every time...." bisiknya lembut sebelum melumat bibir sensual sosok ramping yang tanpa ragu balas memeluknya kuat.

Ciuman itu terasa manis dan seringan bulu tapi berhasil membuat tubuh Marcus gemetar hebat. Jantungnya berdebar kencang. Untuk sesaat, dia bahkan lupa Max sedang memeluknya intim ditengah ballroom yang masih dipenuhi orang. Dari jarak sedekat ini, Marcus bukan hanya bisa mencium aroma sitrus yang menguar dari tubuh jangkung pria tampan yang selalu mampu mengacaukan perasaannya, tapi juga melihat Max benar-benar mencintainya.

Dalam dekapan hangat Max yang selalu membuatnya merasa sangat dilindungi, tiba-tiba saja Marcus merasa semua kesedihan, keputus-asaan dan airmata yang pernah membasahi pipinya hanya mimpi bodoh yang seharusnya tidak pernah terjadi.

"Love you, Max dan tentu saja aku ini hebat,"

Untuk menutupi kegugupannya setelah ciuman pertama mereka didepan umum, Marcus tersenyum angkuh dan menggandeng manja lengan kekar Max sambil menghirup kuat aroma harum bunga mawar dalam pelukannya. "Kau sedang malu!" Tuduhan tajam Max itu tidak disanggah Marcus yang malah mengangguk cepat dengan cengiran kecil.

Kejujuran itu mendorong Max mengulum senyum lebarnya dan mempererat pelukannya pada si bandel yang membuatnya hampir gila karena pergi disaat hubungan mereka sedang terjalin serius. "Tapi, aku tidak." Dengan acuh, Max mengecup lagi bibir Marcus yang sontak terkesiap, mungkin tidak menyangka dia akan bertindak sefrontal ini. "Aku senang karena sekarang semua orang tahu jika pianist berbakat ini milikku!" seru Max tegas, mengabaikan semua tatapan spekulasi yang sedang tertuju pada mereka.

"Kau lihat semua penonton dan kritikus itu?"

Dengan dagunya Marcus menunjuk kearah sekumpulan orang yang sedang sibuk bicara dan sesekali menatap kearahnya. Berusaha mengalihkan topic dan menahan debaran menggila yang membuatnya ingin menenggelamkan wajahnya didada bidang Max yang terlihat begitu tenang. "Aku yakin sebagian dari mereka datang untuk menertawakanku. Tapi, aku sudah membuktikan jika mereka salah dan aku akan tetap jadi pianist terbaik!" serunya pongah dengan ekspresi nakal sebelum menyeringai licik.

Mendengar kesombongan yang sangat familiar itu, Max hanya memutar malas bola matanya sebelum mengusak sayang rambut ikal sosok angkuh yang dicintainya. "Bisa kulihat mereka sangat terkejut dan tak lama lagi kau akan muncul di headline semua media. The Face kembali dan langsung menggebrak dunia music!" Dengan senyum tipis dibibirnya Max mengangguk pada beberapa orang yang dikenalnya sambil merengkuh si bandel yang akan selalu menjadi sumber tekad dan kekuatannya keluar dari gedung pertunjukan.

"Kata-katamu berlebihan, Max." Protes Marcus cepat, sedikit pun tidak tulus. "Tapi aku memang pantas untuk pujian itu." Pianist muda itu sontak menyunggingkan senyum lebar saat petenis tampan yang sedang memeluknya mendengus kecil, seperti sedang menahan tawa sebelum mengecup lama pipinya yang sudah memanas.

Bahagia, itu yang sedang Marcus rasakan karena perhatian manis dari pria yang sepertinya tidak peduli mereka sudah menjadi pusat perhatian semua orang. "Aku senang kau bisa menyempatkan datang diantara jadwal latihanmu yang padat." Bisiknya lembut seraya berjinjit untuk memangut pelan bibir tipis Max yang sedang menatap penuh arti padanya.

Meski sudah berusaha keras untuk memasang ekspresi dingin, jantung Marcus tetap saja berdebar kencang. Dia merasa seperti anak kecil yang tertangkap basah karena baru saja memecahkan kaca jendela. "Semua orang terus menatap kita, Max!" gumamnya dengan suara yang sedikit bergetar walau sorot matanya dipenuhi kilau bahagia dan senyum kecil tidak lepas dari bibirnya.

"Mereka hanya iri karena kau berhasil memiliki pria tampan ini!"

Kalimat arogan Max yang menggerikan itu berhasil memancing tawa keras Marcus dan sukses mendorong pandangan mata semua orang semakin tertuju pada mereka. "Ya Tuhan, ada apa dengan egomu, Mr. Sutherland!" kecam sosok berambut ikal itu dengan senyum tertahan karena kali ini yang mereka terima bukan lagi lirikan ingin tahu, melainkan tatapan tajam penuh selidik.

Marcus bahagia, sangat.

Walau disisi lain, dia juga masih merasa sedikit takut. Hubungan yang mereka jalin bukan sesuatu yang mudah diterima dan mungkin akan mempengaruhi karir dan masa depan mereka. Namun, seberat apapun itu, dia sudah berjanji akan tetap bersama Max kali ini. Dia tidak akan pernah menyerah dan siapa pun tidak akan bisa membuat Marcus mengubah keputusannya lagi.

"Marcus, tunggu! Apa benar gossip jika Max adalah kekasih anda?"

Tanpa melepaskan pelukan Max yang sedang melingkari pinggangnya, Marcus berbalik dan tersenyum lebar pada media yang langsung menyerbu mereka ditengah lobby yang dipenuhi orang-orang yang mungkin sedang menunggu pernyataannya. "Aku senang sekali kalian semua bisa hadir disini. Tulis berita yang bagus ya." Bukannya menjawab pertanyaan frontal tadi, Marcus malah sengaja bersikap seolah dia tidak mendengarnya.

Jawaban diplomatis itu sepertinya tidak berhasil memuaskan rasa lapar media yang sudah tidak sabar untuk mendapatkan berita panas. Dengan penuh tekad dan sorot mata yang dipenuhi kilau ambisius, mereka mulai saling berdesakan di sekitar Marcus dan sebagian juga beralih menyerbu Max yang masih tetap merengkuh intim bahu pria muda yang mulai terlihat tidak nyaman itu. Keduanya tetap memasang ekspresi datar sambil berjalan cepat dan mengacuhkan semua pertanyaan bersayap yang terus diteriakkan pada mereka.

"Satu pertanyaan, Max! Apa hubunganmu dengan Marcus?"

"Apa arti ciuman kalian tadi? Bukankah Marcus adalah putra pelatih anda, Max?"

"Sejak kapan hubungan kalian dimulai?"

"Max! Apa kau sudah memutuskan pertunanganmu dengan Lisa Gilbert?"

Semua pertanyaan tajam itu terus diteriakkan para media yang tanpa lelah setengah berlari mengikuti langkah cepat mereka menuju pintu keluar The Art Center, tempat konser Marcus diselenggarakan. Kilau lampu blitz dari pers yang seperti harimau kelaparan dan puluhan kamera para fans Marcus yang ingin memburu mereka terus menimpah wajah keduanya yang hanya terus mengukir senyum tipis dan masih berusaha tidak memberikan pernyataan apapun.

"Apa kalian sepasang kekasih? Atau ini hanya hubungan sesaat?"

"Ini bukan hubungan sesaat!" sergah Max langsung dengan ekspresi dingin dan tatapan membunuh pada salah satu wanita yang dengan agresif terus berusaha mendekatkan alat perekamnya pada mereka. "Marcus juga bukan kekasihku, dia tunanganku!" Pernyataan tajam Max yang terdengar penuh emosi itu untuk sesaat menciptakan keheningan yang pada akhirnya terpecahkan oleh tepuk tangan sejumlah fans Marcus yang bersorak.

"Apa kalian akan menikah?"

"Bagaimana tanggapan Mr. Stewart? Kudengar dia sekarang juga ada di Australia!"

"Marcus! Apa yang dikatakan Max itu benar? Tolong jawab! Kalian akan menikah?"

"Cukup! Marcus adalah tunanganku, hanya itu yang perlu kalian ketahui saat ini!"

Akhirnya Max memberikan jawaban singkat itu seraya berusaha mengendalikan emosinya yang mulai terpancing. Mengandalkan tubuh jangkungnya Max memeluk kuat Marcus yang sangat benci berdesakan sambil terus berjalan cepat. Mengabaikan semua serbuan media dan fans yang semakin beringas setelah mendengar jawabannya.

"Tolong biarkan kami lewat." Geram Max semakin tajam saat dirasanya genggaman jemari lentik Marcus pada lengannya menguat. "Konferensi pers pasti akan kami lakukan setelah pertandingan finalku!" Petenis unggulan pertama itu memberikan pernyataannya dengan nada tegas dan ekspresi yang semakin gelap saat menyadari semua awak media itu tidak akan berhenti sebelum mereka mendapatkan bahan tulisan.

Mendengar suara kasar Max itu, Marcus tiba-tiba tergelak dan menyandarkan kepalanya manja pada bahu lebar pria tampan yang sedang menahan amarah itu. "Besok di headline semua media, namamu juga akan muncul sebagai tunangan yang posesif dan pemarah. Selamat ya, Sutherland!" Godanya jahil tepat saat langkah mereka kembali terhenti karena sejumlah fans lain yang ingin mengambil foto Marcus dan memberinya karangan bunga.

"Apa benar Max yang tampan itu adalah kekasih anda?"

Kali ini, Marcus tidak mampu lagi menahan tawanya terurai saat pertanyaan yang sudah berulang kali diterimanya hari ini juga keluar dari mulut seorang remaja yang terlihat malu saat diam-diam terus melirik Max yang berdiri dibelakangnya. "Dia tunanganku. Tampan, bukan?" Kilau blitz dari media yang belum putus asa memburu mereka hampir membutakan matanya, namun diabaikan Marcus yang lebih memilih tersenyum geli saat Max yang sudah terlihat tenang dengan jahil mengedipkan mata padanya.

2 tahun yang panjang dan menyakitkan sudah mengajarkan pada Marcus jika dia tidak boleh diam dan membiarkan hidupnya dikendalikan orang lain. Kebahagiaan dan cinta hanya akan datang jika dia berjuang keras untuk meraih dan mempertahankannya. Cukup sekali dia membiarkan badai kebohongan mengacaukan hubungan mereka.

Sekarang, persetan dengan semua hujatan dan tatapan merendahkan yang mungkin akan diterimanya. Selama dia bisa selalu bersama Max, membalas genggaman kuat jemari kasar yang sedang meremas lembut lengannya maka semuanya pasti akan berjalan baik.

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

AphroditeThemiscreators' thoughts