webnovel

Pertemuan dgn keluarga baruku

Aku Annisa Azkadina, putri dari Haris Permadani dengan Ghina Azkadina.

Aku terlahir sebagai anak kedua dari dua bersaudara, kakak ku seorang laki-laki bernama Adrian Azkadani.

Saat ini kami tinggal bersama keluarga yang tidak lengkap, karena kami tinggal bersama ibu tiri. Aku pikir wanita yang dinikahi ayah ku, dia wanita yang penyayang akan tetapi berbanding terbalik dengan pemikiranku saat itu.

Sebab awal pertemuan kami dengan Aruna ibu tiriku sikapnya ramah dan baik. Sehingga aku menyetujui pernikahan mereka.

Pada saat itu ayahku pamit mau pergi keluar cari pekerjaan.

sehingga dengan terpaksa aku tinggal dirumah bersama kakakku sekarang.

Mungkin sudah beberapa hari ini bapak tidak pulang, katanya beliau sedang mencari pekerjaan itu. Menunggu, itu yang saat ini kami lakukan.

Semoga saja beliau cepat pulang, sehingga kami tidak kesepian lagi.

Saat kami sedang duduk bermalas-malasan, dan berbincang bincang perihal menu makanan kami yang semakin kesini semakin tidak menentu.

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar.

Tok.. Tok.. Tok.

"Assalamu'alaikum" Ucap bapakku.

Aku langsung berdiri dan membukakan pintu sambil membalas salam.

"Waalaikumsalam." Kata ku.

Krek…

Dan pada saat dibukakan pintu!

begitu terkejutnya aku melihat bapakku bersama seorang wanita, dan seorang anak perempuan yang tidak jauh berbeda usia denganku. Lalu Aku mempersilahkan mereka masuk, dan langsung pergi membawakan air minum untuk mereka.

Pada saat itulah bapakku langsung memperkenalkan calon ibu dan adik tiriku kepadaku dan kakakku.

"Anak-anakku! ini adalah calon ibu dan adikmu, semoga kalian menerima kehadirannya!" Pinta bapak dengan wajah memohon, agar aku dan kakak mau menerima kehadiran mereka.

Termenung sebentar, mencerna apa yang terjadi.

"Oh, ternyata bapak tadi pamit bukan mau cari pekerjaan, tapi cari calon ibu buat ku." Batin ku berbicara.

Aku menoleh ke arah kak Adrian, dia hanya terdiam membisu tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulut nya. Hanya menunduk, sambil duduk di meja menyaksikan mereka berbincang.

Setelah lama terdiam, terlihat kak Adrian mulai mengangkat kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari bapak.

"Jika itu memang keputusan bapak yang terbaik buat kami semua, kami juga akan terima semua keputusan itu." Ucap kak Adrian dengan penuh kasih sayang.

"Lagian aku lihat mamah Aruna dan adik Lena baik, kok." Balasku memuji ke baikkan mereka yang saat itu pula, langsung di balas dengan rangkulan hangat dari Wanita yang akan menjadi bagian dari kehidupan kami.

Dengan akrab nya aku dan kakakku langsung mengobrol dengan calon ibu dan adik tiriku yang bernama Lena.

"Terus bapak sama mamah kapan mau menikah?" Ucap ka Adrian, sambil senyum tersipu malu.

"Iya pak, biar aku bisa cepat-cepat tinggal serumah sama mamah Aruna dan adik Lena" Sambung ku lebih bersemangat lagi.

"Iya Insya Allah nak, secepatnya" Jawab bapak tegas.

Kami mulai bisa berbaur dengan ibu juga adik tiriku. Bercanda tawa, dan saling melempar gurauan. Mungkin karena sudah lama aku tidak merasakan kasih sayang seorang ibu, membuat ku merasa nyaman berada di dekat bu Aruna.

Anggapanku yang sudah berpikiran jelek tentang kejamnya ibu tiri, sekarang hilang setelah melihat sikap bu Aruna padaku. Baik juga penuh kasih sayang, itulah yang saat ini aku rasakan.

Akan tetapi, semua itu tidak berlangsung lama setelah bapak menikahi ibu Aruna. Kasih sayang nya yang hanya tercurahkan untuk ku, selain Lena sudah tidak aku rasakan lagi. Marah dan marah, yang saat ini dia lakukan padaku sekarang.

"Annisa! Ambilkan ibu air minum, cepat!" Teriak nya terdengar dari ruang tengah.

Hah, dia memanggil ku lagi? Meminta ku untuk mengambil kan air minum, padahal kerjaan ku mengepel lantai belum bisa aku selesaikan. Apakah dia tidak melihat nya, atau pura-pura tidak lihat? Atau juga dia sengaja mencari kesalahan ku, untuk memarahi ku lagi?

Entah lah, yang aku harus lakukan adalah pergi mengambilkan air minum untuk ibu Aruna. Sebelum dia lebih marah lagi terhadap ku.

Segera ku simpan pel yang tadi aku gunakan untuk membersihkan lantai, dan melangkah pergi menuju dapur mengambilkan air minum untuk ibu tiri ku.

"Annisa..... Cepetan dong ngambilin air nya! Lama banget sih." Teriaknya lagi kali ini lebih keras lagi.

Kesel banget harus mendengar teriakannya itu, apalagi kalau sambil marah-marah seperti ini. Membuat aku ingin membungkam mulutnya yang cerewet itu, sehingga dia tidak bisa marah dan teriak-teriak lagi pada ku.

"Annisa!"

"Iya bu, sebentar." Jawabku sedikit kesal.

"Cepetan dong! Saya sudah haus Annisa, lelet banget sih."

Ya Tuhan, tidak bisakah kau hentikan saja suara itu? Kau lebih berkuasa dari apapun, termasuk menghentikan suara teriakan itu. Sehingga aku bisa lebih fokus dengan kerjaan ku ini. Aku bisa tenang sekarang, andai ibu Aruna itu bisu sejenak.

Setelah aku mengambil air minum, dengan cepat aku melangkah menuju ruang tengah untuk memberikan air nya. Ketika aku sampai di ruangan itu, aku mendapati ibu Aruna sedang bersantai saja di sofa sambil menonton drama kesukaannya.

Begitu marahnya aku pada ibu Aruna, padahal dia bisa ambil sendiri kan kalau hanya air minum. Apalagi dia hanya santai, tidak melakukan apa-apa. Hanya mengambil air minum saja, itu tidak akan menggangu aktivitas menonton film nya kan.

"Mana air nya? Lama banget." Meskipun aku sudah sampai dan mengambil air minum nya, ibu Aruna masih tetap saja marah padaku.

"Ini bu!" Sambil ku sodorkan gelas berisi itu, kehadapan ibu Aruna.

"Gelas apa ini? Ini bukan gelas yang suka ibu pakai, ibu tidak kenal gelas ini. Ganti!" Ucapnya mengembalikan gelas yang tadi aku berikan.

"Masa sih bu? Aku suka melihat ibu Aruna menggunakan gelas ini, untuk ibu minum." Sela ku, masih berdiri di hadapan ibu Aruna.

"Kamu tidak dengar, ibu bilang apa? Ini bukan gelas yang ibu pakai. Jadi ibu tidak mau menggunakan gelas ini. Cepet ganti sana!" Ibu Aruna kembali marah padaku karena menurut nya aku salah melakukan tugas ku.

"Iya bu. Tapi yang mana gelas yang ibu kenakan? "

"Yang mana saja, yang penting ibu mau minum. Haus ini, cepetan ambil yang lain!"

Ibu Aruna itu kenapa ya? Bukankah dia bilang terserah mau gelas yang mana, tapi kenapa ini tidak mau dia menggunakan gelas ini? Kan ini juga sama gelas, bisa juga dia gunakan gelas ini?

Aku melangkah pergi, namun langkah kaki ini kubuat dengan cara perlahan. Mungkin karena terlalu capek setelah seharian ini sibuk dengan pekerjaan rumah, padahal aku masih kecil tidak seharusnya melakukan pekerjaan ini.

Andai aku masih tinggal dengan mamah ku, aku tidak akan seperti ini. Setiap hari hanya di penuhi dengan kemarahan dan kebencian ibu Aruna. Siksaan dan pukulan dari ibu Aruna, selalu aku dapat kan di tubuhku. Bahkan sampai memar dan menyisakan luka, yang lumayan lah untuk ukuran anak kecil seperti ku.

"Mamah! Mamah di mana sekarang? Kenapa mamah meninggal kan aku di sini? Aku menderita sekarang, mah?" Gumamku dengan netra berkaca-kaca.

Aku hanya bisa menjatuhkan air mataku, meski aku mencoba untuk menahan nya. Sedih kalau aku ingat itu, sehingga