webnovel

Demi Cinta Kita

Ruth adalah seorang dosen fakultas seni yang menemukan cintanya pada April, gadis yang memiliki bakat dan mimpi untuk menjadi penyanyi terkenal. Tak hanya dukungan moril, Ruth bahkan rela bekerja apa saja untuk mendapatkan uang demi mewujudkan impian kekasihnya. Tak jarang ia mengabaikan kesehatannya, kendati Tom sahabat sekaligus dokter pribadinya sering memperingatkan bahaya penyakit yang selama ini diidapnya. Suatu hari April mengalami kecelakaan fatal. Ruth di hadapkan pilihan yang amat sulit. Akankah ia bertahan atau harus mengorbankan hal yang paling berharga dalam hidupnya. Di sisi lain orang tua April yang tak merestui hubungan mereka tak berhenti menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada pada putri mereka. Bagaimana Ruth menghadapinya dan keputusan apa yang ia ambil??

Naufira_Andriani · Outros
Classificações insuficientes
7 Chs

Aku Milikmu

Rasa sakit yang luar biasa menjalar di sekujur tubuhnya. Perih seperti tercabik cabik. Kepalanya terasa pusing dan berat. Sekuat tenaga ia hanya mampu menggerakkan jari jarinya. Matanya membuka, namun tak ada satu pun cahaya yg masuk. April tak yakin apakah ia masih hidup, atau ini bagian dari alam sesudah kematian.

" Sayang…syukurlah, kamu sudah siuman."

Ruth tersadar dari tidurnya, ia mencium jemari April dengan bahagia.

"Aku dimana?"

April masih berusaha melihat, ia meraba wajahnya dan benda benda di dekatnya, namun semua terasa gelap. April mulai panik. Ia yakin sudah membuka matanya, namun tak bisa melihat apapun.

"Ada apa dengan ku Ruth?"

Ruth tak dapat berkata kata, ia tak tega menyampaikan perkataan dokter semalam. Benturan keras akibat kecelakaan itu merenggut penglihatan April. Ia akan buta seumur hidupnya.

"Jawab aku Ruth!...ada apa dengan mata ku?"

Hardik April, ia mulai menangis.

"Kamu sekarang di Rumah Sakit, semalam kamu kecelakaan ditabrak pengemudi yang mabuk." Ruth duduk di sisi gadis itu. Ia begitu hati hati menyampaikan ini. Bagaimana pun bukan lah hal yang mudah bagi April untuk menerimanya.

"Kata dokter, untuk sementara kau akan kehilangan penglihatan mu sampai kita menemukan pendonor yang tepat."

"Jadi…maksudmu aku buta?"

April menggeleng, ia mulai menangis.

"Tidak…aku tidak mau buta Ruth, selangkah lagi aku akan mendapatkan mimpiku. Kini semua orang akan mengasihani aku, semua sudah berakhir…karier ku juga cita citaku, mereka akan memanggilku si April buta."

Bahu April bergetar, ia tersedu sedu. Tangan Ruth di tepisnya. Ia meronta ronta membuang selimut dan hampir saja jarum infusnya tercabut jika Ruth tak menarik dan langsung memeluknya.

"Aku tak sepantasnya mendapatkan ini, aku hanya akan menjadi beban…lebih baik aku mati saja!"

"tidak sayang ku, Tuhan hanya meminjam penglihatanmu, tapi tidak anggota tubuhmu yang lain. Kau akan tetap bisa menyanyi dan mewujudkan impianmu. Percayalah…ini tidak seburuk yang kau pikirkan." Ruth membelai rambut April dan mencium keningnya.

"Apakah kau akan meninggalkanku dengan keadaan ku yang sekarang?" Tanya April. Ruth terdiam ia bingung menjawab. Bukan karena kondisi April cintanya harus ia lepas, namun karena setiap hari melihat gadis itu menangisi orang tuanya mengharap restu dari dua keyakinan yang berbeda, belum lagi penyakit yang bisa merenggut nyawanya kapan saja. Sungguh tak tega ia melihat masa depan April jika terus bersamanya.

"Aku selalu mencintaimu hari ini, esok dan seterusnya. Karena Cintaku padamu layaknya sepasang sepatu yang akan menemani langkahmu dalam suka dan duka, seperti sepatu aku juga akan melindungi perjalananmu, menjaga jalan yang kau lalui sekali pun itu berduri. Tenanglah sayangku…kendati aku jarang mengucapkannya, kau tahu apapun akan aku lakukan untuk kebahagianmu." Jawab Ruth.