webnovel

De Loverean

Seharusnya memang cinta itu tidak pernah ditentukan apalagi sampai dipaksakan. Semua bayang tentangnya terus menempel dengan jelas dalam pikiranku. Jika memang aku diberikan kesempatan untuk menghilangkan dia dari ingatanku akan aku ambil kesempatan itu. Atau setidaknya aku ingin memutar waktuku supaya tak ada penyesalan ketika aku bertemu dengan dirinya. Memikirkannya saja sudah membuatku gila. Ravel adalah seorang cowok yang tampan, keren, dan satu lagi dingin. Tapi itu semua tidak terlepas dari masa lalunya yang kelam. Sejak dulu dia memiliki kemampuan insting yang tajam, tapi karena kemampuan itulah dia mengalami semua kejadian buruk dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan romansanya. Dia pun enggan menjalin hubungan dengan cewek manapun, sekalipun cewek itu rela menikung temannya sendiri untuk mendapatkan dirinya. Sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang cewek, dia pun berusaha membuka kembali perasaannya dan sekali lagi ingin berusaha merasakan jatuh cinta.

IlhamulFajri · Adolescente
Classificações insuficientes
2 Chs

Part 2 - Cewek Psikopat

"Vel, Ravel" Panggil amelia, melihat aku melamun.

"Hah? Gak, cuman tadi keliatan nya ada yang ngeliatin aku." Jawabku sedikit kikuk.

"Hahahaha, lu aja kali ke GRan" Canda brian, sambil melempar dahan kecil ke arahku.

"Apaan sih, wajar tau, kalau Ravel banyak yang ngelirik. Ravel kan emang menawan." Senyum manis dari amelia membuat suasana semakin meriah.

"Yah, mampus dah gua abis ini. Bakalan di keroyok cewek sekampus. Gara-gara ngejekin si ravel." Balas brian, sembari memalingkan muka dan mengelus dahi nya.

"Lagian, kalau aku jadi pacarnya Ravel, sudah aku cincang tuh yang berani ngelirik ravelku." Balas amelia manja dan sedikit mendekatkan kepalanya kearahku.

"Enak aja ravelmu, ravel kita bersama ini." Jawab destri tidak mau kalah, sembari dia merangkul lenganku.

Perkataan destri membuat suasana semakin ramai. Dan diikuti sorak dan gelak tawa teman kelompok ku.

Sedangkan aku hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.

"Udah, udah. Kan beneran gak fokus kalau kalian deket-deket si ravel." Derga memotong ketus di tengah suasana ramai itu.

Para cewek itupun melepaskan rangkulannya pada tanganku dan dengan wajah cemberut nya kembali fokus ke arah diskusi tadi.

"Tadi sampai mana ga, bahasannya?" Kataku mencairkan suasana. Ku buka kembali lembaran buku di hadapanku.

"Pembagian penugasan kan ya?" Tambah ku sambil melihat wajah derga.

"Iya, jadi ini yang mau berangkat buat beli bahannya, siapa aja?" Kata derga pelan, keliatan jika dia sudah mulai reda emosi nya.

"Gapapa, sini biar aku aja yang berangkat." Mataku menawarkan diri ke derga untuk mengurus belanja bahan kelompok.

"Oke, ya. Berarti yang beli bahan lu aja nih." Derga menjawab, sambil menulis di buku catatan kecilnya.

"Butuh temen ga?" Lanjut derga sambil menatapku.

Belum sempat aku jawab.

"AKU!!" Jawab serentak para cewek di kelompok ku. Seketika wajah derga jadi wajah masam kembali.

"Keliatannya gue salah tanya deh." Kata derga dengan wajah masam nya.

"Hehe, udah gapapa aku sendirian aja. Lagian ga banyak juga kan yang harus di belanjain." Jawabku, dengan sedikit senyum kecut. Karena rasa sungkan dengan teman kelompok ku.

Wajah ceria para cewek itu pun juga berubah menjadi wajah cemberut. Dan mereka terlihat malas mengikuti bahasan selanjutnya.

Deeeg...

Aku terkejut, aku ngerasain lagi sesuatu yang menusuk di leherku.

"Wah, sumpah nih orang. Masih ngeliatin aku aja." Pikirku.

Aku coba menoleh lagi. Dan kulihat dia masih memandangku dengan tatapan tajam.

"Nih serius, cewek psikopat kali ya. Tadi senyam-senyum sekarang ngeliatnya takem banget." Pikirku sambil tetap menatapnya.

Kali ini, ku beranikan diri untuk terus menatapnya. Situasi itu berlangsung kurang lebih 5 menit.

"Buset, nih cewek masih belum aja ngalihin perhatian nya" Pikirku.

"Udah ya, berarti fix ini pembagian tugasnya. Nanti kalau ada apa-apa kalian kabarin aja ke gue." Ucap derga. Aku yang saat itu masih menatap wanita itu, refleks menoleh ke arah suara derga.

"Akhirnya selesai juga." Ucap destri, mengangkat kedua tangannya dan merentangkan tubuhnya.

"Yaudah aku, langsung berangkatin aja ya? Sudah fix kan belanjanya itu aja?" Kataku sambil berdiri dan mengambil tas ku.

"Iya, cuman itu aja. Ntar kalau ada apa-apa kabarin gua ya." Kata derga, sambil membersihkan buku dan lembaran tugas yang tadi di bahas.

"Gua ikut dong." Pinta manja amelia sembari sudah bergegas membawa tasnya.

Tapi tindakan amelia di cegah sama nichol.

"Apaan sih." Jawab amelia sambil mencoba lepas dari tangan nichol.

"Buruan vel, lu pergi aja. Biar gua yang nahan ini." Jawab nichol berlagak seperti di film aksi yang tengah mengorbankan nyawanya untuk temannya agar bisa lari.

"Oke, thank you. Kamu juga hati-hati." Jawabki bergegas lari. Dan mengikuti permainan nichol.

"Ya, kan. Gue di tinggal sama ravel." Kata amelia lemas melihat aku pergi.

"Haha, elu sih kegenitan sama si ravel." Nichol melepaskan tangannya yang menahan amelia tadi.

Aku pun pergi ke sebuah toko peralatan yang ada di sekitar kampus. Untuk membeli beberapa tongkat kayu dan tali.

Setelah itu aku pun melanjutkan ke arah toko buku untuk mencari kertas karton berwarna dan juga membeli beberapa lembar kertas HVS.

Setelah membeli kertas di toko buku itu. Aku pun keluar dari toko buku itu sambil melihat catatan di handphone ku untuk melihat kembali daftar belanjaan yang harus aku beli.

Dan saat itu tiba-tiba wanita yang tadi menatapku ketika sedang kerja kelompok. Muncul di hadapanku.

"What the.. " Jawabku terkejut melihat dia yang tiba-tiba muncul di hadapanku.

"Kamu si babi cinta kan?" Jawabnya dengan wajahnya datar.

"Kok dia bisa tau julukan ku ketika SMA?" Pikirku dalam hati.

"Ayo ikut aku." Tambahnya sembari berbalik badan dan berjalan menjauh.

Aku yang saat itu masih terkejut hanya bisa terdiam.

"Ayo, cepat." Ajaknya kali ini raut wajahnya sudah berubah agak ketus.

"Tapi aku masih harus belanja yang lain." Jawabku mencoba menghindar dari ajakan wanita itu.

"Apa kamu mau foto mu jaman SMA ku sebar?" Jawabnya semakin ketus.

Aku pun semakin terkejut dengan apa yang di katakan wanita tersebut.

"Kamu siapa?" Jawabku masih terheran dengan semua kejadian saat itu.