webnovel

Ch. 02 - Pengembara di Ufuk Senja

Sepi dan lembap. Mungkin itu yang dapat kukatakan tentang tempatku berada saat ini. Sunyi dan gelap. Ruangan yang penuh jeritan bisu dari para tahanan ini dapat membuat seluruh pasang mata yang melihatnya bergidik.

Aku tak tahu dimana tempatku berada saat ini. Tutur kata tak dapat terucap dari mulutku. Bibirku terasa seperti membeku, dingin. Dimana aku? Apa yang sudah terjadi? Apa aku mati?

Denyit suara pintu terdengar pelan. Sebuah pintu yang berada di depanku kini terbuka perlahan, cahaya kekuningan dari ruangan luar merambat masuk, perlahan menyelimuti ruanganku.

'Siapa lelaki itu? Siapa mereka?' batinku.

"..." aku terdiam sejenak sebelum akhirnya dapat melihat ketiga siluet pria yang tak asing.

"K-k-kalian?" ucapku tergagap. Mungkin karena ketakutanku belum berhasil kuusir.

Ketiga pria dengan perawakan dan pakaian yang tak asing itu berjalan mendekatiku.

Tanganku terantai sempurna ke dinding ruangan tempatku berada. Kakiku yang terikat kencang oleh rantai besi berkarat sudah hampir tak dapat kurasakan lagi. Aku tak dapat bergerak, lemas.

"M-m-mau apa kalian brengsek?" tanyaku berusaha memberikan perlawananku yang tidak berarti.

"Kau anak yang cukup menarik. Di hadapan tiga penyihir, kau bahkan masih dapat berkata seperti itu, nak." ucap pria tua berlengan satu sebelumnya.

"Bagaimana tuan Isaaq? Sudah kubilang, dia menarik bukan?" cetus Nathan.

Aku mencoba menguatkan mentalku. Kuberanikan diriku untuk menatap ketiga penyihir yang persis seperti dalam mitos di dunia ini.

"Apa yang sebenarnya kalian inginkan dariku?" sebuah pertanyaan singkat akhirnya dapat kulontarkan dari mulutku yang masih bergetar dalam bayang ketakutan.

Fokus mereka kembali beralih kepadaku.

"Ah-, maaf karena telat memperkenalkan diriku" ucap pria tua berlengan satu yang mereka panggil dengan nama Isaaq, "Namaku Isaaq Bhamaister, seorang swordman. Aku adalah seorang Wakil Kapten dari kelompok Slayer bernama 'Dark Fate'. Dan mereka berdua adalah rekanku. Aku mewakili mereka meminta maaf atas kekasaran yang telah mereka lakukan padamu sebelumnya. Kuharap kau mau berendah hati untuk memaafkan mereka, nak." tuturnya, sopan.

"Hei tuan Isaaq, bukankah informasi yang kau berikan terlalu luas untuk diberitahukan kepada bocah itu?" ujar Nathan.

"Hmm, benarkah?" balas Isaaq.

"A-apakah kalian akan membunuhku?" tanyaku gemetar.

"Membunuhmu? Hahaha, kapten pasti akan menghajarku jika aku berani membunuhmu. Tujuanku membawamu kemari adalah untuk membawamu bergabung dengan kelompok Slayer kami, nak." jelasnya padaku.

"Aku? Bergabung dengan kalian? Omong kosong apa yang sebenarnya kalian bicarakan saat ini, hah? Aku adalah satu-satunya orang normal di sini. Dan satu hal yang terpenting, aku bukanlah pembunuh seperti kalian!"

Melihat reaksiku, Isaaq termenung sesaat.

"Nak, apa kau tak menyadarinya? Fakta bahwa kau telah membangkitkan Sihir Kuno, Sihir Kegelapan yang telah hilang selama setengah abad ini? Sihir yang kau gunakan sebelumnya adalah Sihir yang sama, yang dulu pernah digunakan oleh sang Raja Kegelapan, Nero Bahamuth untuk menghancurkan musuhnya di medan perang." Pria itu menjelaskan dengan informasi yang terlalu gamblang, aku tak terlalu mengerti apa yang sebenarnya dia bicarakan saat ini.

Sakit, itu yang kurasakan pada kepalaku. Begitu banyak informasi yang sulit diterima oleh akal sehat manusia.

"Intinya, sihir itu nyata nak. Dan kau telah memasuki dunia yang seharusnya tak kau ketahui. Fakta bahwa kau telah membangkitkan sihirmu sebelumnya mungkin akan segera menyebar di kalangan penyihir dan organisasi lainya. Karena sihir kunomu itu, mungkin akan ada beberapa di antara mereka yang mengincar nyawamu dan menyerap mana dari Sihir Kegelapanmu itu." ucap pak tua Frey yang sebelumnya hampir membunuhku dengan sihir api hitamnya itu.

Aku terdiam.

Apa memang semudah itu berbicara tentang membunuh seseorang bagi mereka? Siapa sebenarnya mereka ini dan dunia seperti apa yang mereka maksud itu?

"A-aku tak terlalu mengerti dengan semua hal yang kalian bicarakan daritadi. A-apa yang kalian ingin coba lakukan padaku saat ini?" tanyaku menuntut penjelasan nasibku pada mereka.

"Yahh, jelasnya kami ingin mengajarimu dalam menggunakan sihirmu itu. Di luar sana terdapat beberapa penyihir yang bekerja sama dengan pemerintah dunia untuk menyembunyikan fakta yang menghilang dari dunia ini. Mereka menutupi dan menghapus sebuah abad yang dimana kita kenal dengan sebutan, 'void sanctuary'. Kami, Dark Fate, adalah kelompok penyihir yang bergerak dibalik bayangan untuk melawan pemerintah dunia dan berusaha menguak sebuah rahasia yang mereka sembunyikan selama ini. Intactius, itulah yang tengah kami cari saat ini. Sebuah benua yang berada di dimensi lain. Dunia yang menyimpan sejarah dari Abad Kekosongan. Namun, pemerintah dunia bajingan itu mengirimkan banyak sekali ahli untuk menutupi hal tersebut dari media. Dan ahli itulah yang sedang kuburu dan kubunuh saat ini hingga aku bertemu denganmu." jelas pak tua Frey padaku.

"Mungkin akan sulit bagimu untuk menerima semua informasi itu dengan akalmu saat ini, bocah. Tapi bagaimana menurutmu, nasibmu bergantung padamu saat ini. Pilihlah, bersembunyi dari kejaran penyihir lain yang tengah memburumu saat ini atau ikut dengan kami dan menjadi pengembara yang melakukan pekerjaan kotor melawan pemerintah dunia. Nah, bagaimana jawabanmu?" tanya Nathan.

Aku tertunduk. Diam, fokus, berpikir. Kutatap ubin lembap di bawahku lamat-lamat, gundah. Aku tak tau apa keputusan yang harus kuambil saat ini. Bagaimana dengan kehidupan normalku yang selama ini aku jalani? Apa semua itu akan hilang begitu saja? Raze, apa aku tak bisa bertemu lagi dengan orang bodoh itu? Teman-teman berhargaku, apa aku tak dapat berkumpul kembali dengan mereka?

Tidak!

Akan berbahaya bagi mereka jika aku kembali saat ini. Jika yang ketiga orang di depanku saat ini mengatakan yang sebenarnya, maka para assassin itu pasti akan memburu orang-orang yang berada di dekatku juga. Persetan, mengapa semua hal yang tak masuk akal ini terjadi begitu saja padaku, hah?

Kuangkat wajahku perlahan. Dengan tegas menatap ke arah ketiga pria itu.

Bimbang, semua variabel gila ini terus menusuk pikiranku. Aku tak dapat mengambil keputusan. Aku hanya dapat menatap mereka lamat-lamat hingga akhirnya seorang wanita anggun, cantik, dan berwibawa memasuki ruangan itu. Rambut ikal terikat satu yang terlihat kecokelatan itu membuatnya terlihat seperti kakak perempuan yang baik hati. Dengan pakaian gaya 'Vintage' bertemakan putih dan krem itu memberikan kesan menawan.

"Hmm? Jade, akhirnya kau datang! Mungkin akan lebih mudah menjelaskan semua hal pada bocah ini dengan sihirmu itu." seru Nathan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana hitamnya itu.

"Hahhh... Kalian para lelaki selalu berperilaku bodoh seperti biasanya. Bagaimana bisa kalian membujuk seseorang untuk bergabung ke kelompok kita dengan cara merantainya seperti ini?" Jade mengangkat tangan kanannya, lingkaran sihir berwarna hijau terlingkar sempurna di pergelangan tangan kanannya itu, berputar cepat berlawanan dengan arah jarum jam.

"Wahai sang waktu, Kembalilah!"

Mataku sulit untuk terbiasa melihat hal yang luar biasa ini. Rantai yang mengekangku dengan cepat bergetar, karat pada rantai tersebut menghilang dan terlihat seperti rantai baru yang lalu melayang hingga pecah menjadi kepingan atom cahaya yang indah.

"Ini?! W-waktunya mundur??" aku terkejut, wajar. Semua orang 'normal' pasti akan bereaksi sama sepertiku.

Akhirnya aku dapat bergerak bebas. Dengan naluriah alami yang dimiliki manusia, aku dengan cepat berdiri dan dengan tangkas berlari melewati ketiga pria dan wanita tadi.

"Hahaha! Kalian sungguh bodoh melepas rantaiku semudah ini, persetan dengan kalian, aku tak ingin berurusan lagi dengan kalian sialan!" teriakku pada mereka sembari berlari dengan nafas terperangah menuju pintu berlumut ruangan itu.

"Ho? Bocah yang menggemaskan, huhu" ujar Jade dengan wajah santainya, "Sihir Waktu : Time Resistance!"

Aura bercahaya hijau giok muncul di sekitar tubuh Jade, berputar mengelilinginya. Lingkaran sihir dengan tulisan kuno yang terukir padanya tercipta dari aura tersebut. Melingkar sempurna pada pergelangan tangan kanannya yang diarahkan ke arahku.

Aura berwarna hijau giok tersebut kini melaju kencang ke arahku, sangat cekatan membulat, membungkus halus tubuhku seperti sebuah lapisan dengan radius 1 meter.

"Ugh.."

Tubuhku melambat. Sangat lambat, hingga mungkin siput dapat mengejarku saat ini. Apa ini?

"Percuma kalau kau ingin melawannya nak. Sihir itu memang se-menjengkelkan itu, hahaha" ucap Nathan.

Waktu melambat di sekitarku saat ini. Tak ada yang dapat kulakukan hingga wanita itu, Jade, berjalan mendekat ke arahku. Menjulurkan tangan kanannya menembus lapisan hijau giok yang menghambat tubuhku saat ini, risih.

Ingin rasanya aku menghindari tangannya yang kini berada lima sentimeter di depan wajahku. Jemarinya anggun menutupi wajahku, lembut.

Lagi-lagi, aku melihat cahaya berwarna hijau giok itu merambat halus di sekitar tangan Jade, menjalar ke sekitar mataku.

"Time Enlightenment!"

Sejenak setelah Jade mengucapkan sebuah frasa berbahasa inggris itu, kepalaku merasakan sakit yang luar biasa menyiksa. Penglihatanku terasa berputar hebat, menyakitkan. Aku berusaha sekuat tenagaku untuk menutup mataku, perih.

Tepat sedetik setelah mataku tertutup, aku merasa lingkungan sekitarku menjadi sangat tenang. Aku memberanikan diri untuk membuka mataku perlahan, cemas.

Aku tertegun ketika aku mendapati diriku yang kini tengah berdiri di bukit hijau muda. Mataku dengan sigap berkeliling, cermat. Kulihat sebuah pedesaan yang damai berada di sekitarku saat ini. Dengan sungai yang mengalir tenang, pepohonan hijau rindang yang tertiup angin tenang dengan beberapa buahnya yang menyegarkan.

Bahagia. Ini yang kurasakan saat pertama kali melihat pedesaan sederhana ini. Rumah-rumah gubuk yang terbuat dari kayu dan bebatuan di bangun kokoh, membuat pedesaan ini terlihat seperti kehidupan Eropa abad 19 yang diimpikan setiap orang di Bumi.

"Heyy, tunggu aku!"

Aku menoleh ke kanan, tepat di bawah bukit rendah ini, terdapat sekumpulan anak-anak yang tengah bermain mengitari pedesaan, ceria.

"Anak-anak, berhenti berlarian seperti itu, ini waktunya makan tau!" ujar seorang wanita ysng sepertinya adalah ibu dari salah satu anak itu.

Seluruh warga desa itu terlihat ramah dan damai, menjalani kehidupan mereka.

Aku berjalan mendekati mereka. Aku tak tau apa yang sedang kulihat ini. Tak ada rasa takut sedikitpun dalam diriku saat ini. Aku tak memikirkan bagaimana bisa aku berada di desa ini. Semua ingatan tentang para penyihir itu hilang seketika dalam kepalaku, aneh.

*DUGGGG*

Tanah disekitar tiba-tiba berguncang hebat. Semua orang yang ada di desa itu terkejut, beberapa terjatuh karena guncangan tadi. Suara retakan dari beberapa rumah mengiringi suara dentuman yang berasal dari sebuah guncangan dahsyat.

"YA TUHAN, APA ITU?!" teriak seorang pria tua yang tampak seperti kepala desa dari desa yang indah ini, asumsiku.

Aku membalikkan badanku, berusaha melihat sesuatu yang ditunjuk pria tua tadi.

"I-iblis??!!" ucapku gagap.

Mataku membelalak, melihat sosok makhluk yang berjuta kali lipat lebih mengerikan dari sekelompok penyihir itu.

Sosok itu terlihat memiliki dua tanduk yang mencuat di dahinya. Dengan mata hitam dan pupil merah itu, membuat kesan negatif bagi siapapun yang pertama kali menjumpainya. Kulit gelap eksotis itu memberikan nuansa seram untuk sosok itu.

"Wahai makhluk tanah yang kotor, menyingkirlah dari jalan sang agung Azazil Bahamuth. Kehadiran kalian hanyalah hama bagi daratan ini" tutur tegas seorang Iblis dengan zirah mengkilat yang tampaknya terbuat dari logam yang kuat.

Sesaat setelahnya, terlihat salah satu Iblis dengan tubuh kekar, gagah, dan perkasa maju di antara mereka. Zirah hitam gelap terpasang kuat di tubuhnua. Sebilah pedang dengan motif yang mengerikan panjang tersarung rapi di pinggang kanannya. Dengan tatapan mata yang tajam dan langkah kaki yang berat, ia melaju ke lini depan pasukannya.

"Ingatlah ini, wahai makhluk kotor, aku Azazil, sang Raja Iblis Kehampaan, ialah seseorang yang akan melenyapkan semua makhluk tanah yang hidup di daratan ini. Dosa kalian sudah tak dapat ditolerir lagi. Intactius, bukanlah tempat yang pantas untuk kalian para hama tinggali, salahkan para petinggi kalian karena telah berbuat dosa yang begitu kejam." ucap kasar Azazil, sang Raja Iblis Kehampaan.

"Musnahkan mereka sekarang, Satan!" perintah singkat Azazil kepada Satan, seorang iblis yang tadi berbicara paling awal saat mereka datang.

"Atas kehendakmu, yang mulia!" balas Satan dengan membungkukan badannya sopan kepada Azazil lalu dengan cekatan mengacungkan sebilah pedang panjang dengan motif tengkorak ke atas, "Musnahkan mereka!"

Seluruh pasukan Raja Iblis Azazil serentak melaju kencang ke arah pemukiman damai ini. Para pasukan iblis itu tentu tidak tampak bersahabat, dengan lini depan yang dilengkapi pasukan bersenjata tumpul dan tajam menyerang cepat menggunakan kuda-kuda mereka. Beberapa ada yang tengah merapal sesuatu dengan membuka lembaran buku melayang mereka, penyihir.

Tanpa pikir panjang, tubuhku bergerak sendiri membelakangi pasukan kiamat itu. Berteriak ke arah desa itu, "BERLINDUNGG?!!".

Nuansa damai yang kurasakan tadi, lenyap, ditelan suara tanah yang bergetar akibat langkah berat dari kaki para pasukan iblis itu.

Tak ada yang dapat kulakukan, aku berlari sekuat tenaga ke arah anak anak tadi yang kini, tengah gemetar hebat, menangis, melihat kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Namun...

"U-ugh?!!" langkahku terhenti. Semilir aura hijau kembali muncul di hadapanku. Mengikat sempurna tubuhku dari pergelangan tangan, lengan, pinggang, hingga kakiku. Ia menarikku jauh ke langit. Aku terbang untuk pertama kalinya. Memang, ini adalah impian setiap anak laki-laki di dunia ini, tapi untuk pertama kalinya aku tidak ingin terbang. Aku ingin menyelamatkan anak-anak dan warga desa itu.

"Berhenti keparatt! Jangan main-main, sialannn!! U-UGHHH?!! T-TIDAKK!?" rintihku, memaksa keras tubuhku agar dapat lepas dari jeratan sihir ini, "H-HEYY?!! JANGAN BERCANDAAA!! MEREKA BISA MATII KAU TAUU??!!!" teriakku kencang.

Aku tahu betul bahwa sihir yang menjeratku saat ini ialah milik wanita itu, Jade. Namun, guratan takdir memang sudah terukir mutlak di langit. Tak sampai hitungan menit, pemukiman desa yang damai tadi kini hancur, dengan lautan darah masyarakat desa yang mati menyelimuti tanah, dinding, dan pepohonan di sekitarnya, lenyap.

"Tidak tidak tidak tidakk!!!! ANJING!? BAJINGAN!" tangis tak dapat kuhentikan. Air mataku mengalir deras melihat anak-anak yang di tebas tanpa belas kasihan itu dimutilasi. Orang tua yang ada di desa itu dibunuh dengan kejam, beberapa dipancung di tiang kayu, bukti kemenangan.

"U-UGH.... ARRRRGGGGHHHHHH!!!!"

Emosiku meluap hebat untuk pertama kalinya dalam hidupku. Aku menyadari begitu tak berdayanya aku, betapa tak bergunanga aku. Aku bahkan tak dapat menyelamatkan satupun nyawa saat ini.

Pandanganku perlahan kembali kabur dan kembali gelap. Hingga akhirnya ruangan yang tak asing ini, tempat aku disekap oleh para penyihir bajingan itu berada, terlihat.

Aku kembali ke ruangan tempat dimana aku berada semula. Mataku terasa basah seperti habis menangis.

"Tenanglah nak, kejadian yang kau lihat itu adalah salah satu kepingan ingatan dari daratan yang hilang, Intactius. Itu bukanlah sesuatu yang dapat kau halau karena insiden itu, sudah terjadi setengah abad yang lalu." ujar Jade padaku.

"Diam kau, bajingan!" aku yang masih berusaha mengendalikan emosiku tak percaya setelah mendengar penjelasannya, "Apa tujuanmu memperlihatkan padaku kejadian itu? Apa maksud kalian dengan menunjukkanku itu? Lalu apa yang bisa kalian jadikan bukti, bahwa itu nyata?" lanjutku, penuh dengan pertanyaan yang menginginkan kejelasan dari variabel gila yang bermunculan ini.

"KAMI TAU KALAU KAU KESAL BODOH!" teriak Nathan kencang ke arahku.

Saat ini, tanpa ada rasa takut, aku balas menatap wajah pria menjengkelkan itu. Aku menginginkan penjelasan darinya saat ini juga.

"Kau kira kami tak jengkel pada diri kami? Kau kira kami tak kesal setelah melihat kejadian itu, HAH?" tanya Nathan keras kepadaku, "Manusia tak bersalah yang dibantai habis-habisan dan tak ada satu orang pun yang mengetahuinya atau bahkan mencoba menghentikannya. Menurutmu, ulah siapa insiden itu?" lanjutnya dengan bertanya serius ke arahku. Kini, nada suaranya menjadi rendah, tenang. Suasana di sekitarku menjadi sangat berat.

"Pemerintah dunia. Para keparat dari bumi ini bersekongkol membuat sebuah komplikasi licik untuk membuat para manusia tak dapat menggunakan sihir dan menutupi sejarah kelam yang hilang dari tahun-tahun kekosongan yang disebut, 'Abad Kehampaan' itu. Kami mencoba mencari kembali Intactius, benua yang hilang pada abad itu. Tetapi, para pemerintah keparat itu selalu saja memiliki rencana untuk menghalau para pencari kebenaran tentang sejarah yang disembunyikan itu. Memang, kami adalah sekumpulan pembelot. Kami hanya ingin membuka kebenaran sejarah di dunia ini. Kami terus membunuh, membunuh, dan terus membunuh mereka yang berusaha menghalangi kami dari menghubungkan dunia ini dengan daratan yang hilang itu, Intactius. Dan saat ini, kami membutuhkan kekuatanmu, bocah! Kekuatan itu bahkan dapat menghentikan kejahatan para petinggi dunia keparat itu. Namun, semua keputusan itu tetap berada di tanganmu, idiot!" jelas Nathan panjang kepadaku.

Mataku membelalak mendengar penjelasannya yang kini, membuat semua variabel sialan itu mulai terhubung satu-persatu hingga semuanya menjadi jelas. Aku termenung, tak mungkin aku diam saja melihat para pemerintah yang mengkhianati rasnya sendiri. Aku ingin menghentikan mereka. Aku juga ingin menyelamatkan manusia yang bernasib sama seperti warga desa itu.

"Hey, ini sudah waktunya kita berkumpul kembali bersama dengan yang lainnya, kan?" ujar Frey.

"Jadi..." ucap lembut nan tegas seorang pria tua berlengan satu dihadapanku, Isaaq, "Bagaimana nak? Apa kau mau meminjamkan kami kekuatanmu untuk melawan para bajingan itu? Akan kulatih kau agar kau dapat menyelamatkan nyawa yang tak bersalah seperti 'mereka' itu" tanya Isaaq Bhamaister, Wakil Kapten kelompok yang disebut 'Slayer' itu padaku.

Aku mengerutkan dahiku, mataku menatap tajam ke arahnya. Kubulatkan tekadku, jika apa yang mereka katakan memang benar, maka aku tak akan membiarkan ada satupun orang keparat seperti pemerintah dunia itu hidup.

"Bawa aku bersama kalian dan tunjukkan aku bukti bahwa para pemerintah dunia ini memang dalang di balik semua ini! Dengan begitu, aku akan ikut bersama kalian, menjelajahi dunia kotor ini untuk menghubungkan jalan menuju daratan Intactius!"

"..." Seisi ruangan senyap seketika mendengar jawabanku.

"Kuhahahahah! Itu baru menyenangkan!" Nathan tertawa terbahak-bahak di ujung ruangan dengan tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Baiklah nak, ikut kami sekarang untuk bertemu anggoya yang lainnya dan kapten kami. Akan kutunjukkan bukti yang kau mau itu," jelas Isaaq dengan senyumnya yang membuat kesan berwibawa.

"Hahaha, apakah aku baru menyaksikan sang Raja Kegelapan yang bangkit kembali?" gurau pak tua Frey.

"Yahh, siapa yang tau kan?" balas Jade dengan senyuman manisnya sembari melepas jeratan sihirnya padaku.

* TO BE CONTINUED *