webnovel

Menuju Kematian

"Jika kau berharap jangan abaikan, bukankah itu yang kau ucapkan padaku saat pertama kali aku masuk ke militer?" tanyaku sembari mengingat masa lalu.

"Ya, tapi aku sendiri juga belum yakin, maka dari itu pastikanlah sendiri, karena hanya sedikit keberadaan yang aku rasakan dari sosoknya dan bisa saja aku salah," balas temanku sebelum akhirnya aku memutuskan duduk di salah satu kursi hadirin.

Terdengar aneh tapi aku memang mencari tahu tentang sosok yang bisa memberitahuku sesuatu tentang masa depan, maksudku tentang era kedamaian di mana perang ini sudah tak ada lagi dan Montrea di penuhi suka cita. Ya, ini hanya cerita temanku tentang satu sosok yang dapat merubah wajah kelam dunia, sosok yang bahkan kemalangan seakan tak pernah luput dari hidupnya. Ia datang dengan penderitaan dan rasa sakit yang membuatnya mampu berdamai meski berada dalam gejolak medan perang. Baja Altredeirm yang tak luput ia bawa dari barat.

Mungkin kebenaran tentang cerita itulah yang aku tunggu selama ini, setelah kubuang masa mudaku dan bergabung dengan militer kerajaan, semakin hampa rasanya. Tapi pagi ini, entah dari mana munculnya? Tiba-tiba saja dia memasuki Bartham, seolah sengaja menampakkan diri. Kabar itu sudah kudengar sejak tiga tahun yang lalu, kabar tentang seseorang yang mempunyai darah terkutuk dengan lima cabang besar, target yang diburu seisi Montrea secara diam-diam. Orang itulah yang di maksud temanku dalam ceritanya.

Bertahun-tahun keluarganya diburu layaknya buronan, ditumbangkan kejayaan leluhurnya bahkan sampai hidup dalam bayangan dan terpecah belah menyebar ke seluruh Montrea. Saat itu, kulihat ia berjalan dengan prajurit yang mengawalnya, kuangkat sapu tanganku mencoba menyapa dan memastikan apakah itu benar-benar dia?. Kulihat ia pemuda yang menyedihkan dengan rambutnya yang acak-acakan, tatapan nanar di tengah puluhan tombak itu seperti menegaskan jika kehidupannya juga payah sama seperti dirinya. Ketidakberdayaan? Kenapa ia tak melawan saja? Sudahlah, tapi saat ia menatapku, pandangan kosong itu rasanya seperti ia memang tak peduli dengan dunia ini atau pun tak peduli dengan apa yang akan terjadi kedepannya. Ini hanya firasatku saja atau aku sudah salah orang? Entahlah, aku pun tak tahu pasti, tapi aku punya harapan besar agar perang ini segera berakhir.

"Ellenia," sapa seseorang yang lantas duduk di sebelahku.

Kualihkan pandangan ke samping, Jendral Darius Gunvallo yang merupakan Jendral utama di Kerajaan Bartham ini adalah atasanku. Sementara aku hanya pasukan penyergap yang statusnya kadang di terjunkan ke medan perang atau hanya sekedar menjaga keamanan kota.

"Ya, ada apa Jendral Besar?" tanyaku pelan.

"Bagaimana menurutmu? Kenapa kau diam saja? Berbangga hatilah hari ini," serunya padaku.

Tentu aku tahu arah pembicaraannya, hanya saja aku tak tertarik menanggapinya lebih lanjut.

"Baiklah, saya rasa Anda benar," balasku singkat.

Siang ini, semua orang terduduk di tempatnya masing-masing saling mengobrol dalam bangunan berbentuk bundar ini. Area jagal ini tentu sudah sangat terkenal di seluruh Bartham, anehnya malah suara tawa dan riuh tepuk tanganlah yang biasa terdengar bukan tangis atau pun pekik penderitaan. Mungkin karena yang berakhir disini adalah mereka-mereka yang di labeli kriminal membuat Rakyat Bartham tak perlu menaruh segan atau pun simpati pada mereka. Dalam satu tahun terakhir juga area jagal ini selalu ramai, mungkin kemunculan sosok dewa itu juga mempengaruhi pola pikir Sang Raja.

Kasak-kusuk di sekitar mengganggu pendengaranku, rasanya malas menanggapi mereka. Lagi pula aku hanya ingin melihat pemuda tadi dan memastikan sesuatu. Sebelas pintu dalam bangunan ini masih tertutup, mungkin aku harus menunggu beberapa saat lagi. Tunggu dulu! Akhirnya salah satu pintu sudah terbuka, bayangan orang itu tampak berjalan keluar dari dalam lorong. Tanpa sadar aku memelototinya, semakin dekat semakin jelas pula sosok yang sedang melangkah tersebut.

"Perhatian! Dengarkan aku seluruh Rakyat Bartham! Siang ini kita lakukan eksekusi pada mata-mata kerajaan musuh, dengan lantang berani-beraninya mereka mengirim cecunguk ini memasuki wilayah kita! Lewat eksekusi ini semoga kematian dapat mengembalikan namanya yang sudah tercemar, kehormatannya yang hilang dan pengampunan atas dosa-dosanya."

Ternyata sosok Raja Bartham lah yang keluar dan berorasi lantang di tengah lapangan jagal, entah sudah berapa kali narasi semacam ini kudengar? Tentu dengan posenya yang mengangkat kedua tangan ke langit seperti biasa. Kulihat ia berjalan pelan meninggalkan tempatnya berpijak.

CKKLLAAAAKKKK

Decak suara sepuluh pintu yang terbuka bersamaan dengan Para Algojo yang keluar bebarengan. Jubah merah gelap itu sangat pas bagi mereka yang tak segan mengeksekusi seorang kriminal tanpa ragu-ragu. Kudengar rapalan pengampunan mulai bergema di mulut mereka, semua orang terdiam mengamati mereka seolah ikut berdoa dengan khidmat. Tiga kali tepukan tangan itu menandakan Para Algojo sudah selesai berdoa.

Dari pintu tempat Sang Raja keluar, kulihat satu sosok berjalan pelan. Itu dia! Si Pemuda yang tertangkap. Entah kenapa dari caranya berjalan aku bisa menyimpulkan jika dia sedang berusaha tenang. Saat ia sudah berada di tengah-tengah area jagal, serentak Para Algojo mengarahkan tangan kiri mereka ke depan sambil mengeluarkan mata sabit berantai dari balik pinggangnya. Tanpa basa-basi mereka langsung mengayunkan sabit berantai itu secara bersamaan ke tengah area, lilitan rantai itu memenuhi tubuh Si Pemuda lengkap dengan mata sabitnya yang berada di tiap inci tubuhnya. Saat-saat seperti ini sudah sering kusaksikan, di mana jika rantai itu di tarik bersamaan maka tubuh Si Narapidana akan sobek atau termutilasi menjadi bagian-bagian kecil. Kali ini rasanya aku ingin berbuat sesuatu, namun jika aku menolongnya aku tak bisa membuktikan kebenaran terkait dirinya.

Tiba-tiba dari atas langit, sekelebat cahaya putih terang dengan sosok yang menyilaukan itu hadir di tengah kami semua. Semua yang hadir terperangah, bahkan aku sendiri rasanya tak kuat jika menatapnya secara langsung. Kututupi sebagian wajahku dengan sapu tangan, ini termasuk jarang terjadi! Dia ikut menyaksikan proses eksekusi ini secara langsung.

"Manusia, kuberkahi setiap kehidupan yang ada di Tanah Bartham, bahkan pemuda yang akan kau habisi itu, setelah ini serahkan jasadnya padaku sebagai bentuk kesetiaan dan akan terus kuberkahi Tanah Air kalian, Bartham."

Kudengar suara jernihnya pelan namun menggema, kuakui sangat bersih suara itu rasa-rasanya seperti sudah merasuk ke dalam hatiku. Perlahan silau terang itu memudar menampakkan sosoknya yang berambut panjang dengan wajah yang di tutupi kain putih. Sontak semua orang membungkuk memberi hormat padanya, bahkan aku pun terpaksa melakukannya. Kulihat pemuda itu berdiri dengan tubuhnya yang masih terlilit rantai, tapi itu seolah ia tak mau tunduk pada sosok dewa di hadapannya.

Apa! Ia tersenyum? Kenapa dia melakukan itu? Tidak, itu bahkan bukan senyum yang ramah ataupun sedang menyapa. Itu senyum yang merendahkan, bodoh sekali! Meski aku tak suka dengan sosok dewa itu, tapi aku tak akan melakukan hal sepertinya mengingat kekuatan besar yang dimiliki Sang Dewa serta pengaruhnya di Bartham. Tapi apa-apaan itu? Dengan enteng ia tersenyum sinis padahal tubuhnya tak bisa bergerak karena terlilit rantai. Apa itu menegaskan jika ia sedang menantang sosok agung tersebut? Apa dugaanku benar jika aku tak salah orang?.

"Hei kau yang di sana! Dasar makhluk bodoh!"

Astaga! Apa aku tak salah dengar apa yang ia ucapkan. Teriakannya terdengar jelas karena seisi area ini sedang terdiam memberi hormat. Semua mata sontak memandangnya, terbuka lebar ratusan mata itu memelototi dirinya seakan tak percaya apa yang sudah ia katakan di hadapan Sang Dewa. Apa ia tak sadar detik-detik kematian sudah di hitung sejak ia memasuki area jagal ini? Atau ia tak memikirkan apa pun tentang apa yang akan terjadi?.

Kulihat Sosok Dewa itu perlahan turun dari langit mendekatinya, celaka! Jangan-jangan provokasi pemuda itu berhasil memengaruhi Sang Dewa! Lantunan umpatan geram Rakyat Bartham serentak mengutuknya, apa dia sama sekali tak peduli?.

CTAAANNGG...CTAAANNGG...CTAAANNGG...

Sebuah tembok berduri tiba-tiba di munculkan oleh Para Algojo, sepuluh tembok itu tampak mengelilingi dirinya dan jika tembok itu maju secara bersamaan aku yakin, ia akan berakhir dengan tubuh yang kehabisan darah penuh lubang persis seperti siksaan dalam Iron Maiden. Ini adalah metode sihir penyiksaan paling tak beradab, apa mereka benar-benar akan menggunakan itu? Kulihat Sang Dewa juga semakin dekat menghampirinya, satu tangannya terangkat seolah sedang memberi aba-aba pada Para Algojo. Kugenggam erat sapu tanganku, tapi tetap saja! Gemetar tanganku tak bisa kusembunyikan, benarkah aku sedang khawatir sekarang?.