webnovel

Kepatuhan Bartham

"Apa yang kau lakukan! Lepaskan dewa kami! Kau tak tahu apa yang sedang kau hadapi, bedebah!" pekik Sang Raja Bartham membuyarkan keheningan.

Jubah kebesarannya melambai tertiup angin, di bawah langit mendung sosok itu berdiri menarik perhatian semua orang yang sontak tertuju padanya. Jendral Darius pun seolah tersadar dari lamunannya, dari kejauhan ia pandangi Pimpinan Tertinggi Bartham itu sedang berusaha menahan penghinaan yang di lakukan Randra.

"Haha, kau lihat itu? Bagaimana jika kubuat tubuhmu bersinar dan kau akan disembah layaknya dewa, kau akan diagungkan setinggi mungkin," tawar Silbi pada Randra.

"Hentikan hal konyol itu, lagi pula apa hebatnya?" balas Randra tak menggubris tawaran rekannya.

"Seperti biasa isi kepalamu itu aneh," ejek Silbi ketus.

Sejenak Randra membalas tatapan Sang Raja. Di hadapannya, tak ayal lagi dirinya hanyalah pengembara biasa tanpa status sosial yang mendukung. Namun di satu sisi, ia merasa ada hal yang harus di luruskan terkait kejadian ini, kebenaran dari apa yang sedang terjadi belakangan ini di Kerajaan Bartham.

"Bukankah ada empat orang algojo yang hilang secara misterius? Menurut Anda siapa pelakunya? Desas-desus ini kudengar dari Para Algojo saat aku masih berada di balik pintu sebelum eksekusi," ucap Randra tanpa berpaling pada Sang Raja.

"Apa maksudmu dewa pelakunya? Tuduhan macam apa itu!?" sergah Sang Raja menahan amarah.

"Bukan menuduh! Tapi siapa lagi? Dan ini juga berkaitan dengan beberapa warga Anda yang hilang secara misterius, sebelum dibawa kesini, aku juga mendengar pembicaraan tentang berkah dewa saat masih di dalam sel," sahut Randra yang tak mau kalah.

Ellenia yang merupakan Pasukan Penyergap pun teringat jika beberapa hari yang lalu, ia disibukkan dengan beberapa laporan orang hilang. Perlahan gadis muda ini mengingat kembali kejadian itu sembari memilih diam di kursi penonton mengamati tindakan apa yang akan diambil Sang Raja.

"Aku menduga jika ini adalah rahasia yang tak di ketahui publik, tapi cara mendapat berkah dewa adalah dengan persembahan darah, bukan begitu Yang Mulia?" tanya Randra sembari tersenyum kecil.

Untungnya Para Petinggi yang duduk di sekitarnya tak mengetahui jika nafasnya sempat tertahan, beruntung Sang Raja berhasil menyembunyikan keterkejutannya. Berusaha ia mengelak dari perkataan pemuda tersebut.

"Apa maksudmu? Apa kau menuduh aku sedang menutupi sesuatu dengan Sang Dewa? Bodoh! Berkah adalah karunia yang diberikan dewa untuk kemenangan Bartham, berkah untuk dapat memenangkan perang ini dan terus berjaya di era yang akan datang, orang Ra-Herl sepertimu tak akan mengerti arti kejayaan!"

Entah merasa terhina dengan perkataan barusan atau karena perkataanya tak di dengar oleh Sang Raja. Namun gemetar tangannya sudah cukup menandakan geram yang dirasanya dalam situasi ini, dengan cepat Randra lemparkan tubuh Sang Dewa yang masih terlilit rantai.

"Terima berkah dewamu, keparat!" teriaknya pada Sang Raja.

Melambung tinggi sosok wanita bertubuh tinggi itu ke arah Sang Raja. Belum sempat mereka menghindar, dan.

BUUUKKKKK...

Benar saja, beberapa orang termasuk Sang Raja ambruk terkena hantaman tubuh tersebut. Sementara lainnya tak percaya menyaksikan tindakan yang dilakukan Randra, di satu sisi mereka tak terima namun di satu sisi mereka juga bertanya-tanya apa benar yang di ucapkan pemuda ini?.

"Untuk apa berjaya di bumi yang sudah rusak? Apa yang kau tahu tentang diriku, brengsek! Kau bicara kejayaan tapi kau menutup mata dari sesuatu yang ada di sekitarmu, kepercayaan rakyatmu!" tak henti bentakan yang keluar dari mulut Randra.

"Hahaha, itu bagus, Marahlah! Mengamuklah! Beri mereka pelajaran," sahut Silbi kegirangan.

Bersusah payah mereka yang jatuh itu bangkit seraya menolong Sang Dewa, Sang Raja pun lantas membalas perkataan Randra dengan tegas.

"Kau sedang mencampuri urusan kerajaan lain, lalu bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengambil sikap putus asa dalam perang ini? Apa aku harus diam saja tanpa mengambil tindakan? Aku juga berjuang dengan caraku sendiri untuk Tanah Airku! Jika darah yang tertumpah tak cukup memenangkan peperangan maka aku masih akan tetap percaya sebuah berkah kemenangan berbuah suatu hari nanti."

Tanpa keraguan, ia tarik pedangnya dari pinggang. Semua Rakyat Bartham tertegun melihat tekad membara dari Raja mereka, seolah mereka bisa merasakan gejolak semangat di hatinya. Hadir di tengah-tengah mereka sosok luar biasa yang siap membela tanah airnya apa pun yang terjadi, bahkan jika cara yang digunakannya sudah menyimpang, rasanya tak masalah bagi mereka jika ini demi kebaikan mereka juga.

Jubah kebesarannya ia tanggalkan memperlihatkan kegagahan baju besi yang di kenakannya, zirah hijau kehitaman itu dipenuhi ukiran motif singa yang menjadi kebanggaannya. Pelan langkah kakinya menuruni anak tangga dengan pedang yang ia tenteng mencoba mengintimidasi Randra.

"Yang Mulia Ramon!"

"Hidup Bartham, Hidup Sang Raja!"

"Raja! Wujudkan kejayaan Bartham, wujudkan berkah dewa!"

Ramai suara penonton saling bersahutan menggema memberi semangat kepada Sang Raja, keyakinan mereka dan harapan besar seluruh Rakyat Bartham telah tersampaikan. Semua orang bahkan tak peduli lagi dengan ucapan Randra terkait sosok dewa mereka, jika Raja memutuskan sesuatu maka itulah keputusan mereka juga.

"Aku tak tahu sihir macam apa yang kau gunakan dari tadi? Tapi aku siap melawanmu kapan sekarang, awalnya dari eksekusi ini darahmu juga akan kugunakan sebagai persembahan berkah, tapi lupakan saja," ucap Ramon Ergolas Sang Raja Bartham yang menatap tajam pada Randra.

"Ini dia sisi menarik manusia," ucap Silbi terkagum.

Semakin dekat ia dengan Randra semakin pekat pula mendung yang menyelimuti Bartham, seolah gelapnya mega bersedia mengiringi pertikaian di area jagal ini. Guntur yang mulai menggelegar menjadi tabuh genderang perang bagi keduanya, Randra pun rasa-rasanya tak punya pilihan lain melihat kemantapan hati Sang Raja.

SRIIINNNGGGGG...

Kedua tangannya lantas mengeluarkan rantai yang langsung ia gunakan sebagai sarung tinju, rantai itu menutupi kepalan tangannya sampai bagian siku. Baru beberapa saat sejak mereka berhadapan, salah satu petinggi kerajaan tewas mengenaskan dengan tubuh bersimbah darah.

"Dewa? Apa yang Anda lakukan!" jerit salah satu petinggi di sebelah korban, terkejut ia melihat perubahan yang terjadi pada wujud Sang Dewa.

Begitu pun Sang Raja dan Randra, keduanya mengalihkan pandangan sejenak mencari tahu apa yang sedang terjadi? Teriakan histeris terdengar dari arah tempat duduk para petinggi. Makhluk hitam besar itu tampak memakan beberapa orang sebelum akhirnya ia terguling jatuh ke tengah area jagal, para penonton yang tak sempat menghindar pun mau tak mau tertimpa berat tubuh makhluk ini. Orang-orang yang mulai panik pun lari berhamburan meninggalkan area jagal dengan berteriak ketakutan.

Randra terperangah dengan apa yang ia lihat, matanya seolah akan keluar dari rongganya kala seekor ular berukuran sangat besar dengan empat kepala sedang tergeletak di sampingnya. Tak masuk akal wujud makhluk ini, secara acak di sepanjang tubuhnya penuh dengan tangan dan kaki manusia yang sudah membusuk serta berlumuran darah. Untuk sesaat Randra bergidik ngeri saat keempat kepala ular itu menatapnya dengan tajam, mata merahnya seolah menandakan ia ingin segera melahap Si Pemuda.

CRAASSSSHHHH...

Keempat kepala ular itu berpencar dengan cepat menuju Randra, bahkan ia tak sempat berpikir bagaimana bisa keempat kepala itu bisa membelah dirinya menjadi empat bagian?. Sekali lagi, Silbi dengan cepat menyelamatkan Randra, dua tangan gelap berukuran besar keluar dari dalam bayangannya. Satu tangan menarik Randra ke belakang dan satu tangan lagi menebas salah satu kepala ular dengan cepat.

ZRUUUUOOOHHH...

Pedang besar dengan kobaran api itu berhasil mengenai salah satu kepala ular. Tiga ular lain terdiam tak berkutik melihat ular yang terkena tebasan itu terbakar dengan suara api yang seolah membakarnya sampai ke tulang.

Dengan cepat Silbi kembali memasukkan kedua tangannya ke dalam bayangan Randra, ketiga ular ini pun mendesis bersamaan mengisyaratkan ketidaksukaan campur tangan Silbi. Seketika itu pula, perlahan wujud keempat ular aneh itu memudar dan akhirnya lenyap dari pandangan mata, menyisakan Randra dan Raja Bartham yang saling pandang tak menyangka akan kemunculan makhluk menyeramkan yang mengganggu duel mereka.