webnovel

8. Sewa Kamar

(Sedikit catatan, untuk tema LGBT per 11 agst 2023, hanya tersedia untuk karakter utama wanita. Setting karakter utama pria tdk tersedia, utk bahasa indonesia juga tidak bisa dipasang tagar. Sy juga tdk tahu kenapa. Jadi, kalau sampai sini masih ada yang kesasar, silahkan tanggung resiko sendiri. Ini BL- alias BoyxBoy :D )

Malam itu, Hasan duduk di dekat jendela, menatap jalanan yang masih ramai di bawah sana.

Semuanya berjalan mulus, seolah Tuhan membukakan jalan untuknya. Dia bersyukur untuk itu. Dengan begini, Hasan berharap rasa penasarannya pada duda itu akan berakhir dan bisa menjalani kehidupannya seperti biasa.

Rrrr...

"Halo," jawab Hasan tanpa melihat identitas pemanggil.

- "Hasan, aku Dhika. Jangan tutup teleponnya."

Alis tebal Hasan bertaut. Dia sungguh tidak ingin merusak suasana hati dengan berbicara pada pria di sebrang sambungan. "Cepat katakan."

- "Pak Altaf bilang kalau sudah waktunya kamu kembali."

"Suruh dia bilang sendiri ke aku," jawab Hasan kesal.

- "Nyonya Husni juga bilang kalau dia merindukan anaknya."

"Tch," decak Hasan. "Aku akan telepon lagi nanti."

Hasan menutup telepon dan sudah akan melemparnya ke kasur saat ponselnya berdering lagi.

"Apa lagi?" tanya Hasan dengan malas.

- "Mm... Aku tidak tahu nomor kamarnya," ujar suara yang berbeda dari penelepon sebelumnya.

"Pak Haris.." Hasan mengecek ponselnya, benar kali ini nama atasannya yang muncul. "Saya ada di....."

Di bawah, Haris menggenggam erat ponselnya lalu melangkah masuk ke dalam hotel. Menuju kamar dimana Hasan sudah menunggunya.

Haris hanya perlu mengetuk pintu dua kali. Pintu kamar dibuka oleh Hasan yang hanya memakai handuk di pinggang.

"Aku mandi dulu sebentar," ujar Haris yang langsung nyelonong ke kamar mandi. Dia cepat-cepat membersihkan diri. Pria itu tidak ingin rasa takutnya muncul dan menunda-nunda lebih lama.

Sebentar saja, Haris sudah keluar dengan rambut yang masih basah.

"Cepat sekali," komentar Hasan. Matanya tertuju pada badan Haris yang seperti perkiraannya. Hampir tidak ada otot yang menonjol, atau bentuk tubuh yang menarik. Atasannya itu tidak gemuk, hanya biasa saja.

Terlalu biasa.

"Bapak tidak berubah pikiran 'kan?" tanya Hasan sambil berjalan mendekat dan menyentuh lengan Haris.

Haris mengangkat salah satu sudut bibirnya, dia tidak mau kalah dalam permainan ini. "Menurutmu?"

Saat Haris mendekat hingga nafas mereka saling beradu, Hasan tidak membuang waktu dan langsung mengecup bibir lelaki di depannya meski harus membungkukkan badan. Ketika Hasan mengira akan ditolak seperti sebelumnya, Haris membuka mulut dan perlahan menjilati bibirnya, meminta Hasan melakukan hal yang sama.

Tangan kanan Hasan tanpa sungkan mengeksplorasi mulai dari lengan, pundak, leher hingga rambut Haris yang masih basah. Meski memakai produk mandi yang sama, indra Hasan mencium aroma yang berbeda pada tubuh pria di depannya itu, seolah Haris memiliki wangi khas yang tidak bisa dibasuh dengan air dan tidak dapat ditutupi dengan wewangian lain. Aroma maskulin yang membuat Hasan sulit mengendalikan akal sehatnya saat ini.

Alis Hasan berkerenyit saat tangannya yang hendak mengusap pantat Haris terhalang oleh handuk. Tanpa meminta ijin, dia melepaskan kain yang menghalangi keinginannya. Hasan sudah hendak melancarkan serangan lain saat handuk yang dia kenakan untuk menutupi kemaluannya ditarik paksa. Saat membuka mata, Haris tengah memandang tubuhnya yang kini telanjang.

"Kamu besar juga, ya," cara Haris berbicara dengan bibir sedikit terangkat dan kelopak matanya yang terbuka separuh, mengaduk-aduk kumparan nafsu yang berpusat di tubuhnya.

Dan ketika tangan itu perlahan menyentuh dirinya yang sudah mengeras, mengocoknya ke atas ke bawah dengan gerakan sensual. Hasan tidak kuasa menahan erangan pelan keluar dari mulutnya.

"Pak Haris...." bisik Hasan. Dengan susah payah, dia hentikan tangan Haris sebelum pria itu menggodanya lebih jauh.

"Kenapa, Hasan? Bukannya ini yang kamu inginkan?"

Hasan melihat dengan mata terbelalak saat pria di depannya itu mendorong tubuhnya menjauh hingga terjatuh di atas kasur. Dia masih tidak percaya ketika atasannya itu merangkak ke atasnya, di tangannya terdapat sachet kecil yang masih tersegel.

"Tenang saja, aku akan mengurusmu dengan saaaaaaa...ngat baik," ujar Haris, wajahnya sekilas terlihat licik.

??

Dengan satu tangan dan dibantu giginya, Haris menyobek bungkus kondom. Cairan bening keluar dari puncak penis Hasan melihat pemandangan seksi itu.

Atasannya itu lalu menuangkan cairan lubrikan dan melumurinya ke celah pantat Hasan.

?!?!?!

"Angkat kakimu ke atas... Atau mau diganjal bantal?" Haris mendorong kaki Hasan hingga semua bagian pribadinya terekspos.

"Tunggu!! Pak Haris memang tahu caranya?" Hasan yang sejak awal sudah berimajinasi tentang berbagai posisi yang akan dipraktekkannya bersama wakil direktur itu, tidak menyangka akan berada di posisi yang sebaliknya.

"Hmm.. Kira-kira. Yang pasti aku tidak akan membiarkanmu merobek anusku dengan pistolmu."

???!!!!!

Kalau saja yang mengatakan hal seseksi itu bukan Haris yang tengah duduk di antara pahanya, Hasan tidak akan mengalah. Siapa sangka badannya yang terlihat lemah itu menyimpan tenaga yang kuat.

Tapi, Sialan!! Pak Haris seksi banget saat ini!!

.

Hasan yang mengalah berencana melakukan persiapannya sendiri seandainya Haris merasa jijik menyentuhnya di bawah sana, atau melakukannya secara keliru. Tapi pria yang tengah fokus itu tidak hanya melonggarkan dengan sangat baik, Haris bahkan bisa menemukan titik prostatnya.

"Disini...?" Atasannya itu bertanya dengan wajah serius.

Hasan tidak tahu apakah pria itu bertanya karena tidak tahu atau hanya untuk menggodanya. Karena tidak mungkin Pak Haris yang super teliti itu, tidak melihat burungnya yang bergoyang-goyang kesenangan dan terus mengeluarkan precum.

"Sudah tiga jari, harusnya sudah cukup." Hasan mendengar suara Haris menyobek sesuatu.

Kekhawatirannya yang lain, bahwa Haris tidak bisa berdiri saat melihat penis pria lain juga tidak terbukti. Sebab Hasan yakin kalau benda keras yang mencoba mempenetrasi dirinya, adalah milik Haris.

Haris menaikkan kaki kanan Hasan ke pundak, dan Hasan melihat (dan merasakan) bagaimana pria itu pelan-pelan berusaha memasuki dirinya.

F!!!!!

Selama ini Hasan hanya mendengar dari orang lain kalau pertama kali terasa sakit. Tapi tidak sesakit ini!!!

Dan sangat jauh dari saat hanya jari Haris yang masuk!!

"Hasan...?" panggil Haris. Dadanya yang terbuka naik turun dengan cepat. Hasan tidak sadar dia telah menutup mata.

"Apa kamu mau berhenti?" tanya Haris lagi.

Hasan melihat keringat yang membasahi pelipis pria itu, dan dadanya yang sedikit nggilap pastilah karena keringat juga. Pria itu juga menahan diri demi dirinya.

Hasan memegang lengan atasannya itu untuk menenangkan dan merilekskan tubuhnya. Dia tidak ingin pengalaman pertama dirinya dengan Haris berakhir buruk.

"Tidak, Pak. Tolong lanjutkan."

Seolah memahami kegelisahan Hasan, Haris membungkukkan badan dan memeluknya.

"Aku akan pelan-pelan," bisik Haris di telinga Hasan sebelum dia merasakan dorongan di bawah sana.

Kemaluannya yang sempat layu akibat rasa sakit, kini kembali hidup karena dia bisa merasakan milik Haris bergerak maju-mundur di dalam dirinya. Sesekali Hasan merasa seluruh tubuhnya bergetar ketika titiknya tersentuh.

"Sini.. Kamu suka disini?"

Tapi saat Haris sedikit bergeser dan mulai menusuki dirinya dengan cepat, Hasan merasakan sensasi overload. Tubuh pemuda itu bagai tersengat waktu tiap hujaman mengenai prostatnya tanpa ampun.

"Ah.. ah.. Pak Ha..Ris.." Hasan hanya bisa memanggil satu nama itu saja.

Atasannya itu hanya berhenti sebentar sebelum lanjut mengeluar masukkan penis ke anusnya yang menganga.

"Pak..! Pak Haris!"

Suara vulgar yang dibuat saat kedua tubuh basah mereka beradu tidak bisa tidak merangsang Hasan. Belum lagi sensasi ketika cairan pelincir yang mereka pakai mengalir melewati pantatnya lalu turun ke pahanya.

Hasan tidak menduga dirinya akan bisa berhubungan badan dengan Haris. Meski tidak persis seperti bayangannya, Hasan tidak menyesal meski harus mengkangkangkan kaki dan membiarkan atasannya itu memakai tubuhnya sepuas hati.

"Apa memang seenak itu sampai kamu keluar banyak begini.." Tangan Haris mendadak memegang tongkatnya yang sudah keras sedari tadi.

Hasan ingin menjelaskan kalau cairan semennya hanya sebagian saja, sebagian lagi dari lubrikan yang mengalir dari pantatnya, namun kata-katanya tercekat saat Haris memainkan bagian bawah dari ujungnya yang sensitif.

"Kamu imut juga, bisa muncrat begini." seolah tanpa ampun, Haris mulai mengocok kemaluannya bebarengan dengan menghujam prostatnya dari belakang.

"A... a..." teriakan Hasan yang berhenti di tenggorokannya saat seluruh tubuhnya mengejang dan dunianya berwarna putih, dia pikir dirinya tidak dapat merasakan hal lain selain berada di puncak kenikmatan. Namun badan dan alam bawah sadarnya mengenali kedutan dan dorongan yang berasal dari bagian bawah tubuhnya.

Ah, Pak Haris juga keluar... Hal itu menjadi pikiran terakhir Hasan sebelum menutup mata. Dia berharap Haris tidak panik dan melakukan hal-hal bodoh yang dapat menyakiti mereka.

.

.

.