webnovel

CRUSH (My Fireflies)

Karina menunggu pacarnya hampir 4 jam untuk merayakan tahun baru bersama. Namun, pacarnya tak kunjung datang dan tiba-tiba menelepon untuk meminta putus dengannya. Sumpah serapah terus keluar dari mulutnya dengan wajah berlinang air mata. Namun, alih-alih basah oleh air mata, hujan malah mengguyur Karina seperti disengaja. Lalu, seorang cowok tampan menghampiri dan memberikannya payung serta satu cup hot coffee. Tanpa berbicara apa pun. Kebaikan kecil itu membuat hatinya berdesir. Dan tanpa mereka sadari, benang takdir sudah terikat di antara keduanya. Membawa berbagai rasa, serta kenangan yang akan segera terukir. Lewat kepolosan cinta masa SMA yang penuh dengan drama dan juga ke-absurd-an teman-temannya yang juga ikut menghiasi kenangan. Ikuti kisah penuh warna mereka di sini!!

HuangVioren · Adolescente
Classificações insuficientes
243 Chs

Klub Fotografi

Karina, Kaila dan Emy sedang berada di ruang guru sekarang. Lebih tepatnya di ruangan Pak Abian. Tentu saja Davira juga mengekori sahabat-sahabatnya.

Mereka dipanggil ke sini sehari setelah ujian remedial berlalu. Bisa dipastikan bahwa Pak Abian akan membahas nilai mereka. Jujur saja, Karina sangat merasa gugup.

Gadis itu melirik kedua sahabatnya. Ternyata tak hanya dirinya saja yang merasa gugup, tetapi juga Kaila dan Emy. Terbukti dari raut wajah mereka yang terlihat sedikit memucat.

Sedangkan Davira? Gadis itu hanya diam dan mengamati dari pojokan ruangan saja. Seperti biasa wajahnya terlihat datar dan sangat minim membuka mulutnya.

Di sana, sudah ada Pak Abian yang sedang serius memperhatikan beberapa lembaran kertas yang bisa dipastikan bahwa itu adalah kertas ujian remedial mereka.

Setelah hening sesaat, terlihat suara Pak Abian yang merapikan kertas itu dan mulai menatap ketiga siswi yang berada di hadapannya.

"Gi-gimana, Pak? Kami naik kelas, 'kan?" cicit Karina yang sudah tak sabaran.

"Tentu aja kalian naik kelas," jawab Pak Abian yang terlihat mengerutkan keningnya.

Karina, Kaila dan Emy langsung bernapas lega. Akan tetapi, melihat raut wajah Pak Abian, bukankah sepertinya Bapak itu sedang heran atau malah kebingungan?

"Memangnya ada yang gak naik kelas?" lanjut Pak Abian lagi.

"Loh, kata Bapak kalo nilai kami merah lagi di ujian remedial kali ini, kami bakal gak naik kelas!" hembus Kaila.

"Hem ... emang saya ngomong begitu?"

Karina dan kedua sahabatnya melototkan matanya tak percaya. Padahal dia sendiri yang bilang begitu, tetapi dia sendiri juga yang lupa.

Jika saja yang duduk di hadapan mereka sekarang ini bukanlah seorang guru ataupun seseorang yang lebih tua, mungkin mereka akan menghujatnya secara habis-habisan.

"Haha saya bercanda. Lagian nggak naik kelas? Mana ada begituan. Saya ngomong gitu biar kalian bisa lebih serius dalam menghadapi ujian remedial kali ini. Good job, semuanya! Nilai kalian lumayan naik daripada kemarin-kemarin," tukas Pak Abian diiringi senyum penuh arti.

Karina, Kaila dan Emy menganga tak percaya saat mendengar perkataan Pak Abian barusan. Apa-apaan maksudnya itu? Bukankah mereka baru saja ditipu?

Dalam hati, diam-diam mereka menyumpah serapahi Pak Abian. Bukan bermaksud buruk, mereka hanya sedang kesal saja!

Dan begitulah ujian remedial Karina dan kedua sahabatnya berakhir. Tidak naik kelas? Itu hanyalah bagian dari omong kosong guru semata, agar para muridnya lebih rajin dalam belajar.

***

Di kelas Karina, lebih tepatnya di kelas X-1 sedang ada pendataan bagi siapa-siapa saja yang ingin mengikuti ekstrakurikuler.

Meskipun mereka semua diam menyimak, tapi mereka tetap terhanyut dalam pikirannya sendiri. Contohnya saja seperti Davira yang sekarang sedang sibuk membaca novel. Atau Kaila yang sibuk menguap dan Emy yang sibuk bercermin.

Namun, berbeda halnya dengan Karina. Gadis itu benar-benar menyimak dengan serius. Tak biasanya Karina begini.

"Selanjutnya, siapa yang mau bergabung dengan klub fotografi?" tanya si ketua kelas lagi sambil mencatat nama-nama yang mengacungkan tangannya ke atas.

Namun, tak disangka-sangka Karina malah menjadi bagian dari anak-anak yang mengacungkan tangannya tadi.

"Gue mau ikut!!" ungkapnya dengan sangat antusias.

Reflek, ketiga sahabatnya menatap Karina tak percaya. Klub fotografi itu dipenuhi oleh cowok-cowok dan lebih dari itu, Karina tidak tahu menahu sama sekali tentang fotografi.

Pasti ada asal-usul yang menjadi sebab mengapa ia melakukan hal ini.

***

Keempat gadis ini sekarang sedang duduk di markas mereka, yaitu di rooftop sekolah. Jarang sekali ada murid yang datang ke sini karena pintu untuk menuju ke rooftop yang seringkali bermasalah. Malahan, banyak kejadian siswa dan siswi terkunci di sini karena pintunya yang tetap saja rusak meski sudah diperbaiki berkali-kali.

Sejak saat itu, konon katanya ada penunggu di rooftop ini. Makanya pintu-pintu tersebut sering rusak, dan berbagai cerita lainnya yang menurut Karina serta ketiga sahabatnya sangat dilebih-lebihkan.

Buktinya, Karina serta ketiga sahabatnya hampir setiap hari datang ke sini saat jam istirahat. Ya, mereka menjadikan tempat ini sebagai markas rahasia mereka saat jam istirahat. Namun, tidak pernah ada kejadian aneh sekali pun.

Dari fakta ini, dapat diambil dua kesimpulan. Pertama, cerita penunggu itu memang tidak ada alias bohong. Kedua, Karina dan ketiga sahabatnya dianggap sebagai teman oleh penunggu rooftop ini. Makanya mereka tidak pernah diganggu.

Ah, kesimpulan yang kedua tadi sangat keterlaluan sekali. Menyamakan Karina dan ketiga sahabatnya dengan makhluk halus. Karina jadi merinding sendiri membayangkannya.

"Jadi ... kenapa lo mutusin buat ikut klub anak sholeh?" tanya Emy yang membuyarkan Karina dari pemikiran absurd nya.

"Eh? Hm ... Ezra semalem nge-chat gue, katanya dia mau gabung ke klub fotografi, lewat wa," jawab Karina yang dibalas 'O' oleh ketiga sahabatnya secara bersamaan.

Karina sudah tak tertolong lagi. Dia sudah menjadi seseorang yang bucin akut.

"Kalian udah tukeran nomor wa, ya ...," ujar Kaila yang dibalas anggukan semangat dari Karina.

"Iya, dong!!"

"Berarti udah ada kemajuan, dong! Lumayan, nih!" timpal Emy yang kembali memasukkan bakso ke dalam mulutnya.

"Oh, tentu! Dia juga ngomong kalo dia seneng pas berduaan aja sama gue. Kyaaaa!! Dia kek punya perasaan yang sama gitu ga, sih, ke gue?" celetuk gadis itu untuk yang kesekian kalinya. Wajahnya dipenuhi dengan senyuman, bahkan filter bunga-bunga menghiasi background Karina.

"Lo udah 200 kali ngomongin hal itu!" sela Emy yang terlihat gregetan. "Trus, setelah itu kalian ngapain?" lanjutnya.

"Udah, itu aja."

"Hahh??? Kok, gitu aja? Berarti kalian ga ada kemajuan, dong!" decak Emy yang lagi-lagi gemas melihat tingkah Karina.

"Ya, terus gue harus gimana?" gerutu Karina. Gadis itu terlihat sedang menyobek-nyobek roti coklat yang tadi di makannya.

"Kalo dia ngomong gitu, udahh tembak aja!" usul Emy.

"Yaa ... Karina juga ga bisa langsung nembak gitu aja, 'kan? Apalagi dia cewe," sanggah Davira yang bungkam cukup lama. Karina mengangguki perkataan Davira barusan.

"Iya, 'kan!!!! Apalagi kami baru-baru aja kenal."

"Hm ... apa bedanya cewe atau cowo yang nembak duluan? Lagian, nih, ya, sekarang itu jamannya cewe yang gerak duluan! Apalagi mengingat banyak banget oknum cowok yang ga peka. Lo ga takut dia ke duluan sama yang lain?" ringis Emy.

Karina merengut wajahnya. Tentu saja ia takut jika crush nya akan digandeng duluan oleh orang lain. Tetapi, Karina terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya. Terlebih, jika mengingat Ezra yang lumayan dingin, ditambah dengan temannya yang galak.

Kaila sedari tadi hanya menyimak obrolan ketiga sahabatnya. Sepertinya ia juga sedang memikirkan sesuatu.

"Jadi, hari ini sebelum pulang lo mau ke klub fotografi dulu, gitu?" tanya Kaila setelah keheningan yang terjadi beberapa saat lalu.

***