webnovel

Crazy Wife Vs Cold Husband

WARNING! Terdapat konten dewasa di dalam novel ini. Harap bijaklah memilih bacaan. "Kamu bebas melakukan apapun di rumah ini, kamu bebas pergi ke manapun, dan aku tak peduli dengan itu! Tapi, satu hal yang harus kamu ingat! Jangan pernah mengusik kehidupan pribadiku!" tegas pria berusia 25 tahun, berwajah Asia dengan ciri khas rambut panjangnya yang membuatnya terlihat tampan dan cool di mata para wanita, tepat di hadapan wanita yang baru saja sah menjadi istrinya. "Aku bahkan tak peduli dengan apapun yang berkaitan dengan dirimu! Jangan pernah menggangguku juga! Jika tidak, kamu akan tahu akibatnya! Kamu tahu, aku bisa melakukan apapun untuk membalas orang yang berani mengusikku! Dan, satu lagi. Jangan pernah menyentuhku, atau aku akan membuat dirimu menyesal, dan takan pernah sanggup untuk bangun kembali!" ancam gadis cantik serta berwajah lugu bernama Gabriela Anastasya Sasongko, berusia 21 tahun seraya menunjuk wajah pria tampan itu tepat di wajah pria itu. Siapa sangka? Di balik wajahnya yang lugu tersimpan sesuatu yang membuat pria itu hampir mengalami darah tinggi setiap harinya, serta mendadak membuatnya memiliki riwayat penyakit jantung. Menikah adalah jalan yang harus keduanya tempuh ketika keduanya terlibat dalam skandal yang terjadi akibat kesalah pahaman. Lantas, akankah pernikahan itu dapat membawa keduanya saling menerima kehadiran satu sama lain? Dan mungkinkah seiring berjalannya waktu dapat menumbuhkan benih cinta di hati keduanya?

Mahdania · Urbano
Classificações insuficientes
409 Chs

CWVCH PART 5

Dua hari berlalu, Briel dan Erland keluar dari sebuah Gereja. Di tengah langkahnya yang terlihat kesulitan Briel mengangkat gaun berwarna putih yang melekat di tubuhnya. Gaun itu tak panjang melebihi telapak kakinya. Dia pun memakai wedges saat ini. Namun, gaun itu melekat pas di tubuhnya dan membentuk model duyung sehingga dirinya kesulitan berjalan.

Ya, Briel dan Erland baru saja mengucapkan janji suci pernikahan di sebuah Gereja, di Jakarta. Awalnya, pernikahan akan dilakukan di Bandung, mengingat orangtua Erland tinggal di sana. Namun, setelah tahu Erland rupanya tinggal di Jakarta karena mengurus cabang perusahaan Handoko yang di Jakarta sebagai jabatannya menjadi seorang menejer di perusahaan Handoko, Bram pun meminta pernikahan dilakukan di Jakarta.

Pernikahan Briel dan Erland begitu sederhana. Hanya ada Bram, mami Briel yang tak lain adalah Clara dan kedua orangtua Erland. Semua serba mendadak. Persiapan pun disiapkan seadanya dalam waktu sesingkat itu.

Clara awalnya syok mendengar kabar bahwa Briel akan menikah. Bagaimana tidak? Bram mengatakan bahwa itulah yang terbaik setelah menjelaskan apa yang menimpa anak perempuannya itu. Bagaimana pun, sebagai mami Briel, Clara merasa sedih. Dia pun kecewa pada Erland. Bahkan Clara baru pertama kalinya melihat Erland. Jika saja dia memiliki pilihan, dia akan memilihkan pria yang sudah dia kenal dengan baik jika pun Briel terpaksa harus menikah.

Sayangnya, Bram memutuskan hal itu dengan tanpa bisa diganggu gugat. Entah apa yang ada di pikiran Bram, jika pun ingin menyelamatkan Briel, mungkin itu cukup masuk akal di pikiran Clara. Hanya saja, bisakah Erland menjaga Briel dengan baik? Bisakah Erland memperlakukan Briel dengan baik seperti Clara dan Bram memperlakukan Briel layaknya putri di keluarga mereka. Apa lagi, Briel dan Erland sudah terikat pernikahan, Clara pun cemas Briel akan tak siap menghadapi kehidupan setelah pernikahan nanti.

Sedangkan Rosita, yang tak lain adalah mama Erland. Dia pun tak kalah syok. Setahunya, Erland menjalin hubungan dengan wanita lain tetapi kini harus berakhir dengan menikah dengan Briel. Baginya tak masalah, menjadi besan Bram tentu saja membuat dirinya merasa bangga. Apa lagi, dia tahu Bram termasuk salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Siapa yang tak ingin memliki besan seperti itu? Namun, melihat wajah Briel yang sepertinya terlalu lugu, membuat mama Erland tak yakin Briel akan bisa merawat Erland dengan baik.

Intinya, Clara dan Rosita sama-sama ragu pada menantu mereka.

Puk!

Erland menghentikan langkahnya ketika seseorang menepuk bahunya. Semua orangpun terdiam setelah Erland menoleh dan melihat orang itu.

"Saya ingin bicara denganmu," ucap Bram. Tatapan Bram begitu datar. Namun, begitu banyak hal yang dia pikirkan saat ini.

Erland melihat kedua orangtuanya. Di mana kini sang papa tengah mengangguk mengisyaratkan dirinya agar bicara dengan Bram.

"Baiklah," ucap Erland dan mengikuti Bram dari belakang menuju tempat yang cukup jauh dari semua orang itu.

Mereka pun tampak bicara. Bahkan keduanya tampak serius ketika bicara dan entah apa yang mereka bicarakan. Semua orang jelas tak dapat mendengar percakapan antara Bram dan Erland.

Briel menoleh, dia melihat Clara yang jelas sekali ekspresinya sangat sedih. Bagaimana pun, Briel kesayangannya yang sudah dia urus sejak usia 4 tahun. Briel anaknya, bahkan dia menyayangi Briel melebihi apapun. Apapun akan selalu tentang Briel lebih dulu dibandingkan kedua anak laki-lakinya.

Bagi Clara, memperlakukan Briel dengan spesial adalah keharusan karena Briel adalah anak perempuan satu-satunya di keluarganya yang selama ini selalu dijaga dan dirawat dengan baik. Briel selalu mendapatkan apapun yang dia inginkan bahkan meski Briel tak memintanya. Bram dan Clara akan memberikan semua yang terbaik. Bukan berarti tak menyayangi kedua anak laki-lakinya. Namun, mereka laki-laki dan bisa menjaga diri mereka sendiri dan selama ini Clara percaya, bahwa anak-anaknya takan pernah mempermalukan keluarga. Mereka benar-benar sekolah dengan benar dan selama ini selalu membanggakan. Bahkan saat inipun, mereka tak hadir di pernikahan Briel karena sibuk dengan sekolah mereka.

"Mami harus apa? Semua ini terjadi begitu cepat. Mami bahkan tak siap menerima Kakak sudah menikah," ucap Clara sedih.

Mata Briel memerah. Dia sudah menahannya untuk tak menangis ketika janji suci pernikahan telah selesai diucapkan dan dirinya sempat melihat Clara. Namun, sepertinya kali ini dia tak bisa menahannya.

Briel memeluk Clara.

"Bisakah Kakak seperti Mami? Mami menjadi istri yang baik, tetapi Mami dan papi saling mencintai. Sedangkan Kakak? Kakak tak mencintai pria itu," ucap Briel kemudian air matanya luruh deras.

Clara mengusap punggung Briel. Dia pun bingumg harus mengatakan apa pada Briel. Dia amat mengerti Briel. Namun, selain terjadinya kejadian yang memalukan itu, Clara pun yakin Bram pasti memiliki alasan lain karena itu dirinya mau menikahkan Briel dengan Erland yang tak lain adalah anak dari rekan bisnisnya sendiri. Hubungan kerja antara Bram dan Handoko memang berjalan baik selama bertahun-tahun keduanya tak pernah membuat kesalahan yang berujung mengecewakan. Namun, entah apa alasan Bram selain karena tak ingin menanggung malu keluarga atas kejadian yang menimpa Briel, Bram bahkan tak mengatakan alasan itu pada Clara.

"Mami yakin, Kakak akan bisa menjadi istri yang baik," ucap Clara.

Briel melepaskan pelukannya. Dia mengusap air mata Clara yang juga ikut luruh. Bukan menjadi istri yang baik, Briel bahkan ingin menyiksa Erland nantinya agar Erland mendapatkan balasan atas perbuatannya terhadap Briel.

"Mami kalau mau shopping, kalau butuh teman untuk liburan, jangan lupa hubungi Kakak Briel. Kakak Briel akan tetap menemani Mami, oke," ucap Briel.

Clara yang kink tengah sedih pun menjadi gemas mendengar ucapan Briel. Briel benar-benar membuatnya tak tahan untuk tak terkekeh.

"Tentu saja, Sayang," ucap Clara.

Briel pun tersenyum. Dia kembali memeluk Clara tetapi hanya sebentar karena tak lama Erland dan Bram kembali.

"Kak, ikutlah dengan Erland," ucap Bram.

"Ke mana?" tanya Briel.

"Ke rumah Erland, memangnya ke mana lagi? Kalian sudah menikah, kalian akan tinggal bersama," ucap Bram.

Briel melihat Erland dengan tatapannya yang tajam. Mendadak hatinya gelisah. Tak mungkin dirinya akan tinggal berdua saja dengan Erland, bagaimana jika Erland berbuat macam-macam padanya lagi seperti malam itu? Briel benar-benar akan mengutuk Erland jika perlu mengutuk Erland menjadi batu agar hak bisa berbuat macam-macam padanya lagi.

"Hem..." Briel pun mengangguk. Dia tak melawan dan pasrah saja. Tapi, dia sudah memiliki cara agar bisa terhindar dari pria bajingan seperti Erland.

Erland menaikan satu alisnya seraya melihat Briel. Dia pikir, Briel akan menolak. Namun, tak disangka Briel justru menyetujui hal itu dengan tanpa mendebat Bram.

'Aku curiga pada wanita ini,' batin Erland seraya melihat Briel yang kini tengah melihatnya juga dengan tatapan yang entah tatapan macam apa itu?