"Sal, gue mau ngomong sama lo," ucap Argo meminta waktu untuk berbicara 4 mata dengannya. Karena, akhir-akhir ini Salsha mulai menjauhinya. Nita yang biasanya sering bersamanya juga menyendiri, Sadewa yang selalu diam semakin tidak kelihatan diujung kantin sedikitpun.
"Apa?" tanya Salsha menepis Arhgo saat tangannya berusaha memegang tangannya.
"Kok lo jadi ngehindar, ada masalah apa lo sama kita-kita?"
"Gak ada," jawab Salsha seadanya, memang apa yang harus Salsha jawab selain itu. Toh, semuanya juga akan sama dan masih sama. "Gue kira gue sama yang lainnya pindah sekolah disini dengan tujuan mempererat persahabatan. Harusnya lo mengharagi kita-kita karena kita bersedia pindah agar kita enggak jauh dan bisa kaya dulu lagi," ucap Argo kesal dengan pemikiran Salsha yang justru meresponnya dengan berbeda.
Permasalahannya memang ada diotak mereka, jika Salsha mau menghilangkan pikiran buruk dan traumanya maka dirinya tidak akan terus terpuruk. Jika Nita tidak terlalu ikut campur dalam hubungan Sadewa dan Salsha mungkin trauma Salsha tidak akan semakin memburuk juga. Jika Sadewa lebih hati-hati dan siaga dalam menjaga Salsha dia juga tidak akan kecolongan dalam melindungi Salsha. Dan dimana Argo? Itu juga perlu ditanyakan, karna dalam kecelakaan batin satu tahun yang lalu Argo tidak bersama mereka.
"Lo enggak perlu ngatur, aaat itu lo enggak tahu jalan ceritanya. Harusnya lo diem, bukan sok dewasa didepan kita," ucapan Salsha menonjok Argo karena menurut Salsha Argo terlalu mencampurinya terlalu jauh.
"Gue ngomong gini karna gue perduli," sangkal Argo yang melihat mata Salsha sudah mulai memerah marah. "Keperdulian lo terlambat Go, -Nya juga akan enggak akan bisa mengulang waktu dan membuat lo jadi pahlawan,"
•••
"Ada apa ini kok gue dipindah sekolah, disuruh satu sekolah lagi. Gue nyaman juga disekolah gue yang itu," gerutu Wiga yang kesal dengan keputusan Aldi yang tidak menanyakan dulu persetujuan Wiga.
Bagaimana tidak, Aldi menyeret dan membuang baju sekolahnya. Dan lebih parah lagi, Aldi sudah membelikan baju sekolah baru satu almamater dengannya juga, padahal sekolah yang Aldi tempati sangat mahal. Bagaimana bisa Wiga membayar sekolah disana, jika dengan uang ayah nya Wiga bisa. Tapi tabungannya sudah mulai menipis.
"Biar bunda gampang pantau kitanya," sahut Aldi yang masih menarik kerah belakang Wiga, Aldi tidak mau kecolongan membiarkan Wiga kabur lagi. Sebenarnya Aldi lelah mencari kutu rambut. Sama separti Aldi mencari Wiga.
"Lepasin gue juga kali, masa udah didepan gerbang gini gue masih ditarik paksa kaya anak kucing," keluh Wiga masih kesal dengan perilakuan Aldi, mana bisa Wiga kelihatan keren kalau Aldi masih menarik kerah bajunya seperti ini.
'Kalau kaya gini si, keliatan banget kalo Wiga seperti tertangkap basah mencuri dan dijewer telinga oleh kakaknya,'
"Enggak, entar kalo gue lepas lo pasti kabur," Aldi terlihat teguh pada pendiriannya, dan disaat yang sama Aldi melihat Salsha berjalan menggunakan tas gendongnya seperti berjalan dengan terburu-buru.
"SAYANG," teriak Aldi memanggil Salsha ditengah koridor yang luas. Sebenarnya yang membuat Wiga merasa malu bukan teriakannya, tapi kenapa semua cewem dikoridor fokus menatap Aldi dan juga Wiga. Jadi maksud Aldi, semua siswi disini bernama Sayang?
"Sal, gue dapet Mochi baru buat lo," teriaknya lagi dengan menarik Wiga untuk ikut padanya, dan itu sukses membuat Wiga ikut terbawa lari sangat cepat sampai rasanya Wiga ingin mati.
"EH SIALAN, GUE GAK BISA NAFAS AN*IR." teriak Wiga yang melepas tangan Aldi, lalu mencekeknya balik..
"Rasain," Wiga tertawa saat Aldi terbatuk-tatuk karna tidak bisa bernafas, setelah Aldi melepaskan diri Aldi langsung memukul kepala Wiga cukup keras. "Gini ya kelakukan lo sama abang lo," Wiga hanya memasang wajah datar saat medengarnya.
"Kalian ngapain si, gue mau masuk kelas. Kalo enggak jadi gue mau langsung masuk aja," pisah Salsha kesal karena diacuhkan, mereka berdua fokus dengan dunianya dan Salsha hanya bisa berdiri melihatnya saja maksud Aldi?
"Eh maaf beb, Emang ini anak kalo sama gue enggak inget tempat bercandanya, kenalin dong. Wiga, adik gue," ucap Aldi mengenalkan Wiga pada Salsha, Salsha yang melihat cowok yang bersama Aldi terlihat tidak asing, akan tetapi masih tidak bisa mengingat siapa.
Wiga yang merasa ditatap penuh intimidasi oleh Salsha membuang wajahnya ke samping. "Biasa aja kali matanya," ucap Aldi menghentikan tatapan selidik dari pacarnya.
"Sejak kapan lo punya adik?" Nah, pertanyaan ini yang harus Aldi jawab dari Aldi. "Mmm kapan ya, ya emang udah dari dulu. Lo nya aja yang enggak tahu gue punya adik," jawab Aldi saat Slasha terlihat berfikir sangat serius.
"Bukanya bunda juga pernah bilang kalau lo anak tunggal?" 'Nah kan, kalo udah gini tuh, susah jelasinnya.'
"Tinggal jabat tangan apa susahnya si, iya gue Salsha pacarnya Aldi. Kenapa nanya pertanyaan yang jelas-jelas lo belum tahu jawabannya. Jabat tangan!" perintah Aldi pada pacarnya yang terlalu selektif. "Masalahnya bukan itu sebenernya," keluh Salsha yang tidak setuju.
"Gimana kalo kita putus aja, gue pacaran sama dia. Soalnya gue bosen sama lo, dia juga kelihatan lebi--" Belum selesai Salsha mengucapkannya, Salsha sudah dihadiahi tatapan tajam dari Aldi.
"Lanjutin lagi, lanjutin. Minta gue gue cium ditempat umum lama-lama," keluh Aldi yang kesal. Salsha melihat wajah Aldi mendatar dan Salsha hanya sedikit tersenyum, Aldi semakin kesini semakain romantis tapi masih enggak jelas juga. Salsha suka. Salsha membalik dan berjalan dengan sangat kesal.
"Eh, yang belum kenalan kan sama adik gue," teriak Aldi lagi yang membuat Wiga malunya bukan main. "Lo mau gue cekek lagi Al, malu kali dilihatin satu sekolahan gini. Buruan anterin gue ke ruang kepala sekolah," Dan sekarang giliran Wiga yang menarik dasi Aldi secara paksa. "WEH ANJIR, DASI GUE!"
•••
"Nit," panggil Sadewa pada temannya ini. "Hem."
"Lo masih berhubungan sama pacar lo itu," Sadewa melihat kearah sekelilingnya, Sadewa tidak mau jika ada seseorang mengetahui pembicaraan ini. "Pacar gue yang mana?" tanya Nita berbicara dengan santai.
"Gara," jawab Sadewa dengan santai. Sebenarnya dia sudah tahu jika Nita berpacaran dengan Gara, namun dia hanya melihat sejauh mana mereka menjaga rahasia itu saja.
"Lo tahu dari siapa?" lirih Nita terkaget, pasalnya hubungannya dengan Gara tidak ada satupun orangpun yang mengetahui. Hanya mereka berdua, begitu pikir Nita. "Gue tahu semuanya," jawab Sadewa dengan santai, kemudian dia melanjutkan ucapannya.
"Termasuk tentang masa depan lo," Nita mendelik sebal, dia ingin sekali menonjok wajah Sadewa saat ini juga. "Lo tahu dari mana?" tanya Nita dengan wajah yang sulit diartikan, dia menatap Sadewa penuh selidik, dia tidak mau semuanya tahu tentang hubungannya dengan Gara. "Waktu,"
"Gue tanya satu kali lagi, lo masih ada hubungan sama dia?" tanya Sadewa dengan wajah seriusnya. "Gue enggak tahu," respon Nita ingin pergi saja. Sadewa berjalan mendekat melihat Nita serius, kemudian berbicara.
"Kalau lo mau serius sama Gara, jaga dia. Rubah dia biar enggaj kaya gini lagi, gue tahu cuma lo yang bisa ngerubah dia," Nita melihat wajah memohon, cowok yang biasanya datar memohon pada Nita untuk cowok yang bahkan tidak Sadewa tahu?
"Lo ada hubungan apa sama dia?" tanya Nita penasaran, karna Nita tahu. Sadewa tidak akan melakukan hal yang diluar kepemilikannya. ''Dia selalu menjaga, merawat, dan perduli dengan apa yang dia rasa itu milik dia.'
"Belum saatnya lo tahu," ucap Sadewa berjalan mendahului Nita sendirian digerbang belakang. Nita merasa ada yang tidak beres dengan Sadewa, dia akan mencari tahu mengenai itu. Nita janji.
•••
"Oke, perkenalkan nama gue Wigara Anantara," ucap Wiga dengan dengan suara berat miliknya.
Saat teman baru satu kelasnya memperhatikannya cukup mendetai, mata Wiga fokus pada satu orang yang melihatnya sangat tajam dan tersenyum miring.
Wiga meruntuki dirinya yang bisa-bisanya tidak satu kelas dengan Aldi. Bagaimana Wiga akan menangkap pelajaran jika Sadewa menatapnya dengan mata tajam menikam padanya. Wiga berpura-pura tidak melihat Sadewa, hanya itu cara terakhir yang akan Wiga lakukan.
Bel istirahat terdengar, Wiga berjalan keluar menghampiri Aldi yang sudah menunggunya dengan Salsha disebelahnya. Wiga tersenyum. Jadi seperti ini mempunyai teman? Jika Aldi ada didekat Wiga, rasa-rasanya masalah dirumah benar-benar tidak terasa sama sekali.
'Entahlah dengan kakak tiri gue," batin Wiga masih mencuri lihat pada Sadewa yang masih menatapnya dengan tajam.
'Kena kau, anak nakal!'
Terkadang saat orang-orang seperti kasaf tidak tahu dimana teman terbaik kasaf, kasaf bertemu dengan keluarga teman kasaf yang menyayangi kasaf seperti anaknya sendiri.