webnovel

Part 2

~Langit dan bumi adalah saksi bisu apa yang semesta rangkai untuk setiap insannya~

***

Author

Gemuruh tepuk tangan semakin kencang saat pengumuman pemenang defille akan dibacakan. Ero nampak tak terlalu peduli dengan hal itu. Ia masih menunduk sambil memainkan abu yang berada di pijakannya. Ia memutar bola matanya malas melihat temannya yang sibuk merapal mantra berharap kelas mereka menang.

Gitu amat ya? Gue gak ngerti jalan pikiran mereka.

Ia mendengus saat teman sekelasnya mendadak mencibir kelas sebelah yang mendapatkan juara pertama. Helaan napas kesal kembali gadis itu hembuskan. Ia sudah lelah dengan sikap teman sekelasnya yang kurang menghargai prestasi orang lain. Namun, tak perlu waktu lama wajah mencibir itu berganti menjadi wajah penuh binar. Ero hanya menatap datar segelintir orang yang memakai atribut sepertinya. Ya, kelasnya menang sebagai harapan 1 lomba defille. Namun, berbeda dengan yang lain. Ero nampak tak menikmati perolehannya itu. Ia memilih mengalihkan pandangan ke kiri, berharap si manik hitam itu kembali ia dapati.

Mana sih? Kok gak keliatan? Salah gue juga sih, pendek amat jadi orang.

Senyumnya mengembang saat melihat manik hitam sempurna itu sedang tertawa, walau bukan karenanya. Ia benar-benar sudah tenggelam dalam gelapnya manik hitam sempurna itu. Mata itu yang pernah membuatnya kesal, namun entah semenjak kapan ia mulai menyukai pemilik netra itu. Bahkan, baru kali ini ia menemukan iris hitam sesempurna itu, tidak seperti yang biasa ia temukan hitam namun terlihat coklat.

"Woy, liatin apa sih?" tanya Indah yang tiba-tiba saja sudah ada di sampingnya.

"Lah, lo kok di sini? Kelas lo kan juara satu," kata Ero mengalihkan pandangan ke wajah Indah yang masih berpeluh.

"Lah, lo sendiri kok gak gabung?" tanyanya telak. Ero hanya tersenyum miring. Enggan menceritakan sikap temannya yang terlalu egois terhadap kemenangan, bahkan terhadap apa pun.

"Lagi pengen neduh aja," jawab Ero berdusta. Ia mulai berjalan saat menyadari barisan sudah bubar.

"Ro, gue dipanggil temen kelas, balik ya," kata Indah. Ero hanya menaikkan sebelah alisnya dan kembali melangkahkan kakinya yang sempat tertunda. Ia menghela napas, tak tau keberadaan Rara di mana. Ia mulai merasa kesepian lagi.

"Aduh, buset dah!" keluh Ero sambil mengusap dahinya yang terasa nyeri karena menabrak sesuatu, lebih tepatnya dagu seseorang.

"Jalan liat-liat dong!" Suara itu terdengar tak asing lagi bagi Ero. Ero menghela napas berat dan mendongak.

"Lo kok nyolot sih? Salah lo juga! Gak liat-liat ada orang lagi jalan. Kenapa gak ngehindar?" sergah Ero saat menyadari siapa yang berada di depannya.

"Lah, kok lo jadi marah juga? Hadeh, cewek memang selalu benar," kata cowok itu -Vega- Ero mengenalnya karena Rara, Vega adalah paman Rara yang lebih muda darinya, dan tentu saja Vega anak robotika jadi dengan mudah Vega akrab dengan Ero ditambah dirinya yang apa adanya dan asik, membuat Ero nyaman bahkan sering membagi cerita padanya.

"Iya dong! Harus!" balas Ero dengan senyum miring.

"Eh, gue barusan ngefoto itu.... Siapa lo ituu... Hemm. Lupa gue," katanya sambil memainkan kamera yang digantungkan di lehernya.

"Siapa Ga?" tanya Ero yang mulai penasaran.

"Ngefoto ketiak lo," katanya dengan cengiran konyolnya.

"Anjir lo Ga! Gue kira apa! Sini lo" bentak Ero sambil mengejar Vega yang sudah menjauh dari Ero yang siap dengan tangan seperti capit kepiting untuk mencubiti perut, lengan atau apapun milik cowok itu untuk memuaskan kekesalannya karena ulah cowok yang tingginya jauh melebihi Ero.

"Ga, lo becanda kan? Hapus nggak?" suruh Ero masih mencoba mendekati Vega yang semakin menjauh.

"Nggak," jawab Vega sambil menjulurkan lidahnya membuat Ero semakin geram. Ia mengumpulkan tenaganya untuk mengejar Vega yang semakin jauh saja.

Brrrrakkk

"Aww," ringis Ero. Mendadak ia semakin geram pada Vega, karenanya ia jadi menabrak orang yang sekarang malah menjulurkan tangannya.

Buset, ini bule bukan sih? Eh, tapi mukanya gak ada bule-bulenya sih. Mungkin kek gue aja.

Ero masih terdiam dengan mata yang menelanjangi cowok di depannya itu. Manik hazel yang membuatnya sempat berpikir ia bukanlah orang Asia sepenuhnya, pipi yang chubby seperti miliknya, tubuh mungil yang tak jauh beda darinya.

Wait, tubuh mungil. Ini Nata?

Ero berdiri tanpa perlu uluran dari cowok di depannya itu, membuat sang hazel menarik tangannya lagi.

"Lo blasteran?" tanya Ero tak tertahankan. Kutuklah Ero yang tidak bisa menjaga mulutnya untuk bertanya dalam pilihan kata yang lebih baik.

"Nggak, Mbak. Asia asli," jawabnya sopan.

Mbak?

Dengan cepat Ero melirik name tag yang terjahit rapi di seragamnya. Berwarna hijau, menandakan ia adik tingkatnya. Jangan lupa, Ero juga sempat membaca nama yang tertera di sana.

"Lo Nata?"

"Iya, mbak. Kenapa ya?"

"Ini celana yang gue pake celana lo. Besok gue kembalikan. Dan so... " kata Ero terputus.

"Lo bego banget ya! Ngejar gue sampe nabrak orang!" kata Vega sambil mengacak rambut Ero.

"Eh, lo ya yang bikin gue gini. Siniin kameranya!" sentak Ero yang mulai melupakan Nata di sana. Membuat sang hazel mendehem.

"Eh, sorry Dek Nat. Maaf barusan gue nabrak lo," kata Ero dijawab anggukan oleh Nata. Kemudian, Nata mulai melangkahkan kakinya menjauh dari tempat itu.

"Udah Mbak, udah," Vega meringis merasakan cubitan Ero di sekujur tubuhnya.

"Hapus nggak fotonya!" perintah Ero.

"Gue gak ngefoto lo! Serius dah!" kata Vega dengan jari telunjuk dan jari tengah diangkat seperti tanda damai. Ero masih menatapnya tajam, kesal dengan apa yang telah dilakukan adik kelasnya itu.

"Untung lo omnya Rara! Coba nggak, gue penggal lo!"

Allah, galak bener nih cewek.

Ero mengalihkan pandangannya dari Vega. Gadis itu mengerutkan keningnya sambil menggigit bibir bawahnya. Keringat mulai meluncur dari pelipisnya, membuat anak rambut yang terurai ikut basah dan justru membuat penampilannya semakin lucu. Ia masih mengedarkan pandangannya, namun netra abu-abu miliknya masih tak menemukan apa yang ia cari.

"Susah bener sih cari tuh orang!"

"Cari sapa?" tanya Vega yang ternyata masih setia berdiri bersama Ero di bawah terik matahari dan keramaian dari murid dan guru yang sibuk mengambil foto.

"Biasa," jawab Ero seadanya.

"Gamma ya? Barusan gue ketemu. Biasalah, dia sulit dicari kan dia gak terkenal. Kek lo, sama-sama gak terkenal," sindir Vega.

"Lah, lo ngatain gue? Emang kenapa kalo gue gak terkenal? Apa itu bikin gue sengsara? Nggak kan? Kayak yang lo terkenal aja," dengus Ero. Namun Vega malah tertawa melihat cewek itu ngambek.

"Elah, marah. Mau cari Gamma nggak? Mau foto kan? Gue yang fotoin. Gimana? Itung-itung sebagai permintaan maaf karena lo jatuh gara-gara gue barusan," kata Vega sambil mengacak rambut Ero.

"Gak usah pake berantakin rambut gue kali! Nanti gue gak cantik diliat Gamma," ujar Ero yang malah mendapat senyum mengejek dari Vega.

Tanpa mereka sadari, di tempat yang sama namun berbeda koordinat, ada sepasang mata yang menatap keduanya terluka. Bibirnya tersenyum kecut sambil sesekali menghela napas berat berusaha mengobati rasa panas yang bergejolak di dalam sana.

***

Hai hai haii

Gimana komen kalian di part ini? Bosen gak?

Komen

Kritik

Saran

Sangat dibutuhkan di sini

Jangan lupa bintangnya juga ya:)