webnovel

Jin He dan Rara Berdebat

Rara sedang memilah baju yang baru saja ia beli beberapa jam lalu ketika kedua tangan besar langsung memeluknya dari belakang dan mencium pundaknya yang terbuka berkali-kali. Pelakunya adalah Jin He. Hobi barunya ini ia lakukan saat mereka sedang berlibur di pulau Jeju. Kata pria itu, mencium pundak Rara berulang kali bisa menjadi terapi untuknya.

Cheesy memang, tapi anehnya Rara justru menyukai itu.

"Kau tidak lelah hm? Sepanjang hari ini kita telah jalan-jalan, makan di restoran mewah kemudian berbelanja. Lalu sampai di hotel kau malah ingin memilah baju lagi. Ayo kita tidur! Waktu kita masih panjang." Bujuk Jin He sambil menarik tangan wanita itu untuk menjauh dari tumpukan baju baru di sofa.

Sebelum tidur, Jin He berinsiatif untuk memutar lagu melalui piringan hitam yang sengaja ia beli di toko musik yang letaknya dekat dengan bandara sebelum menuju hotel. Piringan hitam itu kini memutar lagu romantis.

"Kamu mau ngapain?" tanya Rara disela kekehannya saat tangan Jin He yang berada di belakang punggungnya mendorong agar semakin mendekat kearah tubuh pria itu.

"Berdansa sebelum tidur," ungkapnya lantas menuntun kedua tangan perempuan itu untuk mengalungkan ke belakang lehernya sedangkan kedua tangan pria itu memilih untuk terjalin di belakang pinggang Rara.

"Aku tidak bisa berdansa."

"Kau hanya perlu mengikuti gerakanku."

Gerakan yang dibuat Jin He sangat pelan. Pria ini sengaja melakukannya. Ia hanya tidak ingin melewatkan waktu berduanya dengan Rara ini begitu cepat. Perempuan ini sudah menunjukkan ketertarikan terhadap dirinya meski dibeberapa kesempatan sempat menyangkal. Tak mengapa. Bagi Jin He, ini sudah kemajuan yang sangat bagus. Tinggal menunggu waktu saja.

"Kau mau berjanji sesuatu untuk ku?" Jin He berbisik di telinga Rara. Dari jarak sedekat ini, perempuan itu bisa mencium aroma mint yang keluar dari tubuh seksi pria ini.

"Apa?" Rara mendongak dan mendapati netra mereka kini beradu. Akibat perbedaan tinggi mereka, Rara bisa saja berjinjit kemudian mencium bibir tebal milik Jin He. Namun hasrat itu urung ia wujudkan. Ia ingin jual mahal dan bermain-main dulu terhadap pria di depannya ini.

"Berjanji kalau setelah ini kita akan bertemu lagi. Aku akan sering-sering mengunjungimu ke Indonesia. Pun demikian dengan dirimu. Kau harus kembali ke sini. Soal biaya, biar jadi tanggungjawabku."

Kalau sudah begini, Rara tidak mungkin akan menolak. Nikmat mana lagi yang kau dustakan, huh?

Rara mengangguk kepalanya dengan mantap. Menyetujui ide itu tanpa pikir panjang.

Musik telah berganti. Begitu juga dengan posisi dansa mereka. Dalam sekali hentakan, Jin He berhasil mengubah posisi tubuh Rara yang semula menghadap ke arahnya, kini sukses membelakanginya, dengan kedua tangan Jin He tetap memeluk tubuh wanita itu dari belakang dengan begitu erat. Jin He menghirup aroma sampo yang keluar dari rambut hitam sebahu Rara lantas mencium pipinya.

"Kau tahu? Kau adalah perempuan tercantik yang pernah ku temui. Dirimu berharga. Kau tidak layak untuk menjadi seorang selingkuhan dari laki-laki yang telah beristri. Rara lebih cocok menjadi ratu. Ratu dihidupku."

Rara belum menjawab. Tubuhnya masih terlalu relaks oleh buaian musik yang mengalun disertai dengan gerakan pelan ke kiri dan ke kanan yang dikomandoi oleh Jin He dari belakang.

"Kau mau kan menjauhi Gunawan sialan itu, huh?"

Perempuan itu lantas mendesah pelan. "Tidak semudah itu Jin He. Kau tidak mengenal Gunawan. Pria itu itu akan melakukan hal yang buruk jika aku putus darinya."

"Dia punya uang dan kekuasaan."

"Aku juga punya." Tantang Jin He lagi dengan suara menahan kesal.

"Uang. Popularitas. Kekuasaan. Segalanya. Di Negeri Gingseng ini siapa yang tidak mengenal Dokter Jin He spesialis bedak plastik? Kalau kau ijinkan, aku bisa membeli Gunawan untukmu."

Rara tidak bisa menahan tawanya. Jin He yang sedang dalam keadaan kesal seperti ini ternyata imut juga.

"Tapi kalian berbeda." Rara mencoba mengingatkan pria itu.

"Apanya yang beda? Kami sama-sama menghirup okigen. Aku sangat suka dengan nasi, seperti kebanyakan orang Indonesia. Ku rasa Gunawan sialan itu juga makan nasi."

"Oh! Aku tahu apa yang membuatku berbeda darinya," Jin He menaikkan suaranya. "Aku tampan. Tubuhku tinggi dan atletis. Dan juga—" Pria itu berbisik ke telinga Rara. "Hebat di ranjang." Lantas meniup anak rambut milik wanita itu yang mencuat keluar hingga membuat sang empunya geli.

"Aku serius Jin He!" Rengek Rara.

"Dunia kalian berbeda. Gunawan terlalu berkuasa di Indonesia. Sedangkan dirimu punya segalanya di sini. Membandingkan kalian berdua jelas tidak bisa. Kalian bukan satu rumpun." Ujar Rara. Ia merasakan pundaknya sedikit berat karena dagu Jin He bertumpu di sana.

"Apa yang harus aku lakukan agar kau bisa keluar dari hidup Gunawan, hm? Sejak semalam aku terus memikirkan ini. Aku tidak mau kehilanganmu lagi."

Rara memaksa bibirnya untuk tidak bersuara. Ia juga bingung.

"Kalau begitu berhenti saja bekerja sebagai pramugari. Tinggal di sini dan jadi istriku."

Wanita itu membulatkan matanya tidak percaya setelah mendengar ucapan Jin He yang terdengar sangat mengampangkan sekali keadaannya. Dengan sekali hentakan, ia mengurai pelukan pria itu di tubuhnya.

"TIDAK BISA! Aku tidak mau berhenti bekerja sebagai pramugari." Rara berang.

"Tapi… kalau kau terus bekerja di sana, kau tidak akan pernah terlepas dari jeratan Gunawan. Hidupmu selalu akan disangkutpautkan dengan pria itu. Kau tidak lelah selalu dipanggil Gundik? Wajah dan tubuhmu mau dirinsek lagi? Apakah kau tidak sayang dengan hati dan pikiranmu? Kau tidak memikirkan bagaimana keluargamu kalau mereka tahu kau sekarang menjadi sugar baby?"

"Semua bisa ku lalui asalkan aku tetap menjadi pramugari." Balas Rara telak.

"Kau tidak tahu, kalau menjadi pramugari adalah impian ku sejak kecil. Kau tidak tahu bagaimana senangnya hati ku bisa berpergian ke luar negeri. Terbang dari negeri satu ke negeri lainnya. Memakai baju mewah. Mendorong koper. Punya peralatan make up dengan kualitas dunia. Aku sangat senang. Apalagi saat melihat senyum kepuasaan para penumpang atas pelayanan yang aku berikan sungguh membuat kebahagiaanku bertambah berkali-kali lipat. Menjadi pramugari adalah hidupku."

Suara Jin He melunak. "Kamu harus memilih salah satu Rara. Bukankah hidup itu adalah sebuah pilihan?"

"Jangan paksa aku untuk memilih!" Suara Rara naik satu oktaf. "Aku belum bisa memilih. Setidaknya untuk saat ini."

"Tapi—" Jin He terbata-bata. "Kalau kamu memilih tetap menjadi pramugari, aku bisa meminta kolegaku untuk menjadikan kamu pramugari dimaskapai penerbangan yang ada di sini. Aku bisa mengatur semuanya."

"CUKUP!!!" Rara menaikkan kedua tangannya ke udara.

"Aku tidak mau mendengarkan saranmu lagi. Hubungan kita masih terlalu awal, tapi kau sudah banyak sekali bicara dan mengaturku!"

"Oke! Aku minta maaf, Rara."

Rara dengan kilatan penuh amarah memutuskan pergi ke luar kamar hotel dan meninggalkan Jin He sendirian.