webnovel

Hanya Kagum

Per hari ini Adhisty Amelia Sanjaya kini telah resmi dan juga sah menjadi ratu dari Oscar Geng angkatan kedua. Kalau di ada yang tidak bisa untuk ditentang oleh mereka yang berada di circle Oscar maka itu adalah titah yang dilontarkan oleh orang yang pernah menduduki posisi sebagai panglima tempur terbaik yang Oscar miliki pada masanya. 

Dengan adanya penetapan ini maka Dhisty pun juga tidak ada pilihan lain untuk menerima ini. Asalkan dia bisa dekat dengan perak yang dimiliki Oscar Geng angkatan kedua, Ganesha Rafisqy Hermawan. 

Cowok yang jika berada sangat dekat dengannya, selalu sukses untuk membuat sekujur Dhisty merasakan tremor yang teramat sangat. 

Hari terus berlalu, tidak ada yang berubah. Ganes tetap dengan cinta terpendamnya, dan tak lupa  Chandra yang masih saja bertanya-tanya  tentang sosok yang telah memenuhi sebagian isi kepalanya. Siapa lagi kalau bukan Kinandari Tiffany Anindya.

"Ngelamun aja lo. Kesambet setan tahu rasa!" Chandra hanya memutar kedua manik matanya malas saat mendengar apa yang dikatakan oleh Dipta. 

"Lo kalau nggak ada kerjaan mending diam aja," jawab Chandra yang tidak terima dengan perkataan Dipta. Ya kalau memang ada yang sukses untuk membuat dia tertekan dari segala arah maka itu adalah Dipta, Pradipta Krisna Bagaskara. 

"Kalau berisik itu nikmat, maka diam adalah sengsara." Chandra hanya mendengus kesal saat mendengar apa yang dikatakan oleh sang sahabat. 

Kalau ditanya hubungan Chandra dan juga Dipta seperti apa maka itu akan sangat berbanding terbalik dengan hubungan kedua orang tua mereka yang sangat bersahabat. Siapa lagi kalau bukan Suci Indah Lestari dan juga Ghea Laurensia. 

"Bangke, lo!" Kali ini Chandra tidak bisa lagi menahan dirinya untuk tidak mengumpat atas kelakuan random yang dilakukan oleh Dipta. 

"Nggak, gue Dipta--"

"Ta ... lo lihat deh cewek itu, cantik 'kan?" Ucapan yang hendak Dipta lontarkan itu terjeda saat karena tingkah Chandra yang seakan-akan dia sedang mendapatkan harta karun yang ta ternilai harganya. 

"Apaan sih?" Meski sedikit merasa kesal dengan apa yang dikatakan oleh Chandra, Dipta pun tidak mau menampik  kalau dia juga ikut penasaran dengan apa yang menjadi objek dari kedua manik mata gelap milik Chandra Kumara Aji Setiawan. 

"Siapa apa?" tanya Dipta yang mungkin tidak bisa untuk menyatukan titik atensinya dengan Chandra. 

"Cewek yang pakai bandana pink itu loh, Ta! Masa lo nggak lihat sih?!" omel Chandra dengan dengan intonasi suaranya yang sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. 

"Makanya kalau lo ngomong itu yang jelas dong, Ndra!" Dipta pun ikut sewot dengan apa yang dikatakan oleh Chandra padanya. Ya sangat sulit memang untuk membuat mereka menjadi akur seperti saat ini. 

"Cantik sih, tapi belum mampu untuk menggetarkan hatiku gue," ucap Dipta tanpa rasa berdosa sama sekali. Seperti itulah Dipta, terlalu jujur dengan apa yang dirasakan. 

Kalau dia tidak suka, maka dia akan sangat gamblang untuk mengatakannya. Begitu pun kalau dia suka dia akan mati-matian untuk mengejarnya. Tak peduli tantangan yang semesta berikan dia akan terus maju sampai batas menyerah yang tidak bisa lagi untuk dia usahakan. 

"Iya cantik," kata  Chandra menyambung apa yang dikatakan oleh Dipta barusan. Dan hal tersebut membuat Dipta harus memutar keras otaknya untuk menelaah ini dengan baik. 

"Lo suka?" tanya Dipta dengan memperlihatkan raut wajahnya yang sangat polos. 

"Nggak." Jawaban yang Chandra lontarkan itu kian membuat Dipta tidak mengerti ke mana alur dari ini semua. Kata demi kata yang terlontar dari kedua bibir ranum milik Chandra kian membuat Dipta tidak bisa memahami ini semua dengan sangat mudah. Tidak mungkin dia lakukan sendiri tanpa campur tangan dari Dipta sendiri. 

"Lo itu bisa ngomong yang jelas sedikit nggak?" tanya Dipta penuh dengan tuntutan. 

"Gue belum suka, hanya kagum saja," jawab Chandra dengan sangat mantapnya. 

Tak lama berselang kini ada Ekawira  Airlangga Mukti yang baru saja bergerak memasuki gerbang utama SMA Bina Bangsa. 

"Pagi, Brodie," sapa Dipta yang mau tidak mau pun itu mewakili Chandra juga.

"Pagi," balas Wira dengan raut wajah yang sangat masam. 

"Lo kenapa juga, Wir?!" tanya Chandra yang melihat raut wajah sahabatnya itu sama dengan dirinya saat ini, bahkan Wira lebih mengenaskan dibandingkan dengan dirinya saat ini. 

"Nggak kok." Tapi sayangnya apa yang Wira katakan itu tidak mudah untuk dipercaya oleh Chandra apalagi oleh Dipta sendiri, anggota Oscar yang sangat sulit untuk diintervensi.

"About your silent love?" Terkaan yang Dipta lontarkan barusan tak mendapat jawaban apa-apa dari Wira, sehingga Dipta mau tidak mau harus mencari sendiri jawabannya. Dan sangat besar  keyakinan Dipta kalau apa yang dia katakan tadi adalah sebuah kebenaran. 

"Gue anggap diam lo itu sebagai pembenaran," putus Dipta secara sepihak. 

"Wir ... lo nggak akan tahu tentang apa yang menjadi perasaan dia kalau lo sendiri nggak jujur tentang perasaan lo itu." Wira hanya menghembuskan napasnya dengan sangat berat saat mendengarkan apa yang Dipta katakan. 

Itu memang satu-satunya jalan terbaik, tapi sayangnya Wira belum sanggup untuk hal tersebut. 

"Ta ... lo nggak akan paham sebelum tahu apa yang gue rasakan saat ini," ucap Wira dengan nada yang terdengar sangat malas. Bahkan tak tanggung-tanggung, Wira sampai memutar kedua manik matanya malas sesaat setelah dia mengatakan hal tersebut. 

"Ya gimana gue mau tahu, gue ini hanya manusia biasa bukan cenayang yang serba tahu akan semuanya, Wir." Wira tidak lagi memberi respons bukan karena dia kehabisan kata-kata untuk itu. Di dalam kepalanya saat ini Wira punya banyak sekali balasan untuk menimpali apa yang dikatakan oleh Dipta, hanya saja untuk sekarang Wira lebih memilih untuk menghemat saja energi yang dia miliki. 

"Wir ... siapa cewek itu?" Chandra tahu bahkan semua anggota Oscar pun tahu kalau Wira tidak akan terang-terangan jujur tentang siapa wanita yang telah sukses untuk mencuri detak jantungnya, tapi satu hal yang harus diketahui Chandra sangat identik dengan kata pantang menyerah. 

"Lo jangan banyak tanya, Ndra. Takutnya kalau gue jujur jantung lo akan lupa bagaimana caranya untuk berdetak secara normal."

"Selama itu bukan Kinan rasa-rasanya gue nggak akan mendaratkan tinjuan gue lo, Wir." Kedua alis milik saling bertautan saat mendengar apa yang dikatakan oleh Chandra barusan. 

"Kinan?" beo Wira dengan sangat cepatnya. Chandra hanya mengangguk atas apa yang baru saja dilontarkan oleh Wira. 

"Maksud lo Kinandari Tiffany Anindya?" Apa yang baru saja Wira katakan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Chandra mau pun Dipta menjadi bertanya-tanya tentang ini.