Rasa rindu yang tak terbendung meluap begitu saja. Sepasang manik terlihat basah oleh bulir bening yang sedari awal telah menganak sungai di kelopak mata. Kali ini air mata Sabrina yang luruh di pipi bukan karena luka sayatan di hati akan tetapi, rasa haru dan bahagia melepas rasa rindu yang tengah membara di hati.
"Kamu kemana saja, Nak?" ucap Bramantio lirih. Diusapnya pipi Sabrina yang nampak basah oleh air mata yang tumpah. "Ayah sangat rindu sama kamu! Berbagai upaya telah Ayah lakukan agar dapat menemukanmu, namun selalu saja nihil," imbuhnya mengutarakan isi hati.
"Maafkan Ayah!" ungkap Bramantio penuh rasa bersalah. Ia mungkin telah menorehkan rasa luka di hati anaknya itu. Bagai sampah, Sabrina seolah dibuang begitu saja tanpa pernah ia tengok bahkan untuk sekedar mengetahui keadaannya di pernjara dahulu. Rasa bersalah itu kian bertambah parah tatkala tak pulang ke rumah selepas hukumannya selesai.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com