webnovel

Perintah Namora

"Zanqi, apa yang kamu lakukan di depan tong sampah seperti itu?" tanya Namora yang melihat Zanqi tidak kunjung menghampirinya.

"Aku hanya membuang beberapa bolpoin yang sudah habis isinya, Mah," jawab Zanqi tersenyum.

Senyuman Zanqi sangat menawan menampakkan gigi bagai biji mentimun kecil-kecil nan rapi, bersih dan putih terawat.

"Bisa senyum juga si Zanqi beruang kutub itu. Nah!!! Gitu kan kelihatan tampan," gumam Qonin yang masih bersembunyi di anak tangga paling bawah.

Kemudian dia keluar setelah melihat Zanqi di dorong wanita sangat cantik, muda layaknya kakak Zanqi menuju mobil Lexus LM 350 berwarna hitam.

"Bagus sekali mobilnya, ternyata dia dari keluarga yang sangat kaya, pantas saja dia bersikap seperti itu," gumam Qonin yang berjalan menyusuri parkiran luas serta rindang.

Ketika Qonin melewati tong sampah, dia membalikkan badan seperti ada dorongan untuk ingin tahu sampah seperti apa yang dibuang anak orang kaya.

"Apa yang dia buang? Aku penasaran deh," Qonin terus saja berbicara dengan dirinya sendiri sambil melihat isi tong sampah khusus sampah kering.

Qonin semakin tertarik ketika melihat warna perlengkapan alat tulis yang sangat familier, tangan sudah dia rentangkan untuk mengambil alat tersebut.

"Hei!!! Qonin!!" panggil Cika datang menghampiri Qonin yang terlihat menarik tangannya dari tong sampah.

"Iya, Cika," jawab Qonin menoleh ke arah Cika.

'Plak!!' Sebuah tamparan tepat mengenai pipi Qonin, dia kaget setengah mati dengan kelakuan sahabat baiknya.

"Mulai sekarang kita sudah tidak berteman lagi. Anggap saja tamparan itu sebagai salam perpisahan dariku," ketus Cika, dia sudah mengangkat tangannya lagi untuk menampar Qonin.

"Cukup Cika!!" Qonin sudah memegang tangan Cika erat, dia mengentakkan dengan sekuat tenaga kembali ke tubuh sahabatnya dan sambil bertanya, "Apa salahku sampai kau tega melakukan ini kepadaku?"

Cika marah ditunjukkan dengan menautkan gigi sampai menimbulkan bunyi gemeretak, dia sangat kesal sehingga menjawab pertanyaan Qonin dengan cara berteriak, "Itu sebagai peringatan untukmu, jangan sampai kegatelan mengejar Leon seperti tadi. Dia itu sudah menjadi incaranku, paham!!"

"Sadarlah Cika!! Apa yang kau lihat dari si Penindas itu sampai hati mengorbankan persahabatan kita?" tanya Qonin terperangah, dia tidak menyangka jika sifat Cika yang lain baru dia ketahui.

"Bodo amat!!! So, bilang sama anak-anak yang lain, Gue sudah keluar dari grup gak jelas kita. Bye!!!" ungkap Cika segera berlalu dari hadapan Qonin.

"Cika!! Tunggu!!! Pikirkanlah baik-baik!! Cika!!" panggil Qonin yaang tidak dihiraukan, dia berusaha untuk mempertahankan persahabatannya itu.

Namun, Cika yang dipanggil Qonin itu justru berlari meninggalkannya. Qonin tampak mengejar dengan keras kepalannya ingin berbaikan dengan Cika.

Di dalam mobil Honda CRV hitam metalik, Leon turun dari mobil seraya mengumpat tidak jelas, "Cewek-cewek payah!!! Siapa juga yang mau dengan mereka?? Nggak berkelas!!"

Leon memotong parkiran luas itu untuk berjalan lurus menuju ke tong sampah, dia juga tertarik dengan apa yang dibuang Zanqi.

"Apa ini?? Sebuah Jangka rusak ya!!! Ahhh!! Cuma sampah tidak berguna!!" seru Leon yang sudah mengangkat jangka di dalam genggamannya untuk dia banting ke tanah.

Sesaat Leon berhenti bergerak, otaknya sedang melesat cepat menuju potongan kejadian di sekolah tadi.

"Tunggu?? Aku rasa benda ini sangat penting bagiku, tapi kenapa bisa begitu?" gumam Leon yang berpikir sangat lambat, dia belum bisa memecahkan kejanggalan di dalam otaknya.

Leon mengambil ponsel dia yang bergetar di saku celana, dia mengangkat ponsel tanpa sadar mengantongi Jangka rusak milik Qonin.

"Hallo Bro!! Iya ini Gue mau jalan, Lu tunggu saja disitu," Leon menjawab panggilan telepon tersebut, dia berjalan menuju mobil dan pergi dari sekolah.

Jangka yang menjadi tersangka di balik semuanya itu terpendam untuk beberapa hari kedepan, sampai Leon menemukan hal janggal tersemat diantara aliran listrik otaknya yang konslet.

Tidak dengan Zanqi, dia mengingat sangat jelas kejadian jarum Jangka melayang dengan begitu hebat, menembus kaca bahkan melukai tangan Leon.

"Apakah aku sehebat itu??" gumam Zanqi yang tidak mempercayai akan kekuatannya dalam keadaan terpojok. Hal itu tanpa sadar membuat Namora menatap Zanqi dengan mata haru, tanpa tahu apa yang dipikirkan anaknya, dia kira ini tentang kepandaian putra tersayangnya.

"Kamu memang hebat putraku sayang," Namora tersenyum mengusap kepala Zanqi, lalu dia menunjukkan lembaran jawaban Fisika yang dia ambil dari tas Zanqi yang terbuka sebelumnya. Dia memuji, "Iya seperti nilai Fisikamu ini, sempurna!!!"

"Ahh!! Mamah. Terimakasih Mah sudah menyayangiku sampai detik ini," ungkap Zanqi tulus, dia memang sangat beruntung mempunyai ibu seperti Namora, keluarga kaya, tampan, pandai. Kadang dia lupa akan kekurangan yang dimilikinya.

"Of Course my Prince, You will always be my baby Boy," ungkap Namora senang sambil memeluk Zanqi erat.

"Mah, kemana Mang Asep dan Bik Juleha?? Perasaan mereka berdua yang mempunyai tugas untuk menjemputku, kenapa dua hari berturut-turut Mamah yang datang?" tanya Zanqi yang sudah lepas dari pelukkan Namora.

"Ehh!! Kemarin kebetulan rumah repot untuk persiapan acara pesta pembukaan Mall kita yang di Singapura, jadi Mamah saja deh yang jemput,"

"Tapi untung kemarin Mamah yang jemput loh, Qi. Dengan gitu mamah tahu siapa yang mengganggumu di sekolah. Gimana si Tom-tom tadi berulah tidak?" beber Namora panjang lebar, dia sekalian bertanya keadaan Zanqi hari ini.

"Aman kok, Mah," jawab Zanqi sambil mengacungkan kedua jempolnya, dia tidak ingin membuat Namora lebih cemas dari ini, makanya sengaja tidak bercerita tentang perlakuan si Penindas baru yaitu Leon.

"Oia!! Qi, malam ini kamu harus ikut pesta ya, Mamah tidak mau tahu kamu harus keluar kamar," kata peringatan dari Namora.

"Tidak bisa, Mah. Banyak tugas yang harus ...,"

"Eits!!! Mamah tidak terima alasan!! Nanti biar bik Juleha yang menemanimu selagi Mamah menyapa tamu!!" potong Namora menghentikan ucapan Zanqi yang sudah tidak bisa menolak.

Dering ponsel Namora mengalihkan fokus pemiliknya, dia segera menjawab telepon tersebut,

"Hallo, kenapa Mang?" tampak Namora serius mendengar lawan bicara menyampaikan pesan.

"Waduh!! Kok bisa bik Juleha masuk IGD?" timpal Namora, dia terdiam untuk mendengar lagi.

"Oke Mang, untuk sementara cari pengganti bik Juleha secepatnya. Sebelum sore harus dapat, bisa ya?" perintah Namora mengakhiri panggilan telepon barusan.

"Kenapa Bik Juleha, Mah?" tanya Zanqi setelahnya.

"Juleha terpeleset di kolam renang sampai tercebur, karena tidak bisa berenang dia tenggelam. Tapi untungnya cepat ketahuan dan langsung dibawa ke rumah sakit," jawab Namora.

"Keadaannya sekarang bagaimana, Mah?" tanya Zanqi sangat kuatir.

"Tenang Zanqi, kata Mang Asep tadi Juleha sudah sadar dan baik-baik saja. Kita jenguk besok saja, ada hal yang lebih penting, yaitu kamu harus menghadiri pesta," Namora menunjukkan prioritas utamanya, dia ingin mengenalkan Zanqi kepada seluruh relasinya.