webnovel

Chapter 27

Dingin malam menusuk kulit dua pemuda yang saat ini tengah mengendap-endap sepanjang koridor asrama laki-laki. Keduanya merangkak di lantai supaya tak ada seorang pun yang melihat mereka melintasi koridor. Sesuai dengan janji Arthur, ia tak akan membiarkan mereka tertangkap oleh satpam sekolah seperti tempo hari.

"Aduh!" seru Romeo saat kepalanya tanpa sengaja terbentur dinding yang ada di depannya.

Arthur langsung membekap bibir Romeo dengan tangannya. "Jangan berisik! Nanti kalau kita ketahuan bagaimana?" bisik Arthur. Ia menatap Romeo dengan tatapan elangnya.

Romeo menyengir, menunjukkan barisan giginya yang rapih. "Maaf, Arthur. Aku lupa," katanya sambil tersenyum kikuk. Arthur hanya menanggapi ucapan Romeo dengan hembusan napas kasar. Ia kemudian mengisyaratkan Romeo untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka yang sempat terhenti.

Setelah cukup lama merangkak, keduanya kini berjalan perlahan menyusuri semak-semak yang tumbuh cukup tinggi sembari menatap ke kanan dan kiri dengan awas, waspada jika sewaktu-waktu seseorang melintas atau pun melihat mereka berdua.

Bruk!

Suara benturan cukup keras tersebut membuat Arthur dan Romeo sontak berlari dan bersembunyi di balik semak-semak. Jantung mereka berdetak dengan cepat karena terkejut. Keduanya lantas berdiam di sana cukup lama sambil memastikan keadaan di sekitar mereka sudah aman atau belum.

Mata mereka membulat tatkala melihat sebuah bayangan di aspal yang nampak semakin mendekat ke arah mereka. Bayangan tersebut nampak begitu besar di bawah pancaran lampu. Napas Romeo tercekat, ia pun menarik ujung baju Arthur karena ketakutan.

"Meong!"

Terdengar seruan yang disusul dengan kemunculan seekor kucing berwarna orange yang melintas di depan mereka. Ternyata suara benturan dan bayangan tadi penyebabnya adalah kucing tersebut.

"Ternyata cuma kucing," ujar Arthur dengan lega. Padahal dirinya dan Romeo sudah ketakutan setengah mati, takut jika satpam sekolahlah yang melintas ke tempat persembunyian mereka.

Mereka berdua lantas keluar dari tempat persembunyian dan kembali berjalan perlahan menuju ke sebuah kebun yang berada di belakang gedung asrama. Kebun yang sama yang mereka lewati kemarin untuk dapat menuju ke gedung asrama murid perempuan.

Tidak seperti kemarin, di kebun tersebut kini disinari sebuah lampu lima watt yang sebenarnya tidak cukup terang, namun cukup untuk membuat mereka terlihat melintas. Mereka yakin, pasti lampu tersebut dipasang setelah terjadi penyusupan yang dilakukan oleh Arthur, Alice, Juliet, dan Romeo kemarin. Sepertinya ada yang curiga jika Romeo bukanlah satu-satunya pelanggar peraturan sekolah.

"Kalau kita ketahuan bagaimana, Arthur?" tanya Romeo sambil menggigiti ujung kuku jarinya.

"Stt, tenanglah. Kita tidak akan ketahuan," jawab Arthur. Jari telunjuknya berada di depan bibir seolah mengisyaratkan Romeo untuk tidak bersuara jika ia memang tidak ingin tertangkap basah lagi.

"Tapi ...."

"SIAPA DI SANA?!"

Sebuah teriakan tiba-tiba saja menginterupsi. Arthur dan Romeo membulatkan mata mereka. Keduanya lantas tiarap di antara semak belukar agar tidak ketahuan. Keringat dingin membanjiri pelipis mereka.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Arthur?" bisik Romeo ketakutan. Ia menelan salivanya ketika ia melihat dua satpam sekolah kini berjalan ke sana ke mari untuk mencari keberadaan mereka berdua.

"Diamlah! Nanti kita ketahuan lagi."

Sebelum Romeo sempat melakukan protes, Arthur sudah membekap bibir Romeo agar laki-laki itu tak bersuara. Arthur tidak akan membiarkan Romeo mengacaukan rencananya untuk bertemu dengan Alice atau pun membuatnya berakhir ketahuan.

"Tadi sepertinya ada suara orang mengobrol di sekitar sini," ujar seorang satpam bertubuh gemuk sambil menyoroti sekitarnya dengan senter.

"Aku tadi juga mendengarnya," sahut satpam yang lain, yang tak lain adalah satpam yang kemarin memergoki Arthur, Romeo, dan Juliet. "Jangan-jangan ada murid yang menyelinap keluar lagi."

"Memangnya berapa banyak murid yang menyelinap kemarin?"

"Kemarin sih ada dua, laki-laki dan perempuan. Tapi, aku juga lihat si ketua OSIS di sini, katanya sih dia kalau tidur suka jalan sendiri."

"Kalau begitu, ayo kita cari mereka. Jangan sampai lolos!"

Arthur dan Romeo menegak salivanya begitu mereka mendengar perbincangan kedua satpam tersebut. Jantung mereka berdegup kencang sementara keringat dingin kembali membasahi pelipis keduanya. Tubuh mereka gemetar karena rasa takut.

Untungnya pakaian yang mereka kenakan berwarna gelap sehingga mereka dapat mudah berkamuflase di tempat minim penerangan seperti ini. Jika mereka memakai baju berwarna terang, pastilah mereka sudah ketahuan sejak tadi karena jarak antara tempat persembunyian mereka dengan kedua satpam tadi tidak begitu jauh.

Romeo mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah. Seekor nyamuk berterbangan tepat di depan wajahnya, lalu hinggap tepat di hidungnya. Ia menggerakkan-gerakkan hidungnya agar nyamuk tersebut mau pergi. Namun, bukannya pergi nyamuk tersebut malah menancapkan bibir lancipnya ke kulit Romeo.

Arthur menggeleng-gelengkan kepalanya agar Romeo tidak berteriak atau pun membuat suara yang akan membahayakan mereka. Meski sejujurnya ia tahu, Romeo pasti sangat ingin memukul nyamuk yang bertengger di hidungnya.

Karena sudah tak tahan, Romeo memukul hidungnya cukup keras sambil berseru, "Aww! Nyamuk sialan!" Menyadari kebodohannya, Romeo sontak menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.

"SIAPA DI SANA? AYO KELUAR! JANGAN SEMBUNYI!" pekik salah satu satpam begitu ia mendengar suara teriakan Romeo.

Arthur menepuk dahinya. 'Dasar Romeo bodoh!' gerutunya dalam hati.

Laki-laki itu tak kehabisan akal. Ia mengambil batu kerikil yang ada di sekitarnya, lalu melemparkan batu tersebut ke arah yang berlawanan darinya hingga membentur pagar besi sekolah laki-laki, menimbulkan suara yang cukup keras dan membuat para satpam menoleh ke sana.

"Mereka pasti kabur ke sana. Ayo kita kejar!"

Setelah mengatakan hal tersebut, kedua satpam itu lantas berlari menuju ke gedung sekolah laki-laki untuk mengejar seseorang yang membuat kegaduhan meskipun nyatanya orang tersebut malah sedang bersembunyi di belakang mereka.

Arthur melongok untuk memastikan jika kedua satpam tadi sudah pergi. Sesudah memastikan jika kedua satpam tersebut sudah menghilang di balik gedung sekolah, ia lantas mengajak Romeo untuk keluar dari tempat persembunyian mereka dan kembali melanjutkan perjalanan.

Mereka pun dengan mudah dapat melewati kebun dan menerobos masuk ke dalam lingkungan asrama murid perempuan.

"Hihihihi ...."

Bulu kuduk Romeo meremang saat ia mendengar suara yang ia yakini adalah suara milik hantu perempuan yang sangar terkenal di sekolah. Konon, ada kuntilanak yang senang berkeliaran di sekolah setiap malam jumat kliwon. Cerita tersebut sangat populer dari mulut ke mulut sehingga Romeo sangat yakin jika dugaannya tidak mungkin salah.

"Arthur, aku takut," ujar Romeo sambil menggelayuti lengan Arthur. Arthur yang tidak nyaman langsung mendorong Romeo dengan kasar hingga Romeo terjatuh di aspal.

"Aduh! Sakit!" teriak Romeo.

"Makanya jangan bodoh. Tidak ada hantu di sekolah ini," balas Arthur.

"Hihihihi ...."

"Tuh, ada lagi suaranya. Memangnya kamu tidak dengar?" tanya Romeo.

Arthur menepuk dahinya, lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Itu memang suara nada dering ponselku," ucapnya sambil terkekeh geli.

Romeo ternganga, merasa tak habis pikir dengan apa yang barusan didengarnya.