webnovel

Chapter 23

Sementara itu ....

Di tempat lain di waktu yang hampir bersamaan, enam murid sedang duduk melingkar di ruang rapat gabungan yang gelap. Satu-satunya cahaya yang menerangi ruangan tersebut hanyalah cahaya bohlam lima watt yang tergantung di tengah ruangan—tepat di atas meja yang mereka itari saat ini. Ruangan ini adalah ruangan yang sama yang digunakan Edward untuk menginterogasi Romeo waktu itu.

Wendy dan Edward duduk tegap, saling menatap dengan mata tajam, bertopang dagu, dan dahi mengernyit. Sementara dua anak buah Wendy duduk di sisi Wendy, dan dua anak Edward duduk si sisi Edward. Antara perempuan dan laki-laki, anak buah Wendy dan Edward Sama-sama memiliki tubuh kekar dan tinggi tegap. Keenam orang itu masih saling membisu, menciptakan kensunyian yang tak berujung.

"Suspicious," bisik Edward dan Wendy bersamaan. Suara mereka sangat lirih, hampir tak terdengar.

Edward berdeham, menyingkirkan sesuatu yang menghalangi tenggorokannya sebelum ia mulai membuka suara.

"Saya dengar dari satpam sekolah bahwa kemarin ada murid perempuan dan laki-laki yang kabur dari asrama tapi pak satpam tidak tahu siapa mereka."

"Jadi, mereka berhasil kabur?" tanya salah satu anak buah Edward yang berambut cepak, Dion.

"Mereka sudah dikejar tapi tidak tertangkap. Ini tugas kita untuk menangkap mereka!" seru Edward yang dihadiahi anggukan dari kedua anak buahnya.

"Ini masalah serius, harus dilaporkan ke ketua OSIS kita!" saran Wendy.

Edward menggeleng dan meludah dengan kesal. "Jangan lapor ketua OSIS! Aku curiga dengan si Arthur muka dua itu, sepertinya dia juga terlibat," ucap Edward. Ia menghentikan kalimatnya sejenak sambil mengambil napas dalam-dalam. "Aku sering melihat Arthur dan ketua OSIS sekolahmu sering berpapasan di dinding kaca. Jangan-jangan sindikat ini semakin luas!"

Memang semenjak Edward menangkap murid-murid yang membawa ponsel ke sekolah, ia sudah mencurigai keterlibatan Arthur dalam sindikat murid-murid yang melanggar aturan. Namun, ia masih tak punya cukup bukti untuk bisa melapor kepada kepala sekolah. Apalagi Romeo yang ia pikir akan memberikan titik terang akan rasa curiganya justru tak mau membuka mulutnya sama sekali dan tetap melindungi Arthur.

Edward pun sering kali diam-diam memata-matai Arthur dan tanpa sengaja melihat Arthur berpapasan dengan Alice. Meskipun ia tak terlalu melihat interaksi apa yang dilakukan keduanya. Namun ia yakin, ada sesuatu yang tersembunyi di balik wajah polos Arthur dan Alice.

Dan setelah mendengar berita dari satpam sekolah mengenai kejadian tadi malam. Ia semakin yakin jika Arthur dan Alice juga terlibat. Ditambah lagi, Pak Satpam juga bercerita jika ia sempat bertemu dengan Arthur yang mengalami sleep walking sebelum ia mengejar dua murid yang sepertinya tengah berpacaran tersebut.

Hanya ada dua kemungkinan ... Pertama, Arthur juga sedang menemui seseorang di sana. Dan yang kedua, Arthur lah yang membantu murid-murid untuk menyelinap keluar dari asrama untuk berpacaran. Tidak salah lagi, Arthur pasti juga memiliki andil besar dengan dilanggarnta aturan-aturan sekolah. Insting Edward tidak mungkin salah!

Wendy menggebrak meja dengan keras, membuat orang-orang yang berada di ruangan itu terkejut karena ulahnya. "Tidak mungkin!" seru gadis itu.

"Apanya yang tidak mungkin?" tanya Edward kebingungan.

"Ketua OSIS Alice itu sangat baik! Tadi saja dia sedang sakit namun tetap memaksakan diri untuk mengerjakan tugas OSIS dan masuk kelas!" bantah Wendy tidak terima. Enak saja Edward membawa-bawa Alice ke dalam masalah ini.

Edward memutar bola matanya. Menurutnya, tidak ada yang tidak mungkin. Justru wajah polos dan orang yang terlihat baik dan sempurnalah yang biasanya membawa petaka. Orang-orang seperti itu adalah orang yang paling pandai dalam menyembunyikan kebusukannya. Edward sudah benar-benar muak dengan kemunafikan teman-temannya.

"Dia terlihat teladan bukan berarti dia tidak terlibat sindikat!"

"Jangan mengada-ada!" semprot Wendy tak terima. "Hanya karena ketua OSIS di sekolahmu bermasalah, bukan berati ketua OSIS di sekolahku juga. Jangan bawa-bawa Alice ke masalah ini!"

"Sudah kubilang, aku sering melihat mereka berpapasan!"

Wendy mendengus kesal. Apa-apaan? Bagaimana mungkin hanya karena melihat Arthur dan Alice yang mungkin saja tak sengaja berpapasan di dinding kaca langsung membuat Edward berpikir dan menyimpulkan jika Alice terlibat sindikat. Menurut Wendy, kecurigaan Edward benar-benar bias, tidak memiliki dasar yang kuat. Wendy itu tipe orang yang tak suka menuduh tanpa bukti, jadi, selama belum ada bukti yang mampu memperlihatkan jika Alice benar-benar terlibat maka ia tak akan mencurigai ketua OSIS yang sangat ia segani itu.

"Kita tidak boleh sembarang menuduh jika belum ada bukti," sindir Wendy. "Jika kita salah langkah, kita bisa menimbulkan fitnah. Kamu tahu, 'kan, kalau fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan? Aku tidak mau masuk neraka karena memfitnah orang yang tidak bersalah."

Edward terdiam selama beberapa saat sambil mengusap-usap dagunya. Laki-laki itu berdeham sambil menatap Wendy dengan tajam. "Female is the source of ketapel," ujarnya dengan suara keras yang menggelegar memenuhi seluruh ruangan dapat gabungan itu.

"Ketua, mungkin yang kamu maksud adalah calamity? Bukan ketapel ...," celetuk anak buah Edward. Meski mengatakannya dengan wajah datar, sebenarnya ia sedang menahan tawanya. Memang Edward itu sedikit bodoh, namun selalu sok pintar, sok tahu, dan sok bijak.

Mendengar itu, dua anak buah Wendy saling menatap dan tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Namun saat melihat tatapan Edward yang setajam pisau menyorot ke arah mereka, keduanya langsung terdiam dan kembali memasang wajah datar.

"Ya itulah. Sama saja!" jawab Edward. "Female is the source of calamity!" ujar Edward sekali lagi untuk mengoreksi kalimatnya yang salah tadi.

Dengan penuh percaya diri Wendy membalas, "Oh, calamity? Saya tahu, permen mint itu, 'kan?"

'Apa hubungannya permen mint dengan sindikat sekolah?' tanya Wendy dalam hati. Ia sama sekali tak bisa menangkap maksud dari ucapan Edward dan anak buahnya. Padahal dari tadi mereka tak membicarakan tentang permen atau snacks, tapi mengapa Edward tiba-tiba menghubungkan permen mint dengan sindikat sekolah?

"Calamity itu artinya bencana, Bos. Bukan permen mint, permen cokelat, permen kopi, atau permen rujak!" celetuk salah satu anak buah Wendy karena gemas dengan otak ketuanya yang sedikit lemot.

Anak buah Wendy dan Edward menepuk jidat mereka. Tak habis pikir jika mereka menjadi anak buah dari bos-bos yang jauh lebih bodoh dibandingkan mereka. Kadang kala mereka juga berpikir jika Wendy dan Edward sebenarnya tidak layak menjadi ketua komite kedisiplinan dengan kecerdasan terbatas seperti itu. Sepertinya kepala sekolah memang sedang mabuk saat memilih ketua komite kedisiplinan sekolah!

Kedua orang itu sepertinya cocok jika disandingkan bersama. Mereka berdua selain sama-sama galak dan suka marah-marah, keduanya juga sama-sama bodoh dan sok tahu!