webnovel

@JulianYazeed, Apa Wajahmu Sakit

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Zayn terus menunggu di depan pintu sampai ponselnya kehabisan daya dan mati secara otomatis. Dia juga tidak mendapatkan gambar yang ingin dia lihat.

Zayn menguap terus menerus, tidak bisa menahannya lagi, hingga akhirnya dia pergi.

Entah sudah berapa jam berlalu….

Sintia merasakan otot-otot tegang di lengan pria itu mulai mengendur, tubuh dinginnya perlahan mulai terasa hangat, gemetar di tubuhnya juga cenderung mereda.

Dia mendongak dan ingin bertanya pada pria itu, 'Apa kamu merasa lebih baik?'

Namun, Julian memejamkan matanya dalam diam. Entah sudah tidur atau belum.

Sintia tidak berani bertanya dan tidak berani bersuara. Ia takut akan membangunkan Julian jika dia bicara lagi.

Untuk pertama kalinya, Sintia dipeluk oleh seorang pria. Setelah kekhawatirannya memudar, dia jadi merasa tersipu. Dia tidak bisa tidur, jadi dia mengeluarkan ponselnya untuk dimainkan.

Beberapa media berita yang tidak bermoral bahkan merilis sebuah berita di jam setengah lima subuh dengan menyebut ID twitternya.

Itu bukan berita baru. Masih video wawancara Julian. Tanpa membuka videonya, Sintia sudah tahu jika pria yang sedang menggunakan dirinya sebagai guling itu mengucapkan dua kata dengan kejam di hadapan banyak kamera: "Tidak!"

'Sungguh pria tak punya hati!'

'Aku pasti sudah kehilangan akal malam ini karena mengasihaninya!

Saat dia sedang berpikir, tiba-tiba ponselnya berdering. Dari nomor yang tak dikenal. Dia menjawabnya, tapi tidak mengambil inisiatif untuk bicara duluan.

Segera setelah itu, suara rendah yang terdengar bermartabat muncul dari ponsel, "Adik Ipar, apa kamu sedang bersama Julian sekarang?"

"Ya, maaf Anda siapa?"

"Sebastian Yazeed."

'Hah, calon presiden terkuat?'

Sintia mendadak merasa tersanjung.

Suara Sebastian kembali terdengar di telepon, "Bagaimana kondisinya sekarang?"

"Dia tertidur. Apa Anda mencarinya?"

"Tidak, aku mencarimu." Sebastian terdiam lama di seberang telepon sebelum bertanya, "Apa kalian tidur bersama?"

Ini harus dijelaskan dengan sejelas-jelasnya, "Tidak, Anda salah paham, kami… yah, kami akan menghabiskan malam ini di sofa ruang tamu, tapi saya hanya dijadikan sebagai guling olehnya."

Tawa rendah datang dari ujung telepon lain, seolah Sebastian tampak sulit percaya, tapi tawa itu melekat seperti tidak berujung. Sebastian kemudian kembali bicara dengan nada yang lebih ramah. "Apa yang dikatakan Julian saat di wawancara semalam tadi sedikit kasar, jadi Adik Ipar, aku harap kamu tidak tersinggung."

"...." 'Bohong jika aku tidak tersinggung!'

"Sekarang, media ingin membuat isu dari kata-kata Julian. Adik Ipar, maukah kamu mengambil foto dirimu yang dijadikan guling dan mengunggahnya di Twitter untuk menampar wajah Julian?"

'Errr, kakak Julian mengajariku untuk mempermalukan Julian, apa ini?'

Sintia berkata, "Ini… tidak baik, kan?"

"Hubungan buruk kalian secara tidak langsung akan mempengaruhi kampanyeku. Adik Ipar, bisakan?"

Suara rendah Sebastian benar-benar sulit untuk ditolak. Sebagai seorang reporter, dia tahu betul bahwa lawan politik Sebastian pasti ingin mengacau Sebastian menggunakan perjodohan negara antara dirinya dan Julian. Setelah berpikir sejenak, dia akhirnya mengangguk, "...oke."

"Terima kasih, Adik Ipar. Tolong jaga Julian baik-baik malam ini. Selamat malam."

Sebastian menutup telepon, tapi Sintia merasa itu adalah situasi yang sulit baginya.

Setelah ragu selama beberapa lama, dia akhirnya membuka kamera ponsel, merentangkan lengannya, lalu memotret Julian yang tengah memeluknya erat.

Dia mengambil beberapa gambar, dan akhirnya memilih gambar wajah samping Julian yang sangat tampan, tetapi wajahnya sepenuhnya tenggelam dalam pelukan Julian, hanya memperlihatkan bagian belakang kepalanya. Cantik!

Kemudian, dia mengirimnya di Twitter.