webnovel

Dia Tidak Tidur di Kamar yang Salah kan Semalam?

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Sintia sangat kesal, "Beraninya kamu mengatakannya. Jika kamu tidak tiba-tiba berteriak, aku tidak akan terkejut hingga tidak bisa memegang gelas dengan benar?"

Dia ingin bangkit kemudian kembali ke kamarnya untuk mengompres kakinya dengan handuk dingin, tapi Julian menekannya, "Duduk, jangan bergerak!"

"Kamu mau apa?"

"Aku menyuruhmu duduk dan tidak bergerak. Kenapa kamu banyak tanya?!"

Julian memarahinya sebelum berbalik ke meja di ruang tamu untuk mencari salep luka bakar. Setelah mengobrak-abrik dua laci, akhirnya dia menemukan salep luka bakar. Begitu berbalik, dia melihat Sintia yang kembali berdiri. Ia kembali melayangkan tatapan dingin penuh peringatan pada gadis itu, "Ayo coba bergerak lagi!"

"...."

Melihat Julian yang mendekat sambil membawa salep, Sintia mengatupkan bibirnya kemudian mengulurkan tangannya sambil berkata, "Terima kasih."

Julian hanya meliriknya, tapi tidak memberikan salep itu padanya. Sebagai gantinya, pria itu membuka tutupnya dan berniat untuk mengoleskan salep itu pada Sintia.

Sintia merasa malu karena luka itu ada di pahanya. Dia merasa agak canggung lalu berkata dengan suara tercicit, "Aku bisa sendiri."

"Jika memegang gelas dengan benar saja kamu tidak bisa, apa yang bisa kamu lakukan?" Julian tidak memberinya kesempatan untuk melakukannya sendiri. Dia merasa kesal dan tersinggung saat melihat kulitnya yang tampak merah.

Rasa dingin langsung terasa begitu salep itu dioleskan di area yang tersiram air panas.

Sintia bertekad tidak akan memaafkan pria yang telah meneriakinya barusan.

Di bawah cahaya lampu, meskipun ekspresinya sangat menyebalkan, tapi tidak bisa dipungkiri jika dia sangat tampan sehingga membuat Sintia tak kuasa untuk terpesona. Meskipun nada bicaranya kasar, tapi dia langsung mencari salep kemudian mengoleskannya dengan hati-hati pada Sintia. Itu sangat luar biasa.

Setelah memastikan salep telah teroles di semua area yang tersiram air panas, raut wajah Julian akhirnya mulai melunak.

Begitu dia mengangkat kepalanya, dia menemukan Sintia yang sedang memandangi dirinya. Tatapannya jadi berubah dingin lagi, "Apa yang kamu lihat?"

Sintia sontak tersadar kembali, "Terima kasih."

Julian terpaku. Dulu, sebaik apapun dia pada Sintia, wanita itu tidak pernah mengucapkan terima kasih sekalipun padanya. Namun, sekarang Julian hanya mengoleskan salep padanya, kenapa wanita itu harus berterima kasih?

Mungkin karena belum terbiasa, Julian berdiri lalu berkata dengan raut wajah dingin, "Ini bukan untukmu! Jangan baper, oke?"

"Lalu untuk apa?"

Julian membalas datar, "Jangan sampai orang-orang dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mengatakan aku melakukan kekerasan dalam rumah tangga saat mereka berkunjung nanti."

Sintia, "..."

Seolah takut Sintia tidak mempercayainya, Julian kembali berkata dingin, "Kamu mau apa lagi, kenapa belum naik ke atas? Bukankah aku sudah bilang untuk bersembunyi kalau kamu melihatku?"

"....."

'Pria ini, benar-benar ya!'

Sintia melangkah ke atas menuju kamarnya dan segera mengunci pintu. Ia kemudian naik ke atas tempat tidur lalu menyelimuti dirinya. Pergi tidur.

Sementara Julian masih duduk lama di ruang tamu. Memikirkan banyak hal yang mengganggunya. Ketika di naik ke atas, dia berniat untuk membuka pintu kamarnya, tapi ternyata tidak bisa. Dia memegang kenop pintu lalu mendorongnya keras tapi tetap sama. Keningnya berkerut, 'dikunci?'

'Siapa yang ada di dalam?'

***

Keesokan paginya, Sintia bangun dengan sendirinya. Tanpa sadar dia mencoba meraih bantal di kasur, tetapi setelah mencarinya lama….

'Di mana bantal besar yang biasa aku letakkan di kasur?'

Dia menguap sambil mencarinya sampai akhirnya dia tercengang!

'Sepertinya ada yang salah dengan kamar ini?'

Dia ingat jika dekorasi kamar tidurnya lebih feminim dan lembut. Namun, dekorasi kamar ini tidak lembut sama sekali. Semua pajangan dan perabotannya menunjukkan nuansa maskulinitas seorang pria. Satu-satunya yang lembut adalah langit-langit kamar tidur ini.

Langit-langit kamar tidur ini sama persis dengan yang ada di kolam renang putri duyung. Cahayanya sedikit tidak terlihat di siang hari. Jika dia berbaring di tempat tidur dan menatap langit-langit kamar di malam hari, dia pasti akan bisa tidur nyenyak di bawah cahaya bulan dan bintang….

Tapi Sintia tidak punya waktu untuk mengaguminya. Kepalanya nyaris meledak, 'Ini … bukan kamarku kan?'

'Lalu ini kamar siapa?'