Sudah pukul 6 pagi, tapi gadis bernama Syifa itu belum membuka matanya. Seperti biasa, jika tidak ada yang membangunkannya, dia akan tetap tidur. Mungkin sampai jam 9 pagi dia akan tertidur. Tapi hari ini adalah hari Senin, mau tak mau ia harus sekolah.
Nisa mengetuk pintu kamar Syifa, karena Syifa tak kunjung membukanya, Nisa pun membuka dan memasuki kamar Syifa. Subhanallah. Bantal, guling, boneka serta selimut semuanya ada di lantai. Betapa acak-acakannya kamar gadis cantik yang satu ini.
"Syifa... Ayo bangun nak, ini udah siang loh. Kamu ga takut kesiangan?" tanya Nisa lembut sambil mengelus rambut hitam Syifa.
Syifa hanya menggeliat kecil, "Ngapain sih lo kesini?" tanya Syifa ketus dengan nada serak khas orang yang baru bangun tidur.
"Sayang bangun yuk. Hari ini kan sekolah," ucap Nisa lembut.
Syifa membuka matanya sambil mendengus kesal, "Ish! Lo tuh selalu ganggu gue! Emangnya lo siapa? Lo itu cuma ibu tiri gue! Dan mungkin sebab orang tua gue cerai juga karena lo!" bentak Syifa pada Nisa, ibu tirinya.
"Astagfirullah," Nisa beristigfar. Tertusuk sudah hatinya oleh perkataan Syifa.
"Udah deh! Lo gak usah sok alim! Pake istigfar segala lagi!" ucap Syifa tak kalah pedas.
Nisa mencoba tersenyum dengan susah payah, "Yaudah, Syifa cepat mandi dan ganti baju ya. Umi tunggu di ruang makan," ucap Nisa sambil pergi dari kamar Syifa.
Sedangkan Syifa hanya mendelikkan matanya.
***
Syifa menatap aneh teman-temannya yang sangat rajin membaca buku. Bisanya mereka memainkan ponselnya setiap saat, tapi hari ini justru buku lah yang dibacanya. Syifa menghampiri Alya, temannya.
"Al, kok lo tumben baca buku? Lagi kesambet apaan lo?" tanya Syifa penasaran.
"Kesambet Bu Rina," Alya mendelikkan matanya, "lo lupa apa amnesia sih? Sekarang kan ulangan Fisika!"
Syifa menepuk jidatnya, "Aduh! Gawat nih! Gue kan kemarin pulang jam 11 malem, mana sempet lah gue belajar," jawab Syifa.
"Mampus lo Fa! Kalo nilai lo jelek, pasti lo diceramahin seharian sama Bu Rina," Alya menakut-nakuti Syifa.
Kriiiing!!! Kriiiing!!!!
Bel berbunyi, tanda masuk. Semua murid menyiapkan alat tulis untuk mengerjakan ulangan. Bu Rina yang baru masuk kelas langsung membagikan soal ulangan. Tatapan tajamnya membuat siapapun yang melihatnya takut.
"Gila! Ini soal atau apaan sih? Liat soalnya aja udah bikin kepala gue migraine," gerutu Syifa.
Sudah beberapa menit ulangan berlangsung, namun Syifa belum juga mengisi lembar jawabannya. Lagian, pelajaran Fisika adalah pelajaran yang paling dibencinya.
Syifa mencoba mengintip lembar jawaban milik Alya sambil berbisik, "Al, gue liat nomer 4 yah?"
Alya menggeser lembar jawabannya, kemudian Syifa menyalin jawaban Alya. Tiba-tiba, ada orang yang menepuk pelan pundak Syifa. Syifa merasa terganggu, dia hanya mengendikkan bahunya. Tepukan di bahunya semakin keras dan itu membuat Syifa kesal.
"Ish! Diem ah lagi nyontek nih!" Syifa emosi.
"Ooh, nyontek ya?" ucap orang yang menepuk pundak Syifa tadi.
Mengetahui nada suara itu, Syifa menoleh pelan ke arah orang itu. Dan...
"Eh Bu Rina cantik," Syifa menyengir kuda.
"Syifa! Kamu pindah ke bangku belakang!" bentak Bu Rina.
"Enggak deh bu. Makasih banyak. Syifa disini aja," ucap Syifa santai
"Mending pindah ke bangku belakang atau keluar dari kelas ini?" tanya Bu Rina.
"Ya enggak dua duanya lah bu."
"Kamu ini murid paling nyebelin tau gak sih?"
"Enggak."
"Kalo kamu bukan anaknya Pak Arif, saya pasti udah kasih hukuman yang berat buat kamu!"
"Untung aku anaknya Pak Arif bu."
"Kamu ngejawab aja lagi!"
"Emang ya bu, murid tu selalu salah. Dan guru selalu benar. Ngejawab salah, terus dulu pas ibu nyuruh aku ngerjain soal di papan tulis terus aku diem, salah. Jadi aku harus gimana dong? Ngejawab? Atau diem?"
Rina hanya mengelus dadanya, berusaha bersabar menghadapi anak muridnya yang satu ini.
"Ibu jangan marah-marah mulu kerjaannya," ucap Syifa yang melihat Bu Rina mengelus dadanya, "tuh liat si Revan and the geng, mereka pada nyontek ke si Bobi," Syifa menunjuk kea rah Revan, dan ternyata benar saja apa yang dikatakan Syifa.
"REVAAAANN!!!!" teriak Rina.
Begitulah kelas 10 IPA2, kerjaannya cuma bikin semua guru yang masuk ke kelasnya darah tinggi. Mulai dari murid yang suka merokok, terlambat, jarang masuk sekolah, ngegosip, bahkan murid yang suka ke club malam pun ada di sini.
"Ish! Apa-apaan coba gue sama temen sekelas disuruh berdiri di lapang sambil menghormat ke arah bendera? Mana panas lagi! Tadi kan udah upacara, masa disuruh upacara lagi! Emang ngeselin ya Bu Rina!" gerutu Syifa.
BRUKK....
Syifa bertabrakan dengan seseorang.
"Aduh kalo jalan tuh matanya dipake dong! Orang lagi kesel, malah nambahin keselnya aja," omel Syifa pada orang yang menabraknya itu.
Orang itu hanya menahan tawanya, "Hahaha, ternyata kamu Fa?"
Syifa menoleh, "Lah, kak Bagas? Iiish! Emang kebangetan ya ka Bagas nyebelinnya! Tau ah, malah ketawa lagi." Syifa mengerucutkan bibirnya, dan itu membuat Bagas gemas dan ingin membawanya pulang.
"Apaan sih Fa? Kok wajahnya ditekuk gitu? Nanti cantiknya nambah lo, bhahaha," tawanya semakin pecah.
Syifa mendelikkan matanya kesal, "Terus aja ketawa sampe lo balikan lagi sama si Fiany!"
"Ish! Kamu apaan sih Fa! Abis kamu suka lucu kalo lagi kesel, haha."
"Tapi lo suka kan?" tanya Syifa sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Ya enggak lah!" bantah Bagas.
"Ooh, jadi gue Cuma pelampiasan lo doang? Oke, fine!!"
"Eh, maksud gue bukan gitu Fa," tahan Bagas, "tapi gue udah bukan suka lagi ke elo. Tapi lebih dari itu," ucap Bagas.
"Maksud lo?" tanya Syifa bingung.
"Maksudnya, gue itu bukan suka lagi, tapi cinta bahkan sayang ke elo. Percaya deh." Bagas memang selalu berhasil membuat pipinya berubah menjadi merah muda.
Syifa menahan senyumannya karena malu, "Iiih, udah ah! Gue mau ke toilet dulu."
"Lo gak ke kantin Fa? Emangnya lo gak laper apa?" tanya Bagas.
"Gue udah kenyang kok dengerin Bu Rina ngomel."
Bagas hanya menggelengkan kepalanya.
***
Syifa membuka pintu rumahnya pelan, dan mengendap-endap menuju kamarnya agar tidak diketahui oleh ayahnya.
"Gadis yang patut diteladani, pulang pukul 12 malem. Gak tau waktu banget ya?" sindir Arif pada anak gadisnya.
Wajah Syifa tiba-tiba menegang saat suara itu terdengar di telinganya.
"Abis dari klub malam ya?" tanya Arif yang sebenarnya tak perlu dijawab.
"Udah tau, pake nanya lagi!" Syifa memang selalu berani melawan siapapun, termasuk kepada ayahnya.
Nada suara yang datarnya ituloh, bikin siapapun tak bisa menahan amarahnya. Kecuali Nisa-ibu tirinya- yang selalu sabar menghadapi Syifa.
"Kamu bener-bener keterlaluan ya Syifa! Ayah gak pernah ngajarin kamu yang jelek-jelek," ucap Arif membentak.
Syifa hanya mendelikkan matanya malas, "Kan ka Ilham yang ngajarin aku. Yaudah sih, lagian aku tuh butuh hiburan! "
"Tapi masih banyak hiburan lain yang lebih bermanfaat dari pada pergi ke klub itu!!" bentaknya
"Tapi aku tuh merasa bebas disana! Tak ada aturan disana! Dan aku menyukainya!"
PLAKK!
Satu tamparan berhasil mendarat di pipi kanan Syifa, Syifa memegangi pipinya yang mulai merah dan memanas. Tiba-tiba, Nisa datang dan mengelus lengan atas Syifa.
"Ya ampun mas. Kasian Syifa," ucap Nisa sambil memeluk Syifa.
Sedangkan Syifa menghempas kasar pelukan Nisa, "Udah deh lo gak usah cari muka di depan bokap gue!" ucap Syifa sambil berlari menuju kamarnya.
"Tuh, kamu liat sendiri kan kelakuannya?" Arif mengusap kasar wajahnya.
"Kita harus sabar menghadapi anak-anak mas."
"Kamu udah cukup sabar ngadepin Syifa yang setiap hari marahin kamu tanpa sebab. Tolong maafin sikap Syifa ya. Syifa emang keterlaluan!" ucapnya dengan nada yang cukup tinggi.
"Istigfar mas. Harta dan anak adalah ujian dari Allah," ucap Nisa sambil mengelus punggung Arif.
"Aku bener-bener cape ngadepin Syifa sama Ilham Nis. Ibu kandung mereka mewariskan banyak sifatnya, termasuk egois."
Nisa tersenyum tipis, "Aku mau ke kamarnya Syifa dulu," ucapnya sambil berlalu dari Arif.
Nisa membuka pelan pintu kamar Syifa, dan didapatinya Syifa sedang terduduk di lantai sambil memeluk lututnya.
"Astagfirullah, Syifa." Nisa langsung berlari ke arah Syifa.
Sedangkan Syifa hanya menangis sesenggukan. Bagaimana tidak? Yang sakit saat ditampar ayahnya adalah hatinya, bukan pipinya.
"Ngapain lo kesini?" tanya Syifa ketus.
"Syifa, umi tau umi bukan ibu kandung Syifa. Tapi umi menyayangi Syifa karena Allah," Nisa mencoba untuk melunakan hati Syifa, "peluk umi sayang."
Tangis Syifa semakin pecah, "Ke..hiks..kenapa lo selalu sabar ngadepin gue, hiks?" tanya Syifa sambil sesenggukan menahan tangisnya.
"Padahal gue selalu ngebentak bahkan nyakitin hati lo? Kenapa lo malah beri gue kasih sayang? Gue selalu jahat sama lo!" lanjut Syifa dengan tangis yang semakin menjaadi-jadi.
Nisa membawa Syifa ke pelukannya, "Syifa, mau seburuk apapun sikap Syifa ke umi, umi bakal tetep sayang sama Syifa. Allah udah menakdirkan umi untuk mendidik Syifa. Umi ga akan peduli mau Syifa anak kandung atau anak tiri, karena umi akan tetap menyayangi Syifa."
Ucapan Nisa kali ini benar-benar membuat Syifa malu. Bagaimana tidak? Membentak dan menyakiti Nisa adalah aktivitas yang selalu Syifa lakukan semanjak ayahnya menikah dengan Nisa 1 tahun yang lalu.
"Jangan harap setelah ini gue bakal bersikap baik sama lo. Gue akan tetap menjadi Syifa yang selalu bentak lo," ucap Syifa lemah.
"Iyah Syifa, gapapa. Tapi kenapa Syifa ga suka sama umi?" tanya Nisa pada Syifa.
Syifa tertawa pahit, "Karena gue belum pernah menyetujui jika ayah nikah lagi. Apa-apaan coba? Ayah nikahin lo tanpa persetujuan gue sama ka Ilham, ga adil kan?"
"Syifa tidur yah. Ini udah hampir shubuh, nanti umi bangunin kamu."
Syifa tertidur dalam pelukan Nisa. Entahlah, meskipun Syifa membenci Nisa tapi ia merasa nyaman berada dalam pelukan ibu tirinya. Sungguh, ini pertama kalinya Syifa dipeluk dengan pelukan hangat dari seorang ibu, meski bukan ibu kandungnya.
Nisa mengelus rambut Syifa, umi akan selalu sabar menghadapi kamu Syifa sayang. Umi ga peduli jika kamu benci umi. Karena umi yakin, suatu saat nanti kamu pasti berubah, menjadi wanita sholehah yang dicemburui bidadari Surga. Batin Nisa sambil tersenyum.
"Semua manusia bisa berubah, seiring dengan berjalannya waktu. Seburuk apapun ia, pasti bisa berubah menjadi baik. Biarkan waktu yang akan menjawab, kapan ia akan berubah."
Nisa mencium pucuk kepala Syifa, dan saat itu Syifa belum sepenuhnya tertidur. Dia merasakan kasih sayang yang luar biasa dari ibu tirinya.
Kenapa lo baik banget sih ke gue? Hati lo terbuat dari apa sih? Kenapa bisa selembut ini perlakuan lo? Gue emang ngerasa kasih sayang lo ke gue tuh tulus, tapi gue masih belum bisa berbuat baik ke elo!!! Batin Syifa
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!