webnovel

CINTA 9 TAHUN

Arra Maharani. Perempuan berumur enambelas tahun yang memiliki dua sisi yang lain di dalam dirinya, dia polos, lugu, ramah, baik dan mudah dimanfaatkan. Berada di tempat yang salah adalah kebiasaannya, dia diajarkan untuk selalu jujur dan membicarakan apa saja yang dilakukan dimana saja. Perempuan itu dididik sangat baik oleh orang tuanya dan dua kakaknya. Hanya saja, semuanya menjadi sedikit rumit. Raenal dan Giral memiliki pilihan terbaik untuk adiknya, sayangnya semuanya menjadi sebuah peperangan. Selain itu, Arra juga dihadapkan dengan situasi jika dia berpihak maka dia akan kehilangan mana yang tidak dia pilih. Cinta bukan tempat untuk memilih mana yang diberikan, namun perasaan kecil Arra ingin dia mendapat pemimpin di dalam hidupnya dengan baik. Sayangnya semua itu tidak mudah. "Tyo bukan pria yang baik untuk Arra." "Apa kau pikir laki-laki kecil itu pilihan terbaik untuk Arra? Bodoh sekali!" "Kak, bukankah kalian keterlaluan?"

sakasaf_story · Urbano
Classificações insuficientes
54 Chs

35. Ini Simbiosis.

Raenal meninggalkan meja makan saat sarapan, dia melupakan sopan santun karena kemarahan. Pria itu berjalan meninggalkan rumahnya dengan membawa mobilnya menuju bandara untuk menjemput pacarnya.

Wanita cantik, yang memiliki banyak kesempurnaan, dan beberapa step yang Raenal buat apakah wanita itu bisa melewati standarnya untuk menjadi pacarnya atau tidak.

Katya adalah wanita penyabar, satu tahun lebih tua dari Giral yang memiliki banyak kesempurnaaan dan kesabaran yang begitu banyak juga.

Katakan, wanita itu memang benar-benar dibuat buta oleh Raenal karena cinta dan pesonanya. Namun, wanita itu juga tidak menutup kemungkinan yang ada jika Katya juga tidak begitu kuat.

Dia menguatkan dirinya sendiri untuk menghadapi bagaimana Raenal memperlakukannya. Pria yang sangat cinta dengan kesempurnaan itu hanya ingin memiliki semuanya sempurna.

Jadi, diantara semua yang paling dekat dengan Raenal. Katya adalah salah satu orang yang dekat dan paling mengerti Raenal dengan keras kepala dan ambisinya yang besar.

Pria itu memasang sabuk pengaman dengan menjalankan mobilnya menuju jalannya, pergi ke bandara mungkin membutuhkan waktu yang panjang, pria itu sengaja berangkat pagi dan berbohong jika Katya akan sampai lebih pagi.

Wanita itu mengatakan akan sampai dijam makan siang, mungkin pujul sebelas. Dan Raenal hanya akan menunggu Katya dan membiarkan satu harinya habis dengan wanita itu dan ditutup dengan mengumpulkan tugas-tugasnya nanti malam.

Semuanya sudah terencana, dan pria itu melakukannya karena dia benci dengan pembicaraan mereka satu sama lain.

"Aish, lampu merah." Raenal mengeluh menyadari dia mendapatkan lampu merah bahkan saat dia baru memulai perjalanannya.

Pria itu melirik pada jendela mobil, dan tidak malam dari itu pria itu mendapatkan beberapa ide baru untuk mengirim pesan pada seseorang.

Ponsel yang saat ini sedang menganggur Raenal ambil dan membuka room chat terakhir keduanya mengirim pesan.

Dua hari yang lalu.

/Kevin, kau sibuk?/

Terkirim pukul enam pagi.

Percayalah, bahkan pria egois anak pertama laki-laki itu memilih untuk tetap sibuk pada hidupnya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya.

/Kak, maaf. Ini masih terlalu pagi, aku sedang bersiap-siap. Ada apa?/

Balasannya sangat sopan, sejujurnya salahnya juga karena dia mengirim pesan di jam seperti ini. Pukul enam pagi adalah waktu yang seharuanya dilakukan untuk bersiap-siap ke sekolah.

Contohnya adalah Kevin, dan kedua adik Raenal saat ini.

/Kau bisa mengantar Arra lagi? Untuk mengantar pulang, hari ini Giral akan mengantarnya berangkat sekolah. Kau bisa mengantar mengantarkan Arra pulang hari ini, lagi?/

Butuh waktu yang lama untuk mendapat jawaban dari Kevin, bahkan lampu lalu lintas sudah berganti menjadi merah membuat Raenal kembali menjalankan mobilnya tetap menuju ke bandara walaupun menggunakan kecepatan yang sedang.

Ada notifikasi teedengar sayu, sangat lirih, namun Raenal kembali tahu jika itu dari Kevin. Pria dewasa itu memilih menepi dengan mobilnya untuk membalas pesan pada pria itu.

Mobil masih menyala dan terparkir di sisi jalan, pria itu sengaja tidak mematikan mesin mobilnya dan memilih untuk membuka pesan dari Kevin.

/Bukan maksudku menolak, Kak. Aku hanya ingin bertanya, apa benar Kak Giral tidak bisa menjemput? Kemarin ku rasa Arra tidak tahu apapun, Kak Giral tidak menghubunginya. Dan Arra mengira aku menculiknya. Pastikan dulu padanya jika aku adalah orang yang kau perintahkan untuk menjemputnya. Apa kau siap?/

Raenal terkekeh, dia menaikan satu alisnya pelan karena melihat Kevin benar-benar laki-laki yang baik pintar.

/Kau tidak percaya padaku?/

/Bukan maksudku seperti itu. Tapi Arra sangat tidak nyaman aku mengantarnya, dan dia mengatakan padaku jika aku adalah orang pertama yang mengantarkannya pulang./

/Dia benar, memang kau yang pertama. Bukankah dia terlihat baik-baik saja saat pulang bersamamu?/

/Tentu, tapi aku merasa tidak baik-baik saja./

/Kau mengalami masalah setelah pulang mengantar Arra?/

/Tidak, aku hanya memiliki masalah lain./

/Kau mau membantuku satu kali lagi?/

Raenal kembali membalas pesannya berkali-kali dengan Kevin membuat Raenal mendapat ketukan mobil dari didi kanannya.

Pria itu membuka kaca mobilnya dan melihat ada satu posisi mendatanginya. Ali Raenal menyatu pelan dan mengambil dompet untuk memberikan beberapa surat kendaraan dan identitasnya. "Aku datang tidak untuk itu, tuan."

"Apa kau memiliki masalah karena memarkirkan mobil di pinggir jalan dengan keadaan mobil yang tidak mati?" tanya polisi pria tersebut membuat Raenal terkekeh kecil, dia menunjukkan ponselnya saat ponselnya menyala ke room chat dengan Kevin.

"Maaf, tuan. Aku senang mengirim pesan dengan adik laki-lakiku, untuk keamanan diriku dan orang lain, aku menepikan mobilku sebelum melanjutkan perjalananku kembali." Polisi tersebut tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan.

"Terimakasih, sudah mematuhi aturan lalu lintas. Sebelumnya, selamat berkendala kembali." Raenal menganggukkan kepalanya dan menutup jendela mobilnya lagi untuk kembali melanjutkan pesannya dari Kevin.

/Aku akan terus terang saja. Sebemarnya dengan aku mengantarkan Arra pulang aku melewatkan jam tambahan belajarku. Jika aku harus mengantarkan Arra pulang, apa kau mau bertanggung jawab atas itu?/

/Aku terbiasa pulang ke rumah pukul tujuh pagi setelah pulang sekolah karena ada tambahan pelajaran. Tapi jika aku mengantarkan Arra, aku harus pulang pukul sembilan untuk menyelesaikan tambahan belajarku. Jadi, bagaimana menurutmu, Kak?/

/Ada beberapa masalah lain yang tidak bisa ku jelaskan, tapi sejujurnya aku sibuk ditahun terakhirku ini./

Raenal tersenyum tipis membaca pesan balasan milik Kevin, pria itu benar-benar merasa bangga dan senang bisa mengenal laki-laki cerdas seperti Kevin.

Dan, Raenal akan lebih keras lagi menjauhkan Tyo dari Arra, ataupun satu teman laki-lakinya yang lain. Sepertinya Kevin saja sudah cukup membuat Arra hidup bahagia untuk kedepannya.

/Aku S3, mungkin tahun besok aku akan wisuda dan lulus. Jika kau butuh bantuanku untuk belajar, aku akan membantumu selagi kau mau mengantarkan Arra pulang saat aku memintanya./

/Anggap saja ini simbiosis karena aku diuntungkan untuk mendapatkan tumpangan pada Arra, dan aku akan membantumu belajar./

Raenal menawarkan hal gila dengan memberi sebagian waktunya untuk mengajarkan Kevin hanya untuk mengikat pria itu ada di samping Arra, setidaknya sebelum umur mereka menjadi lebih matang.

/Apa ini sebuah sogokan?/

Raenal total terkekeh membaca balasan dari Kevin yang terkesan sangat jujur. "Dia benar-benar laki-laki yang unik," komentarnya sedikit lalu kembali membalas pesan untuk Kevin sebagai penjelas.

/Ini simbiosis, Kevin. Kau harus pintar berteman dan mencari teman, jika kau dirugikan, kau bisa menolaknya./

Raenal mengirim pesannya dan kembali menunggu balasan dari Kevin, namun laki-laki itu tidak membalasnya.

Menunggu cukup lama, pada akhirnya Raneal melanjutkan perjalanannya lagi. Namun sebelum itu dia membuka pesan terakhir dari Katya untuk menunggu wanita itu sampai di bandara.

/Kak, dua jam lagi aku akan sampai. Ternyata pesawatku berangkat jam dua pagi./

/Aku akan menunggumu di bandara, jika tidak bisa datang. Tolong kirimkan pesan padaku./

Raenal menganggukkan kepalanya pelan. Dia melihat pesan itu terkirim satu jam lagi, dan Raenal memiliki satu jam lebih sedikit untuk sampai di bandara. Sebelum memulai peejalanannya lagi.

/Aku akan menjemputmu, mungkin terlambat sedikit. Tolong bersabar, aku akan sangat mengusahakannya./

Pria itu mulai melanjutkan perjalanannya menuju bandara dan membiarkan ponselnya yang tidak mendapatkan jawaban dari Kevin.

Empatpuluh lima menit perjalanan pria itu mendapat pesan dari seseorang, dia memelankan kecepatannya untuk menyalakan ponselnya saja.

Setidaknya Raenal hanya akan membaca notifikasi pesannya saja.

/Aku setuju!/

Raenal tersenyum puas melihat notifikasi dari Kevin, dia kembali fokus mengendarai mobilnya agar sampai. Tidak lama dari itu dia sampai di area parkir mobil dan berjalan mansuk menuju tempat menunggu seseorang selesai translite.

Raenal cukup lama menunggu, dia melihat pesan terakhir yang Katya kirimkan untuknya dan membacanya dengan suara.

"Kak, maaf. Tolong tunggu aku sebentar, aku sedang di kamar mandi."

"Astaga, anak itu," keluh Raenal saat dia mendapatkan pesan dari Katya dua menit sebelumnya lalu kembali mengambil dusuk di kursi yang sama untuk wanita yang dia cintai.

"Kak," panggil Katya dengan membawa koper, satu jaket panjang dan topi yang menutupi kepalanya berjalan menuju Raenal dengan mendorong koper di tangan kirinya dan tangan kanan membawa ponselnya.

"Lama sekali," ucap Raenal denagn berjalan mendekat ke arah Katya, dan mengambil alis koper milik wanita itu. Raenal mengambil pelukan lembut pada Katya dan mencium puncak kepalanya walaupun terhalang dengan topi.

"Maaf, perutku sakit tadi," jawab wanita itu dengan menggandeng tangan pacarnya dengan senyum yang merekah. "Aku merindukanmu," ucap Katya pada Raenal membuat pria itu melirik kecil wanita itu dan tidak menjawab apapun.

"Aku merindukanmu, Kak." Katya mengulangnya lagi. "Kak?" panggil Katya dengan wajah cemberut karena kerinduannya hanya dibalas lirikan kecil dari pacarnya yang tidak tahu apa yang Katya inginkan.

"Ini salahku karena mencintai balok es---"

Chu~~

Gerutuan Katya terhenti begitu Katya mendapatkan ciuman di bibir oleh si brengsek Raenal membuat Katya mematung dan tertinggal langkah Raenal yang terus berjalan. Pria itu berhenti dan berbalik untuk melihat Katya.

"Aku juga merindukanmu, bahkan sampai demam karena merindukanmu," jawabnya membuat Katya benar-benar tidak bisa berkata-kata lain dengan apa yang Raenal katakan untuknya.

"Aish, Kak!!!" teriak Katya karena melihat Raenal terus berjalan dengan koper miliknya dan meninggalkan Katya dengan wajahnya yang memerah. "Ayo cepat pergi, aku belum sarapan." Raenal menjawabnya dengan langkah yang ringan membuat Katya terkekeh kecil.

"Oh ya? Haruskah aku menelfon ibumu untuk memastikan apakah kau belum sarapan pagi, Kak?" goda Katya membuat Raenal melirik Katya tajam, wanita itu terkekeh dan kembali memeluk lengan tangan pacarnya.

"Apa kau senang bisa dekat dengan ibuku dan berusaha mengancamku dengan menelfon ibuku?" tanya Raenal ingin tahu alasan wanita itu melakukannya.

"Tentu saja, kau kan anak ibu. Jika ibumu mengatakan iya, maka kata tidakmu sama sekali tidak berpengaruh untukku." Katya menjawabnya dengan lebih sarkas karena dia senang berlindung di belakang ibu dari pacarnya karena wanita itu sangat lembut dan tegas dalam keputusannya.

"Benar, belajarlah dari ibuku."

"Kau harus menjadi wanita sekuat ibuku, selembut ibuku, secantik ibuku, dan sepintar ibuku. Kau harus bisa apapun seperti ibuku, karena aku menginginkan istri yang serba bisa seperti ibuku," jawab Raenal dengan jujur membuat Katya hanya bisa terdiam dengan apa yang Raenal katakan untuknya.

Iya.

Katya.

Wanita itu harus menjadi apa yang Raenal inginkan karena dia mencintainya dan karena Katya mencintainya.

Terkadang saya tidak merasa puas dengan tulisan saya karena tidak ada yang membacanya, tapi saya tetap berusaha.

sakasaf_storycreators' thoughts