webnovel

Ke Kyoto

"Asheel-sama menghilang?!"

Itulah yang menyebabkan keributan sebelumnya. Para Floor Guardian membuat pemikiran mereka masing-masing.

Keberadaan Asheel yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Memang berita itu merupakan kabar buruk bagi penduduk Nazarick.

Tapi atas instruksi Sera, mereka dengan patuh tetap tinggal di Nazarick. Tidak ada yang tahu keributan apa yang akan terjadi di Draconic Deus untuk menyenangkan Tuhannya jika saja mereka tidak dihentikan.

Sekarang, Shalltear adalah satu-satunya orang yang berkeliaran di kota untuk mencari keberadaan Asheel. Menurutnya, Asheel sudah tidak ada lagi di kota ini, bisa saja di kota lain bahkan mungkin di negara lain.

True Vampire itu merasa bertanggung jawab saat berkeliaran di seluruh Jepang dengan wajah yang muram.

"Bahkan meski aku menemukan Asheel-sama, aku masih tidak berguna karena tidak bisa menghiburnya dalam kesedihan yang beliau rasakan." Shalltear terlihat menghela napas.

Tanpa disadari, hari sudah sangat gelap semenjak Shalltear berjalan keluar. Apalagi, hujan deras yang telah berlansung hampir dua hari masih saja berlanjut. Dalam cuaca seperti itu, dia telah mencari di setiap sudut kota, tapi tetap tidak menemukannya.

"Kalau begitu, aku akan lanjut mencarinya di Kyoto." Shalltear memadatkan sihirnya untuk membuat «Gate» menuju Kyoto.

Pusaran gelap muncul didepannya yang kemudian tubuh Shalltear terlihat tenggelam ke dalamnya.

Dalam sekejap mata, Shalltear muncul di Kyoto. Sihir memang sangat praktis dan sangat mempermudah aktivitas penggunanya.

Shalltear menatap ke langit dan melihat pusaran awan hitam yang terlihat menakutkan. Awan itu menggulung seperti ular dengan petir sebagai sisiknya.

"Konsentrasi sihir yang sangat mengerikan. Seperti yang diharapkan dari Tuhanku! Bahkan alam mematuhi kehendaknya." Shalltear tampak terpukau sesaat sebelum kembali ke dirinya. "Ini bukan waktunya untuk kagum!"

Vampir itu segera menggelengkan kepalanya dan mulai mencari keberadaan Asheel berdasarkan jejak kekuatannya. Dia cukup yakin jika Asheel sedang berkeliaran di sekitar sini melihat cuaca yang sangat mengerikan di langit Kyoto.

Setelah mencari beberapa saat, dia menemukannya.

...

Saat ini, Asheel terlihat sangat menakutkan dengan darah yang membalur di sekujur tubuhnya. Rambut dan pakaiannya telah tercemar oleh warna merah.

Sedikit cipratan darah di wajahnya membuatnya lebih terlihat sadis, apalagi didukung oleh matanya yang menatap dengan sangat dingin.

Tangannya memegang senjata yang tampak seperti katana. Bilahnya sudah terkotori oleh darah korbannya.

Dengan cuaca yang sangat tidak mendukung di luar, genangan banjir diwarnai oleh warna merah darah.

Di tanah, beberapa mayat segar manusia tergeletak begitu saja di depannya. Jumlah itu hampir mencapai dua puluh korban. Mereka semua tampak terpotong-potong oleh bilah yang sangat tajam. Hampir tidak ada mayat dengan anggota badan utuh. Semua termutilasi dengan rapi.

Tatapan Asheel tampak acuh melihat mayat-mayat yang baru saja dia bunuh. Membunuh nyawa manusia sudah seperti makan minum baginya. Dia seperti dewa kematian yang tidak ragu untuk mengambil kehidupan seseorang. Mereka sangat tidak berharga baginya, dan terkadang dia memang memandang rendah manusia.

Di bawah hujan deras, darah yang ada di tubuhnya dengan cepat tersapu dan dia pun juga menjadi basah. Hanya ada ketidakpedulian di bawah tatapan matanya. Sudah beberapa menit sejak dia berdiri di bawah genangan hujan dan tidak bergerak sedikitpun.

"Apa yang sedang Anda lakukan, Asheel-sama?"

Suara langkah kaki terdengar diikuti oleh ucapan seorang gadis. Suara itu semakin keras menuju ke gang sempit ini.

Asheel mendongak ke sumber suara dan melihat seseorang telah datang sambil membawa payung. "Shalltear?"

"Ya, hamba siap melaksanakan perintah apapun untuk Anda." Shalltear membungkuk dengan elegan.

"Oh, kalau begitu tolong urus potongan sampah-sampah ini." Asheel mendengus sambil menunjuk ke mayat-mayat di tanah.

Lalu saat dia akan melangkah pergi, langkah kakinya dihentikan oleh Shalltear yang memanggilnya sekali lagi.

"Bisakah Anda menunggu saya, Asheel-sama? Saya akan menemani Anda selanjutnya."

Mendengarnya membuat permintaan, Asheel berhenti sejenak sebelum setuju. "Lakukan dengan cepat."

"Tenang saja, ini tidak akan memakan waktu lama." Shalltear berterima kasih dengan menundukkan kepalanya. Kemudian dia melakukan tugasnya dengan cepat.

Membakar mayat dan mengeringkan genangan air. Shalltear sungguh melakukannya dengan cepat. Namun meski dia telah mengeringkan tanah hingga kering, dalam sekejap air mengalir dari atas dan memenuhi tempat ini dengan genangan air sekali lagi. Hujan masih turun dan dia tidak mungkin mengendalikan cuaca begitu saja, apalagi saat cuaca ini dipengaruhi oleh kekuatan Tuhannya. Tujuannya hanya menghilangkan darah yang ada dalam genangan, jadi itu bukan masalah jika dia tidak melakukannya dengan maksimal.

Meski tidak rapi, dia akan meminta penguasa tanah ini untuk mengurus sisanya. Untuk sekarang prioritasnya hanya menemani Asheel agar tidak bertindak lebih jauh.

Membunuh beberapa manusia tak bersalah sudah cukup. Penduduk Nazarick termasuk Sera tidak ingin Asheel melampiaskan kesedihannya dengan pembantaian. Bukan karena mereka naif, namun ini untuk kebaikan Asheel sendiri. Tidak baik untuk terlarut terlalu jauh dalam kesedihan dalam kondisi saat ini.

Shalltear menepuk tangannya seolah sedang membersihkan debu, kemudian dia berjalan dengan elegan menuju Asheel yang sedang menunggu.

Sungguh, kota ini sangat sepi sekarang. Hujan deras membuat para manusia tidak melakukan aktivitas mereka di luar ruangan. Situasi saat ini memang biasa digunakan untuk tindakan kejahatan seperti pembunuhan.

Asheel yang bersandar di dinding sambil merokok melihat bahwa Shalltear sudah mengurus semuanya dengan baik. Tapi saat ini dia tidak tahu lagi harus kemana.

"Terima kasih, Shalltear."

"Bukan masalah besar sama sekali." Shalltear menerima rasa terimakasih itu dengan bangga. Tapi sepertinya dia telah salah paham.

Asheel berterima kasih atas segalanya yang telah Shalltear lakukan kepadanya. Melihat senyum Shalltear saat ini sungguh membuat pikirannya menjadi cukup tenang, dan dia mengingat jika masih ada banyak hal yang menunggunya di masa depan. 'Sungguh, aku berterimakasih padamu...'

Shalltear sungguh senang, setidaknya dia sudah menemukan Asheel. Selanjutnya, yang harus dia lakukan hanya menemaninya sampai benar-benar tenang.

"Sepertinya keputusan yang tepat bahwa Sera mengirimmu ke sini untuk menemaniku," ucap Asheel sambil menghembuskan asap rokoknya.

Shalltear tampak bingung, "Kenapa bisa begitu?"

"Kau sepertinya merasa bertanggung jawab. Padahal itu bukan salahmu." Asheel akhirnya tersenyum.

"...."

"Baiklah, aku memutuskan untuk menemui Yasaka."

Shalltear menyerahkan payung yang dia bawa untuk Asheel sebelum mereka berdua berjalan bersama. Shalltear yang berjalan di belakang mengungkapkan pikirannya yang mengganjal saat ini:

"Ngomong-omong, Asheel-sama."

"Ya?"

"Dalam perjalanan mencari keberadaan Anda, saya mengurus banyak mayat Youkai liar yang juga tergeletak di gang-gang sempit seperti yang barusan Anda lakukan di sana. Apakah semua mayat itu adalah hasil perbuatan Anda?" tanya Shalltear.

"Youkai?" Asheel mengingat jika sebelum dia membunuh manusia, dia juga membunuh makhluk-makhluk lain yang juga mirip seperti manusia. "Mereka ingin merampokku, jadi aku membunuh mereka semua."

"Apakah Anda membunuh mereka semua menggunakan katana?" tanya Shalltear.

"Ya." Asheel mengangguk. "Apa masalahnya?"

"Tidak, sebenarnya hanya beberapa hal yang menganggu pikiran saya," kata Shalltear.

"Kau boleh membicarakannya denganku. Toh, aku masih atasanmu. Sepertinya juga tugasku untuk menyapu kekhawatiranmu."

Setelah diam beberapa saat, Shalltear mulai menjelaskan. "Saya menemukan banyak mayat Youkai yang tersebar di berbagai gang, tapi hanya sebagian kecil yang terbunuh oleh katana."

"Hm, aku hanya menggunakan katana-ku." Asheel mengangkat bahu.

"Sepertinya bukan hanya Youkai liar, pasukan Youkai di bawah Yasaka juga terbunuh. Jika dilihat dari luka-luka mereka, tampak jika mereka mati karena tertusuk oleh tombak."

Asheel mendengarkan tapi hanya lewat di telinganya. Setelah beberapa saat, dua orang itu sudah sampai di tempat tujuan mereka.

"Kita sudah sampai!"

...

Mengetahui kedatangan Asheel, Yasaka bergegas keluar. Sebelumnya dia sudah diberitahu oleh Sera jika Asheel kemungkinan akan datang menemuinya jadi dia segera menyuruh para pelayannya untuk membuat perjamuan kecil.

Yasaka adalah seorang Youkai Kitsune legendaris berekor sembilan. Kekuatannya tidak diragukan lagi karena dia adalah pemimpin faksi Youkai barat.

Dia dengan anggun duduk di depan pintu seperti seorang istri yang menyambut kepulangan suaminya.

"Selamat datang kembali, sayang."

Asheel melihat senyum nakal rubah di depannya sebelum dia jalan melewatinya.

"Apakah kamu ingin makan, atau mandi? Ataukah ...--"

Sebelum Yasaka dapat menyelesaikan kalimatnya, Asheel sudah memotongnya. "Aku ingin mandi."

"Baiklah, aku sudah mempersiapkannya."

Setelah Asheel pergi, Yasaka melirik Shalltear dengan pandangan bertanya-tanya. "Ada apa dengannya?"

Shalltear merasa tidak senang karena menurutnya Yasaka berlaku tidak hormat kepada Tuhannya. Namun dia tetap menjawab, "Baru-baru ini ada sebuah tragedi yang menimpa Tuhan kita."

Hanya itu saja sebelum Shalltear juga pergi meninggalkan Yasaka.

"?"

...

Yasaka tidak mengerti apa yang terjadi pada suaminya, tapi sepertinya sangat gawat. Sebelumnya dia juga dihubungi oleh Albedo untuk ke Kuoh, tapi karena urusannya di sini sangat sibuk, dia agak mengabaikannya. Sekarang, dia tahu harus berhati-hati saat berhadapan dengan Asheel atau dia mungkin bisa menyakiti perasaannya.

Setelah selesai mandi, Asheel menghampiri Yasaka yang sedang duduk di ruangan yang tampaknya menjadi ruang rapat bagi para petinggi faksi Youkai barat.

Yasaka bersikap sangat sopan dengan duduk dalam posisi seiza.

"Sera bilang apa padamu?" tanya Asheel. Dia juga duduk padahal handuk masih tergantung di pundaknya.

Berhadapan dengan kecantikan berambut emas itu, Asheel memiliki sikap yang santai jika dibandingkan dengan Yasaka yang serius.

"Beliau hanya berkata jika suamiku mungkin saja akan datang, dan ternyata benar." Yasaka sangat mengerti jika Asheel masih atasannya dalam segala hal. Bagaimanapun, Yasaka telah memberikan kesetiaannya secara sukarela.

"Jika kau ingin tau tentang apa yang terjadi, kau bisa tanya ke yang lain. Tapi intinya, aku dan Sera memiliki anak sekarang tapi saat ini putriku sedang sakit."

Yasaka sedikit terkejut, biasanya sakit untuk anak-anak adalah hal yang wajar tetapi untuk keberadaan mengerikan seperti putri Asheel adalah hal yang tidak wajar. Mungkin sangat serius sampai-sampai seluruh Nazarick berduka. Kurang lebih dia mengerti jika putri Asheel adalah eksistensi yang melebihi segala makhluk di dunia ini.

Melihat Yasaka yang khawatir, Asheel segera menggenggam tangannya. "Kau tidak perlu khawatir, aku bisa menyelesaikan masalahku dengan Sera. Tapi ngomong-omong, dimana Kunou?"

"Sekarang sudah larut malam, tentu saja dia tidur. Cuaca barusan sangat kacau, aku kesulitan untuk menidurkannya."

"..." Asheel tidak bisa berkata-kata sebagai pelaku yang membuat cuaca di Kyoto menjadi kacau. "Maaf."

Walaupun Yasaka bingung tapi dia segera mengubah topik pembicaraan. "Suami, aku merasakan ada yang berbeda darimu."

Tanpa sadar Yasaka memeluk Asheel dan yang terakhir tenggelam di pelukannya karena lelaki itu juga menerimanya dengan sukarela.

Klek!

Pintu ruangan terbuka dan terlihat Shalltear di luar pintu. Urat nadi segera muncul di dahinya.

"Apa yang kau lakukan, dasar jalang!?"

Shalltear dengan marah menghampiri Yasaka dan menariknya.

"Eh, bukannya wajar? Aku adalah suaminya!" Yasaka merengek.

Mereka terus bertengkar saat Asheel diam-diam menyelinap pergi. Karena tubuhnya belum sepenuhnya kering, dia memutuskan untuk mencari hair dryer. Rambutnya yang panjang membuatnya kesulitan untuk mengeringkannya. Biasanya dia tinggal memakai sihir yang sangat praktis. Tapi karena kekuatannya sedang kacau saat ini, dia tidak mau mengambil resiko.

Setelah itu, dia tanya ke pelayan kediaman ini dimana kamar Kunou berada. Dalam sekejap dia sampai ke kamar putrinya.

Meski bukan putri kandungnya, dia masihlah harus bersikap sebagai ayah tiri. Kemudian Asheel mengingat-ingat bagaimana pertemuannya dengan Yasaka.

Waktu itu adalah saat Asheel mengajak para Floor Guardian untuk berlibur ke Kyoto. Setelah mengalami berbagai hal dia bertemu Yasaka yang sedang mengurus penginapan.

Singkat cerita, mereka saling kenal. Sera juga cukup menyukai Yasaka, yah lebih tepatnya dia selalu ingin memanjakan Kunou.

Tapi pada malam itu ada sebuah insiden yang menimpa faksi Youkai barat. Sebuah penyerangan yang dilancarkan oleh faksi Youkai yang memusuhinya.

Mereka saling berperang, kediaman ini pun seharusnya sudah menjadi puing-puing. Namun Asheel ikut campur tanpa melakukan kesepakatan dengan Yasaka.

Dia mengirim Albedo untuk membantunya saat Yasaka cukup kesulitan untuk menghadapi musuh yang menggunakan semacam cheat untuk mengendalikanleyline di Kyoto.

Pada saat yang sama, Kunou sebagai putri pemimpin faksi Youkai barat itu juga terancam nyawanya. Asheel yang kebetulan menyelamatkan nyawanya kemudian membawanya ke kediaman Yasaka.

Asheel lupa dengan apa yang terjadi selanjutnya tapi sepertinya ada kesepakatan tak terlihat antara Yasaka dan Albedo yang membuat seluruh faksi itu tunduk pada kekuatan besar Nazarick.

"Kira-kira itulah yang terjadi. Ternyata ingatanku masih bagus." Asheel juga menertawakan sikap dirinya di masa lalu yang membuatnya ingin bunuh diri karena mengingatnya.

Dia kemudian menatap Kunou yang tertidur.

"Papa..."

Mendengar gumaman Kunou membuat Asheel menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Tidak seperti Phina, Kunou masih rawan akan kematian di dunia ini. Sekarang Asheel berambisi untuk membuat orang-orang yang dia anggap sebagai keluarga menjadi abadi.

Tapi ngomong-ngomong dia sudah memiliki tiga anak perempuan. Dua adalah anak kandung dan satunya adalah anak tiri, yaitu Kunou.

"Ngomong-omong, sebenarnya berapa banyak wanita yang sudah kutiduri, sih?" Asheel benar-benar lupa.