"Kenapa Kau selalu memukul dahi ku setiap kali aku pulang dari pertemuan dengan Izekiel atau Paman Putih?"
Lucas menaikkan sebelah alisnya, "bukannya aku sudah pernah bilang? Ada kotoran di rambut mu."
Gah! Kau pikir aku percaya? Bagaimana bisa ada kotoran di rambut ku, tapi kau malah memukul dahi ku? Belum lagi kau melakukannya saat aku pulang dari pertemuan dengan Izekiel atau Paman Putih. Kau pikir itu wajar?
Aku menghela napas pelan dan berkata 'terserah deh,'. Lucas menggidikkan bahu dan mengambil kue kering yang telah tersedia.
"Oiya, Lucas. Apa Kau ingat cerita di novel <Lovely Princess>?"
Lucas diam sejenak kemudian menatap ku. "Aku sangat ingat dengan cerita itu."
Aku menaikkan sebelah alis. He? Dia sangat ingat? Memangnya dia pernah membacanya? Aku hanya bercerita padanya kok. Masa bodoh. Lebih baik aku segera menanyakan hal itu.
"Apa Kau tahu kharisma Jennette itu sekuat apa sebagai tokoh utama?"
"Maksud mu?"
"Nah, aku dari tadi terpikirkan perkataan Izekiel tentang-"
Aku tersentak kaget. Lucas mendekatkan wajahnya pada ku dengan tatapan tidak suka.
POOF!
Rasanya wajah ku memerah sekarang. Duh, anak ini kenapa sih? Aku menjauhkan wajahnya dari ku dan mencoba mengatur napas.
"Apa yang Kau lakukan?" aku mendengus kesal.
"Tidak ada."
"Terserah," aku berbatuk pelan, "jadi soal perkataan Izekiel-"
Kalimat ku terpotong lagi. Lucas lagi-lagi mendekatkan wajahnya pada ku. Ah, sudah cukup! Kalau begini terus wajah ku bisa seperti tomat dan pertanyaan ku tidak selesai-selesai!
BUAK!
"AW! Apa yang Kau lakukan, bodoh?"
Aku mendengus kesal, "harusnya aku yang bertanya begitu, bodoh! Kenapa Kau mendekatkan wajah mu tiap kali aku mau bicara?"
"Bukan apa-apa," Lucas mengalihkan pandangannya.
Gah! Kau membuat ku kesal! Aku menarik napas dalam-dalam dan berbicara dengan kecepatan tinggi.
"Aku dari tadi ingin bertanya pada mu tentang Jennette. Apa kharisma seorang tokoh utama itu sangat kuat sampai orang-orang akan bersikap 180° berbeda setelah melihat senyumannya, padahal orang-orang itu baru saja membulinya?"
Aku menunduk dan mengatur napas. Ini pertama kalinya aku bicara dengan kecepatan tinggi. Dengan begini aku yakin Lucas sudah mendengar pertanyaan ku kan?
"Maksud mu seperti menyihir pandangan orang tentang dirinya?"
"IYA! SEPERTI ITU!" aku berteriak nyaring.
Lucas buru-buru menutup telinganya dan berdiri. Ops! Maaf, aku lupa kau di sebelah ku. Aku terkekeh geli dan meminta maaf.
Lucas mendengus kesal dan bertanya apakah aku mau ikut dengannya untuk melihat Jennette. Ha? Gila apa? Aku berusaha menjauhi Jennette dan kau mengajak ku untuk melihatnya? Aku memberinya tatapan horor.
Lucas menghela napas dan bilang kalau dia ingin memastikan sesuatu tentang ucapan ku. Aku menaikkan sebelah alis dan mengangguk patah-patah. Ya sudah deh, aku tidak paham sih dia mau memastikan apa, tapi mungkin ikut juga lebih baik.
Lucas menyeringai setelah melihat ku menganggukkan kepala. Tiba-tiba aku merasa tidak enak akan sesuatu. Duh, Lucas nggak merencanakan yang aneh-aneh kan?
CTAK!
Lucas menjentikkan jarinya dan kami sudah berpindah tempat. Aku memekik kaget karena sesuatu menyentuh tengkuk ku. Saat berbalik, aku terdiam. Ternyata itu hanyalah tanaman.
Lucas tertawa terbahak-bahak di sebelah ku. Ugh! Memalukan! Aku mencubit tangannya yang membuatnya kesakitan lalu diam. Aku mendengus kesal dan menatap sekeliling.
Ada banyak tanaman di sekeliling kami. Di sini ada bunga, tanaman obat, tanaman hias biasa, bahkan pohon besar. Aku menatap langit-langit tempat ini, terbuat dari kaca. Tidak diragukan lagi, ini adalah rumah kaca.
Apa kami ada di Kediaman Alphaeus? Saat sedang mengamati sekeliling dan hendak bertanya pada Lucas, aku mendengar suara seorang anak perempuan.
"Apa itu artinya kakak tidak akan main dengan Jenny lagi?"
GLEG!
Itu...ITU JENNETTE! Aku menatap kepada dua orang yang beberapa meter di depan kami. Jennette membelakangi kami, jadi aku tidak bisa melihat wajahnya. Apa dia cantik? Apa dia imut? Apa dia lebih cantik dan imut dari ku?
Aku terlalu tegang sampai-sampai menahan napas secara tidak sadar. Lucas yang menyadari hal itu menepuk pundak ku dan mengingatkan ku untuk bernapas. Tentu saja dengan ejekan di kalimatnya.
Aku tahu maksud ejekan di kalimatnya itu, dia mencoba mencairkan suasana tegang di sekitar ku. Aku menghargainya, tapi tetap saja kesal.
Baiklah Athy! Fokus dengan pengamatan mu. Apa yang kira-kira membuat orang-orang bisa berubah 180° setelah melihat senyumannya?
"Sihir hitam."
"Ha?" aku menoleh pada Lucas yang menatap datar ke punggung Jennette.
"Gadis yang Kau panggil Jennette itu," Lucas diam sejenak, "chimera?"
Chimera? Hei! Kurang ajar sekali kau mengatai tokoh utama di dunia ini dengan sebutan chimera. Aku menatap Lucas yang masih menatap datar ke arah Jennette. Tiba-tiba dia menaikkan sebelah alisnya.
Aku mengikuti arah pandangan Lucas dan terkejut. Jennette sekarang menghadap kemari! Aku bisa melihat wajahnya. Ah, sekarang aku tahu kenapa papa di novel <Lovely Princess> menyayangi Jennette.
Lihatlah Jennette di hadapan ku! Dia cantik dan imut! Aku...aku merasa bukan apa-apa dibandingkan dia. Dia sangat imut seperti penjelasan di novel. Itulah kenapa papa menyayanginya.
NYUUT!
Aku meremas pakaian di bagian dada ku. Entah kenapa, dada ku rasanya sesak. Kenapa ini? Aku...cemburu? Hahaha, kurasa tidak mungkin kan?
Aku melihat Jennette yang tersenyum pada Izekiel. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi aku melihat kalau Jennette sedang senang. Wajahnya ratusan kali lebih imut daripada tadi.
NYUUT!
Ugh! Siapa yang coba kau bohongi Athy? Ini jelas sekali, kau cemburu pada Jennette. Kau cemburu karena Jennette lebih imut dari mu. Kau tidak ingin papa mu tertarik padanya. Kau tidak ingin Jennette merebut semua milik mu!
DEG!
Ha? Apa ini rasa egois ku? Kenapa aku egois begini? Sejak awal takdir novelnya adalah Jennette yang hidup bahagia bersama papa. Aku sejak awal seharusnya tidak masuk dalam kehidupan papa. Tapi karena aku merusak alur ceritanya dan terlibat dengan papa, aku tidak ingin merelakan papa begitu saja.
Padahal sejak awal aku sudah berencana untuk kabur dari istana dan memulai hidup secara sembunyi-sembunyi, tapi aku merusak alurnya dan terjebak dalam kasih sayang orang-orang di istana. Aku tidak mau jadi putri yang terlupakan karena kehadiran Jennette. Apa aku tidak boleh egois? Aku juga ingin bahagia.
TES!
TES!
TES!
Ha? Kenapa air mata ku mengalir? Aku menatap kedua tangan ku, basah. Bak air terjun, air mata ku tak bisa lagi ku bendung.
Aku tidak boleh cengeng begini. Sejak awal harusnya aku tidak merusak alurnya. Seharusnya aku hidup dalam bayang-bayang dan sembunyi-sembunyi, lalu kabur dari istana saat usia ku delapan belas tahun.
TES!
Aku menggerakkan lengan ku ke arah mata, bersiap untuk mengusap air mata ku dengan kasar. Namun, seseorang menghentikan ku.
GREP!
Itu Lucas. Lucas menghentikan pergerakan lengan ku dengan tangannya, sedangkan tangan yang lainnya menutupi kedua mata ku.
"Mata mu bisa sakit kalau Kau mengusapnya dengan kasar, Tuan Putri."
Aku bungkam. Ah, aku lupa kalau Lucas ada di sini. Apa dia akan mengejek ku setelah ini? Aku tertawa hambar. Aku mendengar Lucas berdecak kesal, tangannya yang menggenggam lengan ku dia lepas. Dengan segera Lucas menjentikkan jarinya.
CTAK!
Apa kami sudah pulang? Aku bertanya dalam hati. Pasalnya aku tidak bisa melihat karena salah satu tangan Lucas masih ada di depan mata ku.
Aku mendongakkan kepala, tiba-tiba saja jadi sesenggukan. Aduh memalukan! Di sini masih ada Lucas! Dia bisa mengejek mu kalau kau masih menangis! Ayo berhentilah Athy!
Di luar dugaan, air mata ku malah mengalir lebih deras. 'Padahal aku menyuruhnya berhenti, dia malah mengalir deras,' aku berkata dalam hati. Aku merasa tangan Lucas di depan mata ku tersentak, mungkin dia kaget karena merasakan air mata ku di tangannya. Maaf ya, Lucas.
"Kenapa air mata mu malah tambah deras, sih?" Lucas berdecak kesal.
"Ti...tidak *HIKS!* ta...hu *HIKS!*" aku berbicara sambil sesenggukan.
Aku tidak tahu apa reaksi Lucas. Tapi tangan Lucas yang awalnya ada di depan mata ku kini berpindah di bawah lutut ku, sedangkan yang satunya memeluk punggung ku. Aku tersentak kaget. Lucas menggendong ku ala bridal style!
"A...apa *HIKS* yang Kau *HIKS!* lakukan?"
"Diam saja kalau Kau tidak mau jatuh dan mencium lantai."
Aku mengangguk kemudian diam. Cukup memalukan. Aku sedang menangis karena alasan tidak jelas, lalu Lucas menggendong ku ala bridal style. Bagaimana wajah ku saat ini? Pasti sangat berantakan! AKU MAU MASUK LUBANG SAJA!
BRUK!
Lucas menidurkan ku di kasur. Saat itu aku sadar bahwa kami ada di kamar ku. Aku terdiam menatap Lucas yang duduk di kursi sebelah kasur ku. Dia juga menatap ku.
POOF!
Semburat merah muncul di wajah ku. Masih dengan isak tangis, wajah ku terasa tambah panas. Aku cepat-cepat mengambil bantal dan menutup wajah ku dengan bantal tersebut.
"Pfft...HAHAHAHA! Kau harus lihat wajah konyol mu itu, Tuan Putri!" Lucas tertawa terbahak-bahak.
Si Sialan ini! Kenapa dia masih bersikap menyebalkan di situasi seperti ini sih? Aku yang kesal pun melempar bantal padanya, tapi dia berhasil mengelak. "Tenangkan diri mu, Tuan Putri. Ada sesuatu yang harus Kau dengar tentang chimera itu."
Aku terdiam. Ah, aku sendiri sampai lupa kalau tadi bertanya tentang Jennette. Baiklah, mumpung Lucas sedang serius, aku juga harus serius.
Aku menenangkan diri untuk berhenti menangis. Sesekali aku sesenggukan bahkan sampai batuk. Lucas mengusap-usap pelan punggung ku saat aku batuk. Dia bisa bersikap baik juga ya ternyata.
Setelah beberapa menit berlalu, aku akhirnya tenang. Ku tarik napas dalam-dalam dan mengangguk pada Lucas, tanda aku sudah tenang.
"Sudah selesai menangisnya? Wajah mu tadi benar-benar jelek saat Kau menangis, Kau tahu?"
Perempatan muncul di dahi ku. Dia ini! Bisa tidak kalau kita tidak membahas itu? Aku di sini mencoba serius karena ingin mendengar penjelasan mu, bodoh! Kenapa sih kau tidak bisa serius? Ingin sekali aku menjitak kepala mu itu, tapi urung karena kau sudah bersikap baik pada ku. Untuk kali ini, ku biarkan. Awas kalau kau begitu lagi!
Aku menghela napas, "bisakah kita mulai? Aku penasaran dengan apa yang akan Kau jelaskan pada ku."
"Gadis itu punya sihir hitam dalam tubuhnya."
Aku menaikkan sebelah alis. Sihir hitam? Bukankah itu kategori sihir berbahaya dan terlarang? Bagaimana bisa Jennette punya sihir hitam dalam tubuhnya? Di novel <Lovely Princess> tidak dijelaskan bahwa Jennette punya sihir hitam.
"Dia sepupu mu kan? Ku rasa paman dan bibi mu itu ingin memperalat anaknya sendiri untuk kepentingan mereka. Karena itulah dia punya sihir hitam yang ditanamkan pada dirinya."
"Apa sihirnya kuat?"
Lucas menggeleng pelan, "sihirnya lemah, tapi mampu menyihir pikiran orang. Mungkin inilah alasan kenapa semua orang di Obelia menyukai gadis itu seperti dalam novel apalah itu."
Ha? Jadi Jennette dalam <Lovely Princess> mendapatkan semua perhatian dan kasih sayang dengan sihir hitam? Apa-apaan itu? Aku menautkan kedua alis ku, entah kenapa tak suka dengan fakta yang ada. Lucas menatap ku dan menghela napas.
"Aku tahu Kau kesal pada chimera itu, Tuan Putri. Tapi perlu Kau tahu, dia melakukan itu tanpa sadar."
"Jadi maksud mu, Jennette tidak tahu kalau dia punya sihir hitam?"
Lucas mengangguk. Jadi memang benar kalau Jennette amatlah lugu. Dia berpikir bahwa semua orang menyukainya padahal itu karena sihir hitam dalam tubuhnya. Aku merasa kasihan pada Jennette, tapi juga kesal di saat bersamaan.
"Untuk kedepannya, jauhi chimera itu."
"Tanpa Kau beri tahu pun aku akan menjauhinya."
Lucas diam sebentar dan bergumam, "aku tidak berpikir begitu."
"Terserah sih," aku menatap langit-langit kamar.
"Tapi aku serius, Tuan Putri. Kau harus menjauhinya. Nyawa mu bisa dalam bahaya."
Lucas menatap ku dengan tajam. Mata merah bak ruby miliknya menatap ku dengan serius. Entah kenapa, matanya seolah menyihir ku untuk mengatakan 'iya'. Namun karena suara ku tak keluar, aku hanya bisa mengangguk. Lucas tersenyum puas melihat reaksi ku. Dia bersandar pada kursinya dan melipat kedua tangannya.
"Boleh ku tanya kenapa Kau melarang keras aku untuk mendekati Jennette?" aku jadi penasaran.
"Kalau Kau berdekatan dengan chimera itu, sihir hitamnya bisa terserap oleh tubuh mu. Dan Kau pasti tahu apa yang akan terjadi."
GLEG!
Aku menelan ludah. Seperti penjelasan Lucas waktu itu. Jika mana dalam tubuh ku terlalu banyak, maka yang terjadi adalah-
"Jantung ku meledak dan aku akan mati," gumam ku pelan.
Aku menunduk dan meremas selimut. Aku tidak mau mati dengan cara seperti itu. Itu terlalu kejam, dibunuh oleh sepupu mu sendiri tanpa disadari. Sama kejamnya dengan mati di tangan papa saat usia ku delapan belas tahun.
"Tenang saja. Selama Kau mengikuti saran dari penyihir tampan ini, Kau akan baik-baik saja, Tuan Putri."
Aku melirik Lucas yang dengan bangganya tersenyum ke arah ku. Dari mana datangnya kepercayaan diri setinggi itu? Dasar penyihir narsis!
Lucas terkekeh pelan melihat ekspresi wajah ku. Aku hanya menghela napas melihatnya terkekeh. Setelah pembicaraan tentang Jennette, kami membahas tentang novel dan takdir Athanasia dalam novel tersebut. Tanpa terasa, hari sudah siang.
Lucas mengakhiri pembicaraan kami dengan menjentikkan jarinya. Setelah itu, muncul melodi lulaby yang lembut. Oh, ini berbeda dari yang waktu itu. Melodinya terasa menenangkan. Apa Lucas mencoba menghibur ku? Nah, aku ragu dia bisa sebaik ini.
Perlahan-lahan, rasa kantuk mendatangi ku. Suasana yang tenang dan melodi lulaby milik Lucas membuat ku tambah mengantuk. Tak perlu waktu lama, kesadaran ku menipis dan aku tertidur.
***
Lily POV
Aku dan Hannah membatu di tempat. Kami tidak bisa berkata apa-apa. Rasanya waktu terhenti bagi kami berdua. Kalian mau bertanya kenapa kami jadi begini?
Ini terjadi karena kami tidak sengaja menguping pembicaraan Tuan Putri dan Tuan Penyihir. Siang ini kami berencana untuk membersihkan kamar Tuan Putri karena beliau belum pulang. Namun saat kami melihat Tuan Putri dan Tuan Penyihir di dalam, kami langsung mengurungkan niat.
Tepat saat kami akan berbalik, telinga kami tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Seketika itu juga, kami terdiam di tempat.
"Apa Kau punya rencana cadangan kalau-kalau sesuatu yang buruk terjadi?" Tuan Penyihir bertanya.
"Kau mendoakan aku agar mati di tangan papa saat usia ku delapan belas tahun begitu?" Tuan Putri bertanya dengan nada kesal.
Apa kata beliau? Mati di tangan Yang Mulia? Kenapa Yang Mulia mau melakukan hal itu? Beliau kan sangat menyayangi Tuan Putri.
Hannah mencengkram lengan ku, sepertinya dia juga terkejut. Aku dan Hannah saling pandang dan memutuskan untuk menguping lebih lanjut. Kami ingin memastikan bahwa tadi hanya salah dengar.
"Kau ini, Tuan Putri. Aku hanya bertanya pada mu. Mana mungkin aku mendoakan agar novel bodoh itu jadi kenyataan." Tuan Penyihir berdecak kesal.
"Terserah deh. Tapi kalau memang sesuatu akan terjadi, apa Kau mau membantu ku?" nada bicara Tuan Putri terdengar sedih.
"Bodoh! Tanpa Kau tanya pun, aku akan membantu mu. Makanya beri tahu aku, apa rencana mu."
"Tak perlu mengatai ku bodoh juga, kan? Dasar penyihir narsis!"
Mereka berdua tertawa. Suasana di kamar itu terasa lebih ringan sekarang. Berbeda dengan beberapa menit lalu yang terasa sangat tegang. Aku dan Hannah saling tatap, sepertinya kami tidak salah dengar tadi.
Apa yang sebenarnya Tuan Putri sembunyikan dari kami? Kenapa pembicaraan mereka sangat berbobot untuk anak-anak? Bagaimana bisa mereka membicarakan kematian dengan mudahnya? Apa yang sebenarnya terjadi?
Puluhan pertanyaan muncul di kepala ku. Aku tidak tahu harus apa. Dengan perasaan bingung yang berkecamuk di dalam pikiran ku, aku menarik lengan Hannah untuk menjauh dari sana. Aku akan memikirkannya nanti malam.
***
Malam harinya
Saat ini aku dan Hannah ada di kamar ku. Setelah menutup pintu rapat-rapat, kami memulai pembahasan tentang peristiwa tadi siang. Hannah langsung bicara tanpa aba-aba.
"Lily! Apa yang harus kita lakukan?" Hannah berbisik pada ku.
Aku menggelengkan kepala pelan, "aku juga tidak tahu Hannah. Kita harus memastikan tentang ini dulu."
"Lalu apa yang akan kita lakukan?"
Aku mengerutkan kening, ini rumit sekali. Apa hanya kami berdua yang tahu akan hal ini? Pada siapa kami harus bertanya dan memastikan?
"Untuk sekarang," aku berpikir sejenak, "kita rahasiakan ini dari orang-orang istana. Besok siang, kita kosongkan jadwal dan temui Tuan Penyihir."
"Kita tidak bertanya pada Tuan Putri saja?" Hannah menaikkan sebelah alis.
Inginnya sih begitu, tapi mana mungkin Tuan Putri akan menceritakan hal itu. Kalau hal itu benar-benar dirahasiakan, beliau tidak akan membeberkan rahasianya hanya karena ketahuan. Lagipula Tuan Putri pasti akan mengelak terus kalau ditanya begitu bukan?
Aku menggelengkan kepala. Keputusan ku sudah bulat. Besok siang kami akan menemui Tuan Penyihir di Istana Sapphire dab dan bertanya pada beliau.
***