Malampun telah berganti menjadi pagi. Waktu berlalu begitu cepat. Hari ini hari senin , Dirgan masih menunggu Lexa dirumah sakit. Dia tak ingin meninggalkannya , walau hanya sebentar.
"Mah , gimana nih ? Alexa belum sadar juga." tanya Dirgan terhadap mamahnya.
"Sabar sayang . Kata dokter kan Alexa baik baik saja. Gak ada yang perlu dikhawatirkan." jawab mamahnya Dirgan. "Bukannya hari ini kamu mau daftar sekolah diJakarta ?" tanya balik mamahnya.
"Iya sih , tapi nanti aja deh mah. Dirgan gak tenang lihat kondisi Lexa yang seperti ini. Lagian Dirgan mau daftar disekolahannya Alexa kok. Kan papah yang urus , Dirgan mah terima beres aja." Jawab Dirgan sambil nyengir.
Tak lama kemudian , Lexapun perlahan membuka matanya. Yang pertama dia lihat hanyalah langit langit. Lalu lirik kanan lirik kiri dan bertanya tanya dia ada dimana sekarang.
"Lexa . Elo udah sadar." sapa Dirgan senang.
"Dirgan." Ucapnya lemas. "Gue ada dimana ?" tanya Lexa sembari membangunkan badannya.
"Udah udah , elo jangan bangun dulu." ujar Dirgan. "Elo ada dirumah sakit , semalam lo demam."
"Selamat pagi." Tiba tiba dokter datang dan menyapa.
"Pagi dokter." Dirgan menyapa balik.
" Saya mau memeriksa dulu kondisi pasien boleh ?" tanya dokter.
"Silahkan Dok."
Dokterpun segera memeriksa keadaan Lexa.
"Bagaimana keadaannya sekarang Dok ?" tanya Dirgan.
"Demamnya sudah mulai turun. Tetapi tubuhnya masih sangat lemah. Masih perlu istirahat." Jelas Dokter.
"Dok , saya mau pulang saja. Istirahatnya dirumah , bolehkan Dok ?" ucap Lexa.
"Tidak bisa nak Lexa." Tukas Dokter. "Kondisinya nak Lexa masih sangat lemah , sehingga harus dibantu oleh infusan."
"Tapi dok , saya gak betah disini . Saya ingin pulang."
"Lex , dengerin saran dokter. Elo gak boleh pulang. Kalaupun elo harus pulang , lo dirumah sama siapa ? Gak ada yang jagain elo." Timpah Dirgan. "Disini kan ada perawat , ada dokter juga. Yang kalau ada apa apa bisa ditangani dokter langsung." Dirgan menasehatinya. Lexa hanya menghela nafas.
"Lho , kok ada tante Merry ?" Sesaat melihat ke arah pintu.
"Pagi Lexa sayang." sapa mamahnya Dirgan. "Gimana kondisi kamu ? Udah baikan ?" tanyanya.
"Masih sedikit pusing tante." jawab Lexa.
"Makan dulu yuk , biar tante yang suapin. Nih tante udah bawain bubur buat kamu."
"Gak usah tante , makasih. Biar Lexa makan sendiri aja." tolak Lexa seraya bangun untuk duduk.
"Yaudah , kalau gak mau disuapin tante temenin ya."
"Makasih tante. Tapi bukannya tante harus ke butik ya ?"
"Tante lagi gak ada kerjaan kok. Kamu tenang aja. Dibutik udah ada yang handle. Lagian gk terlalu sibuk juga kok kerjaan tante." jelas mamahnya Dirgan.
Lexapun segera menghabiskan sarapannya. Namun dia masih saja syok dengan kehidupan yang ia alami. Lexa masih tak menyangka , kalau dia gak bakalan pernah ketemu lagi sama sosok ibu yang ia rindukan. Dan dia juga belum bisa menemukan saudara kembarnya.
Setelah beberapa lama ia terbaring , Lexa merasa bosan dan jenuh. Ia kembali meminta dan memohon kepada Dirgan untuk segera dipulangkan ke rumahnya. Dirgan tak bisa mengelak , iapun langsung meminta ijin kepada dokter untuk membawa Lexa pulang. Akhirnya dokterpun mengijinkannya pulang sore nanti.
"Andai gue masih bisa ketemu Ibu , pasti gue bahagia banget. Andai ibu masih ada , mungkin gue gak bakalan kesepian." tutur katanya dalam hati. "Lexy , elo dimana sih ? Gue rindu ."
Lexa kembali melamun. Dan tak ingin lepas dari lamunannya. Waktu terus berjalan. Dan tiba saatnya Lexa pulang. Ditengah perjalanannya , ia masih saja memikirkan Lexy yang tak tau entah dimana .
Dengan diiringi musik melow , dari audio mobil Dirgan. Lexa merasa lagu itu mewakili perasaannya saat ini. Lagu yang berjudul rindu setengah mati dari D'masiv , membuatnya terbawa suasana hingga akhirnya Lexa kembali menjatuhkan air matanya.
"Aku rindu... Setengah mati kepadamu
Sungguh ku ingin kau tahu...
Aku rindu setengah mati..."
Dirgan sadar , lagunya pas banget dengan perasaan Lexa saat ini. Iapun langsung mematikan audionya. Namun tidak berkata apa apa. Dirgan hanya berpikir , bagaimana cara menghiburnya supaya moodnya kembali lagi seperti Lexa yang ia kenali.
Setibanya dirumah , ternyata ayahnya Lexa sudah menunggunya sedari tadi.
"Sore om ." sapa Dirgan.
"Eehh nak Dirgan." ucapnya sambil peluk rindu. "Apakabar kamu ? Papahmu sehat ?" tanya ayahnya Lexa.
"Baik om , papah juga sehat." jawab Dirgan."
"Terima kasih ya , nak Dirgan sudah temenin Lexa dirumah sakit. Sekarang giliran om saja yang jagain."
"Oh iya om , sama sama. Saya juga pamit pulang om , takut kemaleman." Dirganpun pamit pulang. "Lex , gue pulang ya. Baik baik lo , jangan lupa diminum obatnya. Jangan lupa makan juga." sambung Dirgan terhadap Lexa.
"Hmmm." jawab Lexa singkat.
Dengan dibantu bi Inah , asisten rumah tangganya. Lexa segera naik ke atas menuju kamarnya. Dalam hatinya , ia terus bertanya tanya. Pikirannya dipenuhi bayang bayang ibunya. "Apa ayah tahu soal meninggalnya Ibu ? Kalau ayah tahu , kenapa ayah gak ngasih tahu gue ? Apa ayah sengaja sembunyiin dari gue ? Tapi itu gak mungkin. Ayah juga sibuk kerja , pasti gak ada waktu. Tapi masa iya , ayah gak dapat kabar soal ibu. Aarrggghh pusing pala gue."
Keesokan paginya , Lexa berniat masuk sekolah karena merasa jenuh dan bosan jika hanya rebahan dikasur walaupun kondisinya masih lemes. Waktu menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Iapun berangkat dengan mobil kesayangannya tanpa diantar supir.
Lexa menyadari akan waktu , dia berpikir bahwa dirinya tidak akan bisa mengikuti jam pertama disekolahnya. Maka dari itu setibanya disekolah , Lexa pergi ke ruang kesehatan untuk istirahat sejenak. Setelah jam pertama selesai , Lexa bergegas menuju kelasnya . Ia mengetahui bahwa jam kedua adalah jam kosong karena para guru sedang mengadakan rapat.
"Lho , Lexa ?" ucap Bella kaget ketika melihat sahabatnya berada didepan pintu kelas. Semua orang menengok ke arahnya. Lexa hanya tersenyum.
"Kok elo ada disini ?" tanya Jessica.
"Aaahhh Lexa , gue rindu." Bellapun memeluknya .
"Eehhh cabe , baru juga sehari gak ketemu udah rindu ajah. Lebay lo." Gerutu Lexa.
"Elo ngapain sekolah , bukannya lo masih sakit ?" Jessica kembali bertanya.
"Boring gue." jawabnya singkat. Seketika , Lexa melirik ke arah tempat duduk Ikhsan. Ia baru menyadari bahwa ada Dirgan dikelasnya. "Dirgan ? Ngapain lo disini ?" tanyanya. Dirganpun mengernyitkan alisnya tanpa berkata apa apa.
"Lex ? Memangnya elo gak tau , kalau si Dirgan daftar disekolah kita ?" tanya Jessica.
Lexa hanya mengangkat bahunya dan kemudian duduk disebelahnya Jessica.
Dirgan memang tidak memberitahu Lexa , kalau dirinya daftar sekolah di SMAN 8. Dia sengaja ingin kasih kejutan untuk Lexa walaupun respon Lexa sangat cuek. Dirgan sudah terbiasa dan khatam sifat karakter dan kelakuan sahabatnya itu.
"Dirgan juga masuk team basket lho." sambung jessica. "Aahhh pasti bakalan seru tuh , apalagi Dirgan jago juga main basketnya. Ciwi ciwi pasti klepek klepek deh lihat dia."
Dirgan memiliki fostur tubuh yang tingi dan ideal , stylenya yang cool dan wajah yang tampan dengan gaya rambut mohawk membuat para kaum hawa terpesona melihatnya. Namun ia tak pernah tertarik oleh gadis manapun.
"Eh elo naik apaan kesini ?" tanya Bella.
"Mobil." jawabnya singkat.
"Bareng siapa ?" Timpah Jessica.
"Sendiri."
"Serius lo bawa mobil sendiri ?" Ucap Jessica tak percaya. Lexa hanya tersenyum kecil.
"Gila lo njir. Kalau ada apa apa dijalan gimana ?" Omel Jessica.
"Ck ck ck. Gue suka nih yang begini." Ikhsanpun ikutan nimbrung.
"Suka apanya lo ?" solot Jessica.
"Keep strong dia." ujarnya.
Seperti biasa , Dirgan hanya menatap tajam terhadap Lexa. Memikirkan kelakuannya yang tak berubah membuat Dirgan geleng kepala. Waktu terus berjalan. Bel pulangpun telah berbunyi. Kini saatnya semua murid bubar kelas.
"San , elo bawa mobil gue." Kata Dirgan sambil melempar kunci ketangan Ikhsan. "Terus elo anterin dua cabe itu."
"Dua cabe ?" ucap Jessica.
Ikhsanpun tersenyum dan berkata "Siap bos."
"Maksud lo apaan Dir , nyuruh si kunyuk nganterin kita kita ?" tanya Bella. "Gue gak mau ah."
"Udah deh Bell , elo mau gitu pulangnya jalan kaki. Lagian supir gue juga gak bisa jemput gue." Tukas Jessica.
"Iiihhh engak enggak , gue gak mau jalan kaki. Rumah gue kan jauh. Kenapa gak bareng Lexa aja sih."
"Aduh , yayang. Kok yayang bloon sih ." Ledek ikhsan. "Kan Lexa lagi sakit , gak mungkin dong nganterin elo dulu. Kejauhan yang ada , kasihan tahu."
"Terus Lexa pulangnya sama siapa ? Kasihan dong sendiri." tanya Bella yang semakin bloon.
"Aarrgghh , kumaha maneh we." Ikhsanpun kesal dan pergi meninggalkan Bella.
"Udah Bell , ayo." Jessicapun menarik tangan Bella dan menyusul Ikhsan.
Merekapun akhirnya pulang bersama , termasuk Dirgan dan Lexa.
"Elo kenapa nekat bawa mobil sendiri ? Kenapa gak nelpon gue , atau chat gue gitu buat jemput lo ?" tanya Dirgan agak kesal.
Lexa tak menjawab , dia fokus bengong sambil melihat keluar jendela pintu mobil.
"Lex !" panggil Dirgan. Lexapun tak mendengarnya. "Alexa !" kali ini Dirgan berteriak memanggilnya.
"Hah , apa ?" tanya Lexa.
"Sudahlah , nothing." jawab Dirgan.
Seketika Lexa memandangi wajah Dirgan dan menatapnya.
"Kenapa ?" tanya Dirgan.
"Hehee , laper gue." cengir Lexa.
Tanpa berkata kata , Dirgan langsung mencari tempat makan yang enak. Dia berhenti disalah satu restoran ternama di Jakarta Selatan. Tempat itu merupakan tempat favoritnya Lexa. Sejak pertama kali ia ke Jakarta , ayahnya Lexa membawa dia k restoran tersebut . Dan menjadi tempat favoritnya setelah beberapa kali Lexa diajak makan diluar oleh ayahnya. Namun , saat Lexa genap berusia 12 tahun. Sampai sekarang dia tak pernah makan lagi di restoran tersebut. Karna hanya akan membuatnya bersedih.
"Kenapa lo bawa gue ke tempat ini ?" tanya Lexa.
"Bukannya ini tempat favorit lo ?" ucap Dirgan.
"Itu dulu ." Tukas Lexa.
"Elo gak kangen sama makanan favorit lo diresto ini ?"
Lexa melihat ke sekeliling restoran tersebut. Dan dia mengingat meja makan yang slalu ia tempati dengan ayahnya. Paling pojok dekat jendela . Karna Lexa senang melihat keluar jendela saat makan. Dia bisa melihat hilir mudiknya kendaraan dan orang orang disekitarnya.
Tanpa basa basi , Dirgan menarik tangan Lexa dan berjalan menuju meja yang ada dipojok. Dirgan memang tahu semuanya tentang Lexa. Kesenangannya , makanan favoritnya , musik favoritnya , dan lain lain.
Begitu juga sebaliknya. Lexa tahu segalanya tentang Dirgan.
Sambil menyantap makanan , Dirgan bertanya dan membahas kembali soal Lexy.
"Emmm... Lex. Selanjutnya elo mau ngapain ?"
"Ya pulanglah."
"Bukan itu maksud gue."
"Lha terus apaan ?" tanya Lexa penasaran.
"Tapi elo janji dulu. Don't angry and don't cry."
"Buruan apaan ?" Lexa makin penasaran.
"Gimana kelanjutannya , soal pencarian Lexy ?"
Mendengar pertanyaan Dirgan , Lexapun berhenti makan.
"Mmm.... Gue juga belum tahu sih. Tapi gue ngerasa ada yang aneh." kata Lexa.
"Maksud lo aneh ?" Dirgan tak mengerti.
"Iya , coba deh lo pikir . Nyokap gue meninggal sebulan yang lalu , masa iya bokap gue gak tahu soal ini ?"
"Oh iya ya . Gue juga ngerasa aneh sih . Pas kemaren ketemu dirumah lo , bokap lo juga biasa aja ." jelas Dirgan.
"Apa sebenarnya bokap gue tahu , tapi sengaja nutupin dari gue ?" pikir Lexa.
"Maybe yes , maybe no." ucap Dirgan.
"Kalau iya , alasannya apa coba nutupin dari gue ?"
"Ya , mungkin bokap lo gak mau elo sedih kali." jawab Dirgan.
"Kalau bokap gue tahu soal ini , kenapa dia gak nyari atau bawa Lexy ke Jakarta ?"
"Bener juga sih ." Timpah Dirgan. "Berarti bokap lo emang gak tahu soal ini. Kenapa gak lo tanyain langsung sama bokap lo ?"
"Males anjir. Yang ada gue kena omel entar. Toh , bokap gue kan gak tahu kalau gue kemaren abis dari Bandung."
"Terus , rencana lo apa selanjutnya ?"
"Entahlah." jawab Lexa sambil menyantap kembali makanan yang ada dimeja.
"Gue harus turun tangan nih , bantuin Lexa." Pikir Dirgan dalam hati. "Gue minta bantuin aja kali ya sama papah."
Tak lama kemudian , merekapun telah selesai makan. Dan melanjutkan kembali perjalanan pulang.