Nina tengah sibuk menyiapkan semua bahan masakannya, memisahkan sebagian untuk pesanan yang banyak, Nina mengerjakannya hanya sendiri saja karena Mikayla yang masih ada di sekolah.
Nina harus selesaikan semuanya tepat waktu,agar mereka tidak kecewa dengan pelayanan Nina, mereka sudah sangat baik karena mau berlangganan pada Nina, jadi mana mungkin Nina bisa mengabaikan mereka begitu saja.
"Ini punya Bu Anita, semuanya sudah lengkap dan siap dimasaka."
Nina tersenyum dan mengangguk, pesanan Anita menjadi yang diutamakan hari ini, Nina tidak boleh membuatnya kecewa.
"Punya Bu Anita memang diambil paling akhir, tapi pesanannya banyak dan aku tetap harus mengutamakannya."
Nina mengangguk, dan mencuci bersih semua bahan itu, waktu santainya telah habis dan sekarang Nina akan sangat kerpotan hingga malam tiba.
Tapi Nina merasa tenang karena Mikayla pasti akan cepat pulang demi bisa membantunya, Mikayla selalu memperdulikannya setiap saat, dan itulah yang membuat Nina selalu semangat.
"Permisi, Bu Nina."
Nina menoleh, siapa yang datang tengah hari seperti ini, bukankah masakan Nina siapnya sore hari nanti.
"Bu Nina."
Nina berjalan dan membuka pintu, Nina tersenyum karena ternyata yang datang adalah Anita.
"Loh Bu, kan janjiannya jam 6 sore."
"Iya Bu, tapi jam 6 saya gak bisa kesini, jadi saya kasih uangnya sekarang saja ya, Bu."
"Lalu nanti saya harus antar kemana masakannya?"
"Tidak perlu, saya sudah katakan pada Gavin, dan Gavin mau mengambilnya kesini."
"Oh begitu, baiklah, mungkin nanti pulang sekolah ya jadinya?"
"Oh enggak, tetap jam 6 kok, Bu."
Nina tersenyum dan mengangguk, baguslah kalau memang seperti itu, karena mungkin Nina tidak bisa selesaikan masakannya lebih cepat dari yang dijanjikan.
"Ya sudah Bu, ini uangnya ya, cukup kan?"
Anita memberikan uangnya ke tangan Nina, Nina membukanya dan menghitungnya.
"Ini terlalu banyak Bu, lagi pula Ibu sudah belanja sendiri tadi."
"Tidak masalah, itu untuk harga berlangganan ya."
"Tapi ini tidak perlu Bu, ini terlalu banyak."
"Terima saja Bu, saya pasti akan mendapatkan pujian atas masakan itu nanti, jadi anggap ini sebagai ucapan terimakasih saya."
Nina tersenyum, baiklah kalau memang seperti itu, semoga saja Nina tidak akan sampai mengecewakannya.
"Baiklah, terimakasih ya, Bu."
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi ya, nanti anak saya yang ambil masakannya."
"Baik Bu, hati-hati."
Anita mengangguk dan berlalu pergi, Nina lantas kembali memasuki rumahnya dan kembali ke dapur untuk melanjutkan kesibukannya.
----
Diakhir pelajaran, kelas Mikayla kedatangan Aljuna dan beberapa temannya, mereka memasuki kelas setelah mendapat izin dari guru.
Aljuna menatap Mikayla saat berjalan melewatinya, Mikayla tersenyum tanpa sedikit pun menghindar dari tatapan itu.
Tapi Aljuna justru berpaling saat Mikayla tersenyum, dan bukankah itu menyebalkan, keramahan Mikayla dibalas dengan keacuhan seperti itu.
"Saya minta perhatiannya sebentar."
Ucapan Aljuna mendapat persetujuan dari mereka semua, tentu saja lagi pula kelas sudah selesai dan mereka hanya tinggal pulang saja.
"Perkenalkan, saya Aljuna, ini dua teman saya Rio dan Putra, kalian sudah tahu kita?"
Mereka ada yang mengangguk dan menggeleng juga, tapi itu bukan masalah karena bukan itu tujuan mereka.
"Tahun ini kegiatan olahraga basket diadakan lagi setelah ditiadakan satu tahu kemarin, dan kami membuka kesempatan untuk kalian yang mau gabung, saya sudah ke kelas lain dan memang ada beberapa yang minat, masih tersisa 4 orang kalau memang masih ada yang minat." jelas Aljuna.
"Itu basket yang dipengumuman mading kan?" tanya seorang siswa.
"Benar sekali, 6 kali latihan dan kita akan langsung tanding." ucap teman Aljuna.
"Seru tuh," sahut siswa tadi.
"Makanya ayo gabung, sekolah kita selalu menjadi juara setiap pertandingan basket, dan kalian berkesempatan untuk bisa membanggakan sekolah." ucap Aljuna.
Mereka tampak berbisik satu sama lain, Niara terlihat menepuk bahu Devan dan memintanya untuk gabung.
"Aku gak ada bakat di basket." ucap Devan.
"Gak apa-apa, nanti kan dilatih."
Devan tak menjawab, tapi Devan gak minat dengan kegiatan itu.
"Kalau kalian tidak percaya diri karena tidak pernah bermain basket, jangan khawatir, kita selalu ada latihan setiap pulang sekolah kalau memang diperlukan." ucap Aljuna.
Niara kembali menepuk pundak Devan dan sedikit memaksanya untuk gabung, Devan berdecak dan menatap Niara dengan kesal.
"Kak, yang gabung di team basket siapa saja?" Aljuna menoleh mendengar pertanyaan Mikayla, Aljuna sedikit tersenyum dan mengangguk.
"Ada Rio, Verry, Hengki, Yuda,Toni, Putra, dan Gavin."
"Kak Juna?"
"Jelas saja, dia kan kapten team." ucap temannya.
Mikayla mengangkat kedua alisnya, benarkah seperti itu, apa bisa orang sedingin Aljuna bersahabat dengan anggota teamnya.
"Kenapa, kamu minat?" tanya Aljuna.
"Hah .... enggak, ya enggaklah masa iya cewek."
Mikayla menjawab dengan sedikit salah tingkah, Mikayla berpaling dari tatapan Aljuna.
"Kalau kamu mau, kamu bisa jadi anggota cheerleader."
Mikayla mengernyit dan kembali melirik Aljuna, kalimat macam apa itu, mana bisa Mikayla melakukan itu.
"Ikutan Mika, kamu kan senang cari perhatian, kalau kamu gabung kamu bakalan jadi pusat perhatian nantinya." celetuk satu siswi di sana.
Mikayla meliriknya sesaat dan kembali menatap Aljuna, lelaki itu menyebalkan sekali kenapa malah jadi Mikayla yang diejek.
Aljuna tersenyum dan berpaling dengan senyuman acuhnya, Mikayla berdecak seraya menghentakan kakinya pelan.
"Jadi gimana, ada yang minat?" tanya Rio.
Tiga orang terlihat mengangkat tangan minat untuk gabung, Aljuna meminta ketiganya maju dan mengisi data diri.
Devan melirik Niara dan tersenyum padanya.
"Apa, kenapa senyum-senyum?"
"Kamu mau aku gabung?"
"Tentu saja, biar kamu dikenal di sekolah ini."
"Oke, aku mau." ucap Devan yakin.
"Serius?" tanya Niara antusias.
"Tentu saja, tapi aku mau kamu jadi anggota cheerleader seperti yang dikatakan Kak Aljuna."
Niara seketika menganga, apa-apaan Devan ini, kenapa harus seperti itu.
"Cepat jawab."
"Gak, aku gak mau."
"Oke kamu setuju," ucap Devan seraya maju menyusil dua temannya.
"Devan ih,"
Niara berdecak kesal itu bukan kesepakatan namanya tapi pemaksaan.
Mikayla melirik Devan saat sadar dengan langkah lelaki itu, Devan juga melirik Mikayla, dan tersenyum padanya.
Mikayla mengernyit melihat senyuman Devan yang terasa aneh, ada apa kenapa seperti itu senyumannya.
Devan menghampiri Aljuna dan berbincang berdua dengannya, setelah beberapa saat, Aljuna tampak melirik Mikayla dan Devan melirik Niara, keduanya tersenyum bersamaan pada dua wanita itu.
Mikayla berpaling, lagi-lagi Mikayla menghindar dari tatapan Aljuna, Niara yang melihat senyuman Devan justru memelototinya dengan penuh kekesalan.
Devan lantas menulis setelah mendapat anggukan dari Aljuna, Mikayla melirik Niara yang tampak kesal di sana, ada apa dengan wanita itu apa mungkin Devan yang membuatnya kesal.