webnovel

[08] Dimana yang Berbeda?

"Mengapa tiba-tiba kau ingin berjalan-jalan di sekitar hutan? Bagaimana jika ada warga desa yang berburu dan melihat kita?"

Anung menatap sosok lain di sebelahnya, yang tampak santai dan mengamati sekitar mereka seakan-akan tengah melihat pemandangan yang indah. Hari ini dia tidak menyangka bahwa setelah meletakkan hewan buruannya, Aryasatya akan secara tiba-tiba memintanya untuk menemani pihak lain berjalan-jalan santai di sekitar hutan.

Apakah kepalanya mungkin tidak sengaja terbentur ketika ia meninggalkannya sebelumnya?

Pihak lain sepertinya mengerti suasana hatinya, ketika berkata, "aku hanya ingin mencari udara segar. Tentang manusia, tidak perlu khawatir dengan mereka."

"Kau mungkin merasa tidak perlu untuk khawatir," gerutu Anung. "Tapi aku merasa sangat penting untuk khawatir. Bagaimana jika penduduk desa berpikir aku menyembunyikan siluman harimau untuk hal-hal buruk?"

Aryasatya mendekatkan bibirnya ke telinga Anung, dan berbisik, "aku tidak keberatan untuk melakukan hal buruk jika kau sangat menginginkannya."

Anung bergidik, dia segera mengambil jarak dua langkah jauhnya dari pihak lain dan memasang raut wajah marah. "Pergilah! Aku pasti sudah gila karena bersedia untuk menemanimu pergi ke hutan."

Aryasatya menarik tangannya, ketika pihak lain segera berkata, "baiklah, aku hanya bercanda."

Mereka kembali melanjutkan langkahnya, dan Anung masih bertahan untuk menutup mulutnya rapat-rapat, yang membuat pria di sebelahnya menggelengkan kepalanya dengan senyuman.

Keheningan itu masih bertahan sampai suara langkah kaki datang tidak jauh dari mereka, kemudian suara beberapa orang yang tengah berbincang juga mengiringi suara langkah kaki itu.

Anung menjadi yang pertama bergerak, dia segera menarik pergelangan tangan Aryasatya dan menahannya untuk bersembunyi di balik pohon besar, berharap orang-orang itu tidak akan mengetahui keberadaan mereka.

Dia sangat gugup dan nafasnya juga tertahan, sedangkan Aryasatya yang berada di belakangnya justru sangat santai dan senyuman yang tidak diketahui oleh Anung telah terbit di bibirnya. Tangannya bergerak dan mendarat di pundak pihak lain, berpura-pura ikut memeriksa keberadaan orang-orang itu.

Merasakan tangan di pundaknya, tiba-tiba saja Anung berubah kaku. Dia sangat gugup dan ketakutannya akan ketahuan oleh orang-orang itu teralihkan untuk sementara waktu.

Orang-orang desa itu akhirnya melewati mereka dan menghilang di ujung jalan setapak, yang membuat Anung segera menghela nafas lega.

Aryasatya tertawa kecil di belakangnya, "mengapa kau sangat cemas?"

"Sudah kukatakan bahwa aku tidak mau warga desa salah paham dan membuatku berada dalam masalah karena mereka menemukan keberadaanmu." Balas Anung dengan gemas.

Aryasatya menahan kedua bahu bocah di depannya itu, menatap langsung ke arah matanya dan bertanya, "apakah kau telah melihatku dengan sungguh-sungguh hari ini?"

Anung memalingkan wajahnya. "Mengapa aku harus melihatmu?!"

"Tentu saja, karena kau bahkan tidak menyadari perubahan dalam diriku. Benar-benar tidak bisa diharapkan sama sekali."

Mendengarkan ucapan pihak lain, Anung merasa bersalah dan melirik untuk menemukan apa yang berbeda dari pria di depannya itu. Dia mengamati dari kaki hingga kepala dan menemukan perbedaannya.

Ada kecurigaan di dalam wajahnya, "darimana kau mendapatkan pakaian ini? Aku ingat kau hanya memakai celana kemarin?"

Aryasatya menghela nafasnya, "sekali lagi kau melihat pada hal yang keliru, tetapi itu tidak buruk, pakaian ini memang baru dan bagaimana aku mendapatkannya adalah rahasia. Tidak perlu khawatir, ini tidak melalui jalan yang jahat atau buruk."

"Benar-benar bukan mencuri?" tegas Anung.

"Kau menuduh seorang siluman harimau sebagai pencuri?"

Anung hanya menjawab sejujurnya, "menjadi pencuri tidak membutuhkan ras asalnya. Apa kau ingin mengatakan hanya manusia yang menjadi pencuri?"

"Tidak juga," Aryasatya menyentuh dagunya. "Hantu juga bisa menjadi pencuri, kau tahu ada hantu anak kecil yang bekerja khusus sebagai pencuri?"

"Maksudmu itu Tuyul?" Desak Anung.

Aryasatya berpura-pura kecewa, "mengapa kau menebaknya dengan benar, baru saja aku ingin memberitahukannya padamu."

"Semua orang mengetahui tentang Tuyul, hanya kau yang terlalu bangga dengan hal itu." Anung mengejeknya begitu saja. "Jadi apa yang kau coba katakan sebelumnya? Apakah karena kau memakai pakaian manusia maka mereka tidak akan mengetahui bahwa kau siluman harimau?"

Aryasatya menggelengkan kepalanya, "bukan hal itu, tetapi aku yang sekarang ini sudah sepenuhnya tampak seperti manusia, bukan? Tidak ada telinga, ekor, atau bulu. Bahkan aku mengubah warna mataku menjadi hitam yang biasa. Orang-orang tidak akan menebak bahwa pria tampan seperti diriku adalah siluman, kecuali kau yang melihat wujud asliku."

Memutar matanya ketika mendengarkan pihak lain menyebut dirinya sendiri 'pria tampan' kini Anung mengamatinya lagi dari atas ke bawah dan merasa setuju dengan pendapatnya. Memang serupa seperti manusia biasanya.

"Tetapi aku merasa ada yang berbeda, tidak tahu mengapa."

Kerutan muncul di kening Aryasatya, "lihat kita terlihat serupa, kita juga sesama laki-laki, mudah untuk melihat bahwa aku sudah terlihat manusiawi."

Anung berbalik untuk melanjutkan langkah mereka sambil berkata, "mungkin ini hanya perasaanku."

Aryasatya mengamati bocah yang telah berjalan mendahuluinya itu, melihat dari atas ke bawah dan tiba-tiba mendapatkan ide.

Dia menyusul bocah itu, "Ah, tunggu ... aku mungkin mengetahui apa yang berbeda di antara kita?"

"Apa?" Anung hanya menanggapi dengan santai.

"Itu adalah senjata kita di bawah sana, aku yakin sekali ... ukuran milik kita berdua tentu menjadi perbedaan kita."

Anung selalu memiliki reaksi yang terlambat, dan dia harus mengikuti arah pandangan Aryasatya yang mendarat di antara kedua kakinya sebelum mengetahui maksud pihak lain dengan 'senjata' dan ukurannya yang berbeda.

Wajahnya segera menjadi merah padam.

"Aku tidak keberatan untuk memotongnya jika kau merasa milikmu terlalu besar!" Ucap Anung dengan wajah marahnya.

"Bagaimana kau tahu bahwa milikku yang lebih besar, oh, kau sungguh pengamat yang sangat cerdas." Ucap Aryasatya dengan santai.

Pletak!

Sebuah ranting dilemparkan tepat di antara kedua kakinya yang membuat Aryasatya terdiam untuk sementara waktu. Hanya ketika Anung berpikir bahwa itu pasti sangat menyakitkan untuk pihak lain, Aryasatya tiba-tiba mendekati wajahnya, begitu dekat hingga hidung mereka bersentuhan.

"Tidak tahukah kau bahwa itu adakah tindakan yang berbahaya, jika milikku terluka maka aku tidak akan bisa memuaskan dirimu. Sedangkan menyentuh di sana, itu adalah tindakan isyarat untuk kawin." Jelas Aryasatya dengan suara yang serak.

Anung merasa sangat gugup, tetapi dia masih berusaha mengelak, "siapa yang kau katakan ingin dipuaskan! Lagipula aku juga tidak menyentuhnya, itu adalah ranting yang melakukannya!"

Kali ini Aryasatya tidak membalas ucapannya, tetapi hanya menarik tengkuknya dan melakukan tindakan yang sama seperti beberapa hari yang lalu, bibir mereka berdua saling bertemu, dan hembusan nafas mereka berdua saling bersentuhan.

Hanya ketika Anung pikir, ciuman bibir itu akan segera berakhir, tiba-tiba saja pihak lain menekan tengkuknya dan mengigit bibirnya yang membuat Anung mendesis kesakitan.

Setelah itu Aryasatya melepaskan bibirnya, tetapi tidak menjauhkan wajah mereka.

"Ini adalah apa yang disebut dengan : Jangan coba-coba untuk membangunkan harimau tidur."

Jarinya mengusap bekas gigitan di bibir Anung, yang masih linglung dengan mata berkaca-kaca, dan segera senyuman menghiasi wajahnya.

[To Be Continued]