webnovel

Taring tajam Su Jin

Jiang Bo kembali memastikan nilai pagoda di depannya. Dia tidak bisa memungkiri jika, barang di depannya merupakan barang yang bagus tetapi menilai seberapa antiknya itu tidak cukup mudah karena banyaknya barang-barang palsu beredar di pasaran. "Apa kamu tahu sejarah barang ini? Kapan dan di mana kamu beli sebelumnya?"

Su Jin hati-hati memikirkannya, dia mencoba mengingat jika ada sesuatu yang seperti itu di dalam ingatannya tetapi, nyatanya tidak ada. Tetapi, sebagai orang yang bermata tajam Su Jin yakin barang yang dibawanya meskipun kecil itu adalah barang antik dan cukup bernilai. Dengan sengaja dia tidak membawa barang yang besar dan kemungkinan jadi perhatian orang-orang di rumah di rumah. Benda seperti pagoda ini berada di sudut lemari kaca dan tampak tidak menarik sehingga orang lain mungkin sudah melupakan benda ini. "Tidak ada, aku tidak tahu apa-apa tapi aku yakin barang ini bernilai uang."

Pemilik toko akhirnya mendesah lalu mengeluarkan kertas dan mencorat-coret nya. "Aku hanya bisa menawarnya seperti ini. Harganya sudahku naikan dan kupikir itu cukup untuk pemuda seusiamu lagipula barang ini pun tidak jelas asal-usulnya."

Kerutan muncul di dahi Su Jin, pria tua itu hanya menaikkan seratus dolar dari tawaran pertama. "Kalau begitu aku tidak akan menjualnya aku yakin benda ini bisa dijual lebih dari itu," ujar Su Jin lalu meraih kembali benda berbentuk pagoda itu.

Jiang Bo tentu saja tidak bisa membiarkannya, dia pun memegang tangan Su Jin,yang sudah meraih pagoda di telapak tangannya. "Pikirkan lagi tidak banyak orang lain yang akan menawarkan harga yang cukup tinggi ini, Aku tidak akan berani berbohong hanya jual padaku."

Su Jin menatap penjual itu tanpa melepas genggamannya dan tanpa sadar cengkraman pria tua itu pun tidak melonggar dan ikut membuat tangan Su Jin merapat. "Lepaskan, aku tidak akan menjualnya lagi."

"Tigaratus limapuluh, itu sudah cukup tinggi lebih baik kamu juga menurunkan tawaranmu, anak muda. Benda ini tidak akan berguna Jika kamu yang memegangnya."

"Siapa peduli, lepaskan saj--a." Rasa sakit tiba-tiba daatang dari tangannya mungkin karena dia mencengkeram pagoda kecil yang memiliki sudut-sudut seperti ujung bangunan terdahulu meski, tampak tumpul ternyata cukup bisa melukai orang yang mencengekramnya terlalu kuat.

Jiang Bo, cukup terkejut dia pun tidak menyangka akan mencenkeram tangan itu lebih keras melihat lukanya dia segera melepaskannya. "Oh, kamu terluka anak muda makanya, Bisakah kamu tidak keras kepala jika benda itu segera kamu berikan, mungkin kamu tidak akan terluka."

Su Jin menarik tangannya, melihat luka di telapak tangannya tetapi sesuatu hal terjadi. Darah di tangannya tiba-tiba menghilang dan pagoda itu berkedip membuatnya terkejut dan segera disembunyikannya di balik tubuhnya dan melihat ke depan beruntung yang Bos sepertinya sedang menunduk dan mencari sesuat, dia tidak melihat apa yang baru saja terjadi padanya. Menghela napas lega Su Jin segera menyimpan pagoda itu di sakunya dan tersenyum puas sepertinya kali ini dia mempunyai firasat yang bagus. "Sudah cukup, aku tidak akan menjual barang ini lagi jadi, aku pergi sekarang."

"Eeh, tapi bagaimana dengan lukamu biarkan aku mengobatinya terlebih dulu."

"Tidak perlu, Ini hanya luka kecil," tukas Su Jin dan segera keluar dari sana.

"Hey, anak muda kembali-lah kemari jika kamu tidak menemukan pembeli yang lebih baik dariku. Aku akan menjamin tawaranku lebih baik dari orang lain!" teriaknya sebelum Su Jin benar-benar berlalu pergi.

Sedangkan, Su Jin yang sudah berjalan keluar tidak mendengarnya sebaliknya dia fokus kembali menyentuh pagoda disakunya. "Apa yang kutemukan ini?" Pikiran tujuan melayang membentuk imajinasi yang tinggi. Dulu semasa remaja, dia pernah membaca salah cerita fantasi, hanya buku itu yang berulang kali dia baca karena apa yang ada di dalamnya begitu menarik. Di mana sang tokoh utama yang mempunyai ruang pribadi, di mana akan berkembang entah itu jadi dunia pertanian atau alam dunia yang lain. "Jika, aku mendapatkan ruang seperti itu apa yang harus kulakukan, ya?" Su Jin bertanya-tanya sendiri, kemudian matanya bergerak ke sana-kemari sangat penasaran dan memcari tempat sepi. Dia segera memilih sebuah gang sempit yang gelap dan hanya bisa dimasuki satu orang, setelah memastikan tidak ada siapapun yang melihat Su Jin mengeluarkan benda berbentuk pagoda tersebut tetapi, tidak ada hal aneh terjadi. Dia sudah menatapnya lamat-lamat kemudian, menutup matanya rapat-rapat berharap akan ada sesuatu sensasi yang terjadi tetapi, lama waktu terbuang tidak ada yang terjadi. "Sialan ternyata tidak ada apa-apa," dengusnya sedikit kecewa. 'Sepertinya aku banyak berangan saja, setelah masuk ke sini kupikir akan ada hal ajaib seperti itu juga.'

Su Jin kembali ke rumah keluarga Su di waktu makan malam tetapi, tidak ada yang menungguinya dan membuatnya tambah kesal tidak ada yang menyediakan makan malam untuknya.

"Apa kamu tidak mau membuatku makanan?" Su Jin berteriak di depan meja makan panjang yang kosong.

Semua pelayan berada di ruangan dapur terkejut mendengar teriakan Su Jin, semua bangkit datang menghampirinya untuk memarahinnya tidak biasanya Su Jin yang pengecut berani berteriak seperti ini.

"Ada apa ini? Kenapa kamu berteriak?" teriak seorang wanita tua, yang tidak kalah keras dengan Su Jin. Langkahnya tegap meski, berjalan dengan menggunakan tongkat, matanya pun berkilat tajam menyorot Su Jin padahal terhalang oleh kacamata.

"Nyonya Tua Hwang, begini Tuan muda Su Jin memaksa saya untuk menyiapkan makan malam padahal sesuai aturan Nyonya besar kita tidak akan menyediakan makan malam lagi jika sudah lewat bukankah begitu?" Wei adalah pelayan seperti Ye Bao'er, dia takut jika yang dialami temannya terjadi padanya tetapi, dia juga tidak ingin mendengarkan anak tuannya yang tidak dianggap sama sekali dan dia percaya kali ini kepala pelayan Hwang sudah kembali seharusnya Su Jin yang tiba-tiba berubah arogan tadi pagi tidak akan berani melawan lagi seperti biasa. Dengan begini dia juga bisa dianggap balas dendam untuk temannya Bao'er.

"Wei, benar. Tidak akan ada makan malam jika sudah melewati waktunya," sahut Hwang In, sosoknya merupakan kepala pelayan wanita yang baru saja kembali setelah selesai masa liburannya.

Tiba-tiba saja keterangan wanita itu melintas dipikiran Su Jin, yang belum berpaling dari wanita tua itu setelah dia dengan berani membalas teriakannya. 'Para pelayan ini benar-benar tidak bisa ditolong. Bagaimana bisa mereka bersikap kurang ajar kepada Tuannya meskipun, bukan dia yang membayar gaji mereka tetapi bagaimanapun Dia adalah anak keluarga Su.'

"Tuan muda Su Jin, Apa Anda lupa dengan peraturan makan malam di keluarga ini ini? Dan, bagaimana bisa anda berteriak tidak sopan seperti itu?"

"Nyonya Tua Hwang, apa aku Tuannya di sini atau kamu?" balas Su Jin kali ini sambil berkacak pinggang, dia tidak bisa menyerah pada para pelayan yang kurang ajar padanya kali ini.

Hwang In menggerakkan tongkatnya dengan keras, seolah dia baru saja tersinggung dan tidak ingin menyerah dengan perkataan Su Jin. "Anda adalah hanya putra sulung ...yang tidak dianggap di rumah ini . Tuan besar dan Nyonya adalah Tuannya jadi, kami hanya mematuhi perintahnya." Hwang In tidak berani berbicara keras tentang Su Jin sebagai, anak yang tidak dianggap.

"Akan kutanya, kalian tidak akan ada yang membuatkanku makan malam?" Su Jin tidak berniat menyerah membuat mereka untuk patuh padanya jika tidak dia hanya akan membuang semua orang di sini atau dialah yang harus keluar dari rumah ini. "Ini menyebalkan, Apa kalian ingin aku habis kesabaran?"

Semua orang diam termasuk Hwang in, yang sudah berwajah masam dan memerah karena menahan marah. "Buatkan Tuan muda makan malam!" Perintah Hwang In akhirnya menyerah dengan agresi Su Jin. Baru kali pertama ini, dia melihat putra sulung keluarga Su yang dianggap pengecut juga seperti seorang pengemis. Dulu, dia hanya bisa menunduk dan meminta makanan dengan suara kecil tapi, kali ini tatapannya berubah belum lagi suara yang jelas tidak ingin dibantah.

"Aku akan mandi terlebih dulu jika, sampai saat itu belum selesai..." Su Jin memberi jeda dengan kata-katanya. Dia serius saat ini, jika para pelayan ini benar-benar tidak bisa mematuhinya dia akan memotong sendi mereka satu persatu agar bisa tahu siapa Tuannya di sini.

Hwang in semakin marah dengan kata-kata Su Jin yang sudah seperti ancaman. "Tuan Muda Su, lebih baik Anda juga bersikap sopan kepada kami."

Su Jin tidak menggubris wanita tua itu dan berpaling pergi kembali ke kamarnya. Kurang dari setengah jam makanan yang dipesannya sudah tersedia di atas meja makan hujan pun juga sudah berganti pakaian baru yang dibelinya hari ini. Meskipun pakaian ini bukan pakaian bermerek dan mahal tetapi lebih baik daripada pakaian- pakaian, sebelumnya yang sudah seperti kain pel. Tidak ada kenikmatan yang suci merasakan ketika memakan makan malamnya, dia sungguh sangat marah dengan perbuatannya para pelayan itu mereka benar-benar tidak menganggap keberadaannya.

"Sialan!" Su Jin membanting mangkuk sup yang rasa hambar terlebih tidak ada daging di dalamnya dan hanya tumpukan sayuran yang dipotong asal-asalan. Piring satunya yang berisi ikan haring juga terasa begitu asin dan bau menyengat yang digoreng tampak setengah matang. Bihun goreng yang juga tampak sudah basi. "Apa kalian sebut ini makanan? Siapa yang membuat semua makanan ini?!" teriak Su Jin yang menggelegar di seluruh ruangan.

Sejak suara bantingan ditambah teriakan Su Jin keras dan kasar para pelayan yang mendengar hampir semua berjengit kaget tetapi tidak ada yang berani datang menghampiri. Mereka berdiri diam di tempatnya termasuk Hwang in, yang baru saja akan berjalan kembali ke kamarnya. Dia tidak punya pilihan lain untuk berbalik arah sambil terus memukulkan tongkatnya ke lantai. "Tuan muda Su Jjn, apalagi yang anda teriakan kali ini."

"Keluar orang yang berani menyiapkan makanan di atas meja makan."

Hwang In yang sudah diam diruang makan melirik makanan diatas meja lalu, menatap Su Jin yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Gebrakan meja kali ini membuat Hwang in terlonjak kaget. "Anda bisa berbicara baik-baik dan tidak perlu berteriak," tukas Hwang In menjadi ikut marah. "Lihatlah, kami sudah menyiapkan makan malamnya dengan sangat baik, apa lagi yang kamu inginkan?"

"Dasar wanita tua tidak tahu diri, cobalah kamu makan-makanan ini sendiri." Su Jin melemparkan satu mangkuk sayuran hijau ke samping dengan menahan diri tidak membuat piringnya sampai pecah.

Hwang In tidak bodoh dan tidak ingin memakannya jadi dia terpaksa memanggil koki yang memasak masakan tersebut diikuti pelayan lain yang ikut penasaran. "Apa kamu yang memasaknya, Zibao?"

Seorang pria berperawakan tinggi dan kurus dengan wajah licik, mengangguk mengiyakan Hwang In tanpa memandang Su Jin yang masih duduk dikursi meja makan. " ini sudah cukup malam jadi saya tidak bisa memasak dengan sangat sempurna seperti biasanya tidak bisa melakukan yang terbaik dengan rasa yang tidak kalah dari penjaja kaki lima."

"Hm, aku percaya padamu Zibao," ujar Hwang In kali ini memandang Su Jin.

"Terima kasih, Pelayan Tua Hwang. Saya juga yakin hal tersebut, Ini semua hanya masalah dari tuan muda Su Jin saja, yang sepertinya lidahnya tidak cocok lagi dengan masakan yang kita buat."

Su Jin menghela napas kasar dan berdiri bangun berjalan kearah sang Koki yang baru saja mengatakan jika dirinyalah yang bermasalah. Koki Zibao terlambat sadar saat bahaya mendekat dan hanya tahu setelah Su Jin memegang leher belakangnya. "Jika aku bermasalah maka, inilah masalah yang kubuat. Ayo, jadi makan dan habiskan -makanan yang kamu buat sendiri."

Su Jin tidak melakukannya dengan sopan. Kepala koki itu ia gerakan jatuh ke atas piring. "Makan atau aku tidak akan melepaskanmu!"

Tubuh Hwang In bergetar, melotot percaya saat melihat kekuatan yang diarahkan Su Jin pada kokinya. "Tuan muda apa yang Anda lakukan?!"

"Apa kamu juga ingin mencobanya?" tanya Su Jin dengan smirknya yang jahat. "Berani sekali koki di rumah ini yang menyediakan sampah untuk Tuannya. Makan cepat! Atau aku tidak membiarkanmu mengangkat wajahmu lagi."

Para pelayan yang bersembunyi diam-diam kini tengah bergidik ngeri tidak percaya jika, tuan muda mereka yang sebelumnya lemah benar-benar sedang menunjukkan gigi taringnya yang tajam.