webnovel

Penculikan (1)

“Si Tua Su tidak terlihat di mana-mana. Apa kamu sudah mencarinya?”

“Maaf, Tuan tapi, dari kabar yang kudengar sepertinya Kepala keluarga Su sedang berlibur keluar negeri bersama keluarganya?”

“Apa dia benar-benar pergi berlibur? Kamu sudah mencari tahunya dengan pasti tanpa terlewat, kan?” tanyanya penuh dengan tatapan mengancam seolah bawahannya menjawab dengan pasti.

Menelan ludah, sang Bawahan tentu saja selalu berkeringat dingin jika, jawaban yang dia utarakan tidak sesuai dengan keinginan sang Bos. Dengan pikiran jernihnya, bawahan ini untuk mencoba meminimalkan kesalahannya dia berkata dengan sebaik-baiknya, “Mungkin saja, kita tidak tahu secara pasti tetapi, saya akan mengirim seseorang untuk—“

Kata-kata itu berhenti dengan cepat setelah sebuah lemparan gelas kaca jatuh dikakinya. “Lain kali aku akan menghancurkan kepalamu seperti itu. Bagaimana bisa kamu baru saja akan mengirim mata-mata sekarang, saat sudah terlambat, hah? Sudah berapa lama dia berlalu pergi?

“Tiga atau empat t-tapi, Tuan, kita mungkin belum terlambat … “

“Bodoh! Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang, hah?.”

“M-maaf sekali Bos.” Bawahan ini segera menunduk lagi tidak berani bicara, dirinya sudah sangat salah dengan terlambat melapor.

Apa kamu pikir si Su Fei itu bodoh! Tentu saja sekarang dia sudah bergerak lebih awal. Dasar bajingan!” Du Bian, kepala keluarga Du, yang juga seorang mafia bawah tanah dan merupakan pesaing kepala keluarga Su saat ini. Su Fei. “Aku tidak bisa mengalah, Lun. Jika memang perjanjian itu tidak bisa kita batalkan. Lebih bagus kita harus lakukan sesuatu yang lebih baik,”

“Ya, Tuan?”

“Su Fei tidak mungkin dengan mudah membawa barang-barang itu keluar negeri jadi, benda itu pasti ada di suatu tempat di negeri ini.” Du Bian melirik Lun, si Bawahan dengan memperlihatkan seringai liciknya. “Lakuan! Cari benda itu sebelum si Keparat kembali dari liburannya. Kita harus membuat kejutan untuknya.”

“Akan saya lakukan, Tuan.”

“Jangan buat kesalahan lagi atau aku yakin akan membuat kepalamu pecah.”

Lun, mengangguk pasti dan membungkuk sebelum pergi keluar dalam dunia hitam tidak ada tempat untuk kembali kecuali, hanya dengan kehilangan nyawa.

Su Jin pernah mengalami hal-hal tersebut yang sama gelapnya. Berada di tempat terendah sampai akhirnya dia memuncaki dunia tertinggi, bukan tanpa alasan dia rela berada dibawah telapak orang lain yaitu, untuk dendam. Setelah dendam kedua orangtuanya terbalas gilirannya berbalik untuk bertahan hidup. Dalam dunia hitam, pengkhiatan juga sudah bagian dari mereka tidak ada yang bisa bertahan selamanya ada kalanya semua harus datang dan pergi. Tangan kotor yang sudah terbiasa dialiri darah, tidak akan ragu lagi menghabisi nyawa orang lain meskipun, orang itu saudaramu sendiri. Itulah kehidupan Su Jin di masa lalu.

Beruntungnya Su Jin adalah anak tunggal, tidak ada keluarga lain yang bisa dianggap sebagai orang-orang terdekatnya hanyalah para wanita, yang menjadi kekasihnya. Tetapi, jangan salah perasaan itu adalah dangkal tidak pernah ada cinta sejati dalam hidupnya. Terakhir, yang ia pacari tentu saja Feng Bai. Dia melepaskan wanita itu pergi untuk hidup terbebas dari kejahatan dunia hitam dan kembali menjadi manusia biasa. Hal itu sepadan dengan apa yang juga Feng Bai lakukan terakhir kali, saat nyawanya terancam.

“Bagaimana makan mie dipinggir jalan juga enak, kan?”

Tak ada tanda-tanda Su Jin akan menjawab pertanyaan tersebut, hanya kerutan dikening yang terlihat dengan mulutnya yang sedang mencoba mengunyah makanan tersedia di depannya. Setelah memastikan rasa masakannya, akhirnya Su Jin membuka mulutnya. “Lumayan!”

Lin Hua mengerucutkan bibirnya, tidak puas dengan tanggapan Su Jin padahal dia sudah berusaha keras mempromosikan tidak hanya makanan yang terjaadi tetapi, juga tempat ini tetapi, sejak awal tanggapan Su Jin malah sangat dingin seolah semua hal tidak ada di matanya. “Su Jin kamu harus jujur, kamu tidak suka dengan makanan di sini, kan?”

Dalam hati Su Jin menghela napas, melihat anak perempuan yang tanpa sengaja lagi bertemu di jalan dan seolah sudah menjadi akrab dengannya terakhir kali. Lin Hua tanpa ragu menariknya untuk jalan bersama dan membawanya ke tempat makan ini. “Aku bukannya tidak suka tapi, aku memang tidak pernah makan-makanan seperti ini.”

Mendengar ucapan Su Jin, bibir Lin Hua kembali tersenyum. “Baiklah jika, kamu Su Jin menganggap hal ini lumayan berarti pasti cukup bagus karena, ini yang pertama kali. Apa kamu ingin pergi ke rumah makan lain atau pasar malam banyak hal yang bisa kamu lihat di sana?”

“Aku tidak mau! Cepat selesaikan saja makan malam kita ini.”

Lin Hua sedikit menggerutu, bibirnya mengerucut sebal pada Su Jin yang malah asik makan. “Yah, Su Jin bagaimana bisa Tangsuyuk kamu habiskan sendiri.”

“Tentu saja bisa, ini makanan yang memang harus dimakan sampai habis.”

“Dasar domba rakus!” Lin Hua segera mematahkan sumpitnya menjadi dua dan mulai makan di atas meja tanpa meninggalkan sisa Tangsuyuk untuk Su Jin, yang akhirnya keduanya mulai berebut makanan tanpa meninggalkan celah bagi yang lain. “Ahhh.. kenyang sekali!”

“Kamu itu seorang gadis tapi, ternyata makananmu besar ujar.”

Tanpa tersinggung Lin Hua malah tertawa. “Tentu saja, aku ini masih dalam masa pertumbuhan dan harusnya aku juga banyak minum susu agar bisa tinggi juga.”

“Kalau begitu minumlah, semoga kamu bisa setinggi tiang,” sahut Su Jin.

Lin Hua melotot, tidak senang dengan jawaban Su Jin. Mendengus kesal memangnya siapa juga yang mau sampai setinggi tiang dan yang paling membuatnya tidak habis pikir adalah sikap Su Jin yang sangat jauh berbeda dengan Su Jin yang dia kenal di sekolah. Pemuda pengecut yang hanya bisa menundukkan kepala dan jarang sekali bicara kecuai saat diperintah guru. “Su Jin kamu sangat berbeda dengan diri kamu di sekolah? Apa kamu punya alasannya?”

“Ini sudah cukup malam, kamu tidak akan pulang?”

“Kamu mau mengantarkan aku pulang,kan?”

“Kenapa aku harus mengantarkanmu pulang?” Su Jin tidak habis pikir dengan Lin Hua, gadis itu tanpa permisi mengajaknya ke sana kemari dan sekarang memintanya untuk mengantar pulang, apa yang dipikirkannya. “Atau lebih baik, kamu panggil anak laki-laki kemarin, biar dia datang menjemputmu.”

“Tidak mau! Kamu yang harus mengantar karena aku yang akan mentraktrirmu.” Lin Hua segera bangkit dan setengah berlari pada si pemilik rumah makan. “A-akh!”

“H-hey! Nona berhati-hatila saat melangkah.”

“M-maaf,” ucapnya gugup karena saat dia mendongak, orang yang dia tabrak bukanlah orang biasa bahkan, tanpa sadar Lin Hua membungkuk meminta maaf berkali-kali takut hal ini jadi, masalah besar. “Maaf, a-aku tidak sengaja. Maafkan aku!”

“Sudahlah pergi sana jika, aku sedang tidak sibuk. Aku pasti akan membuatmu membayarnya,” ujar pria itu yang akhirnya berjalan melewati Lin Hua bersama bawahannya.

Su Jin tanpa sadar berdiri ketika, melihat gadis itu menabrak seseorang tetapi akhirnya tidak terjadi apapun karena orang-orang ini malah berjalan kearahnya.‘Mau apa orang-orang ini.’

“Siapa namamu?” tanya orang di paling di depan. Tubunya tidak terlalu tinggi tetapi, tubuhnya jelas berisi penuh otot dengan kepala plontos dan yang lebih mengerikan adalah tanda sayatan di depan mata kirinya memperjelas, jika dirinya termasuk dari orang-orang berbahaya.

Su Jin tidak berpikir untuk menjawabnya, mengenal mereka pun tidak. “Aku tidak punya urusan dengan kalian, sepertinya tidak masalah juga jika aku tidak menyebut nama, kan?”

“Dasar bocah berengsek! Apa kamu ingin langsung kami hajar, hah?”

Si Plontos mengangkat tangannya, menahan amarah anak buahnya. “Kalian cukup berhenti.” Lalu kembali berbalik pada Su Jin. “Bocah, aku masih dengan baik bertanya padamu jadi, jangan membuatmu masalah denganku.”

“Kalau begitu jawab pertanyaanku terlebih dulu. Apa yang akan kalian lakukan jika mengetahu namaku?”

“S-su …”

Semua orang di sana baru saja menoleh dan berbalik melihat asal suara yang tidak selesai. Lin Hua menutup mulutnya dengan satu tangan lain gemetar memegang celana panjangnya. Sebelum dia selesai memanggilnya, Su Jin melakukan kontak mata dengannya seolah menyuruhnya pergi tetapi, Lin Hua tidak mungkin meninggalkan Su Jin menghadapi mereka sendiri. ‘Apa yang terjadi? Kenapa mereka menghampiri Su Jin. Apa itu karena dia? Apa yang dilakukan. Tuhan, tolong aku dan Su Jin, jelas mereka tampak sangat berbahaya.’

“Apa kamu kenal gadis itu?” tanya si Plontos menyeringai.

“Aku tidak mengenalnya? Apa aku harus mengenalnya?” Su Jin mendongak dan melihat lagi pada Lin Hua dan berharap dalam hati jika, gadis itu tidak bodoh lebih baik dia diam-diam pergi dan berpura-pura tidak saling mengenal.

Si Plontos melihat Su Jin dan Lin Hua, --yang buru-buru berbalik memunggunginya takut bertatapan dengan penjahat-penjahat itu—bergantian dengan tatapan curiga, mau tetapi, akhirnya dia melepaskan hal tersebut. Tidak ada kepentingan pun gadis tersebut. “Baiklah, ikut dengan kami sekarang.”

“Aku tidak mau pergi dengan kalian, apa itu cukup jelas?”

“Tangkap, bocah ini!” Di bawah perintah si Plontos orang-orang di belakangnya mencoba meraih lengan Su Jin tetapi, dielaknya segera dengan sambil memberikan tendangan mematikan tepat diantara kedua kakinya.

"Sialan! Bocah tidak tahu diri, berani sekali!" teriak si Plontos sambil mengeluarkan sebuah tongkat yang bisa ia atur panjang-pendeknya. "Ayo, tangkap!" perintanya kembali pada bawahannya.

Su Jin lagi-lagi berkelit, semua orang awalnya hanya bisa duduk diam melihat apa yang akan terjadi tetapi, setelah teriakan pria yang ditendang Su Jin serta balasan marah si Plontos semua orang beriklan besar ingin meneruskan hal ini."