webnovel

Kabut Masa Lalu

"Panti Asuhan Happiness"

Kana menatap dalam dalam ke arah papan nama tersebut lalu mengingat bagaimana ia telah menghabiskan 6 tahunnya di tempat itu. Ia membunyikan bel yang terletak di dekat gerbang. Tak lama, keluarlah sosok laki-laki berusia sekitar 60 tahun dengan mantel tebal dan sepatu bootsnya.

"Nak Kana!"

"Paman Hiro!"

Mereka pun lalu berpelukan singkat. Paman Hiro terdengar tertawa renyah, terlihat begitu senang.

"Nak Kana lama sekali tidak berkunjung kemari" ujar paman Hiro sambil melihat ke arah Taehyung.

"Nak Taehyung juga disini rupanya"

Taehyung lalu terkejut. "Ah saya tiba-tiba ingin bertemu dengan bibi Rose" ujarnya sambil menggosok tengkuk.

Seakan mengerti arti ekspresi wajah Kana, Taehyung pun menjelaskan bahwa ia kadang bertemu bibi Rose dan paman Hiro yang suami istri ketika ingin membicarakan masalah donasi ke panti.

"Ah" respon Kana.

Paman Hiro pun membuka pintu rumah dan dilihatnya sebuah ruang besar dengan tangga di kedua sisinya. Rumah besar itu berbentuk memanjang, memiliki dua lantai dan memiliki dua tangga melingkar di ujung ruangannya. Rumah itu memiliki sekitar 20 kamar untuk penghuni panti, 1 kamar untuk bibi rose dan paman hiro, 2 kamar untuk pelayan yang membantu di panti serta 2 kamar tamu.

Di ujung ruangan juga terdapat dua buah lorong menuju dapur, ruang makan dan juga beberapa kamar mandi.

Disinilah Kana tumbuh selama 6 tahun sejak dirinya berusia 9 tahun. Pada usia memasuki sekolah menengah atas dia memilih untuk merantau karena jarak panti dan sekolah yang cukup jauh.

Kana meletakkan sementara barangnya di ruang tengah dan mengeluarkan tas berisi penuh oleh-oleh makanan yang sudah ia siapkan sejak beberapa hari yang lalu.

Tak lama, tampak bibi Rose keluar dari kamarnya lalu memeluk Kana dengan erat.

"Astaga nak Kana sudah berapa lama bibi tidak melihatmu" ujar wanita berusia sekitar 50 tahun itu seraya menggiring Kana untuk duduk di ruang tengah. Ia lalu melihat ke arah Taehyung "nak Taehyung juga ke sini rupanya"

Taehyung lalu sedikit membungkukkan badannya.

Bibi Rose tersenyum kemudian mengobrol dengan Kana. Menanyakan bagaimana kabarnya selama ini, urusan sekolahnya dan berbagai macam hal. Mereka juga membicarakan beberapa hal yang terjadi di panti.

Kemudian anak panti yang merasakan kehadiran Kana pun berhamburan keluar menyambut Kana.

Taehyung menatap ke arah Kana sambil menyunggingkan lengkungan tipis di wajahnya.

Ia merasa meski ingatan Kana tentang dirinya di masa lalu sirna tapi watak Kana tidak pernah berubah. Ceria dan peduli dengan orang lain.

Sejak mengenal Kana, Taehyung tidak mengenal perempuan lain selain dirinya. Ia merasa hanya Kana lah satu-satunya. Namun sebenarnya Taehyung masih belum pasti apakah memang itu perasaan cinta atau hanya masa lalu yang telah mengikatnya.

"Baiklah kebetulan sekali kalian datang di jam makan siang" bibi Rose pun bangkit dari kursinya dan melirik ke arah jam besar di dinding yang menunjukkan angka 11.30.

"Menu hari ini adalah sup abalone."

Kana dan Taehyung pun berjalan menuju lorong lalu ke dapur. "Kamu akan membantu kan" bisik Kana ke arah Taehyung sambil menyenggol lengannya.

Taehyung hanya mengangkat kedua bahunya lalu menurunkannya lagi, menciptakan desisan dari Kana.

Dapur panti tempat Kana tinggal mungkin sedikit berbeda dari lainnya. Di tengah tengah lorong terdapat ruangan tanpa atap dimana terletak banyak tungku. Bibi Rose memang sedikit konvensional, ia masih belum bisa meninggalkan tungku untuk memasak meskipun design interior ruangan semuanya sudah modern. Selain membutuhkan porsi besar, ia beranggapan masakan yang dimasak dengan tungku dan kayu terasa lebih enak.

Taehyung dan Kana pun melihat ke arah tungku yang masih kosong itu. Seakan mengerti arti pandangan Kana, Taehyung pun menggulung lengannya. "Aku tahu. Kita butuh kayu kan."

Kana mengangguk-angguk.

Kana kemudian melaju ke arah dapur dan mengambil beberapa bahan masakan.

Untuk saat ini, Kana lah yang tertua di ruangan itu. Memang sudah menjadi tradisi panti tersebut jika sudah berusia dewasa, mereka akan pergi pamit keluar panti dan merantau mencari pekerjaan dan mengejar impian masing-masing. Lalu disaat mereka libur, mereka akan pulang ke panti. Para perempuan tampak menyiapkan bahan di ruang dapur sementara para lelaki yang hanya 1/4 dari populasi terlihat mengangkat kayu dan mencoba menyalakan api untuk tungku.

Kana terlihat membagi-bagi tugas dengan para perempuan yang ada di dalam dapur.

"Baiklah siapa yang akan mengiris bawang?" Tanyanya kepada seisi ruangan.

Kana sebenarnya sadar, di sela itu Taehyung memandangnya sambil tersenyum. Gila dia ya, batinnya. Namun ia gugup untuk melihat ke arah Taehyung sehingga ia hanya bisa berpura-pura tidak tahu. Padahal di sela-sela itu pula ia juga mencuri pandang ke arah Taehyung .

Ia masih teringat akan pertemuan mereka, bagaimana Taehyung tiba-tiba mengajaknya untuk kuliah di Korea dan mengatakan akan membantunya mengingat masa lalunya.

Taehyung pun sadar Kana mencuri pandang ke arahnya dan Kana pun mulai salah tingkah.

Setelah kira-kira satu jam kemudian, acara masak memasak pun selesai. Semua penghuni panti pun memegang mangkuk mereka masing-masing dan mengambil sendiri sup yang ada di atas panci besar di atas tungku. Mereka pun makan bersama di 3 meja besar yang terletak di ruang besar di samping dapur.

"Untuk kelulusan Kana" ujar bibi Rose setelah memimpin berdoa sebelum makan. Kana makan dengan senyum berada di wajahnya.

Ia tidak tahu darimana ia berasal, ia bahagia ia sempat mengenal keluarga ini. Sempat mengenal bibi Rose dan paman Hiro.

Kana berjalan menuju Taehyung yang terduduk di pinggir lorong.

Ia duduk di sampingnya.

"Aku tidak tahu pasti apa tujuan pasti kamu mengikutiku. Tapi terimakasih telah membantu hari ini." Ujar Kana ditambahi sebuah senyum tercetak di bibirnya.

Taehyung terdiam sesaat, sebelum bangkit dari duduknya dan membersihkan celananya.

"Aku hanya bosan di rumah. Kamu besar rasa sekali ya"

Kana lalu melotot terkejut mendengar balasan dari Taehyung "Ah ya bosan. Seorang dengan ekonomi cukup yang bisa liburan kemana saja sepertimu memilih ke sini ketika bosan." sindir Kana mengundang kekehan kecil dari Taehyung.

"Kamu sepertinya meragukan keberadaan orang baik di jaman seperti ini ya" ucap Taehyung sambil kembali meluruskan lengan panjang bajunya kembali karena ia sudah tidak harus mengangkat kayu, menyalakan tungku dan mencuci piring lagi.

"Tentu saja tidak" balas Kana "Hanya saja kamu pasti satu di antara seribu saja"

"Ya aku memang spesial" balas Taehyung sambil mencondongkan kepalanya ke arah Kana, membuatnya lagi-lagi salah tingkah. Mencoba menghindari situasi canggung, Kana kemudian berniat berjalan kembali ke dapur dan melepas celemeknya sebelum sebuah pemandangan membuatnya hanya bisa berdiri membatu.

Ia melihat ke arah luka yang ada di lengan kiri Taehyung saat Taehyung mencoba menggulungkan lengan bajunya.

Kepalanya tiba-tiba terasa seperti berdenyut.

Ia seperti mengenal luka itu.

Napasnya memberat.

Kana pun terjatuh sebelum semuanya terlihat hitam di pandangannya.

Membuka matanya perlahan, Kana lalu melihat ke arah jam di meja yang ada di samping tempat tidurnya.

Pukul 15.00

Kana kemudian terduduk dan mengingat mengapa ia bisa berada di kamarnya saat ini. Ia masih mencerna situasi dimana ia pingsan dan merasakan sakit kepala yang hebat ketika melihat ke arah luka yang ada di tangan Taehyung. Benaknya bertanya-tanya luka apa yang ada di lipat lengan Taehyung tersebut. Luka bakar? Pikirnya.

Ia kemudian bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke depan cermin besar yang ada di kamar. Ia memandangi sosok dirinya, wanita dengan tinggi 165 cm, berat badan 52 kg, berwajah bentuk diamond dengan hidung mata dan bibir yang proporsional serta rambut hitam yang tergurai seketiak.

"Nuguya" batinnya

Ia bertanya-tanya siapa sebenarnya dirinya dan seseorang yang baru saja ia impikan.

Kana masih bingung apakah seseorang di mimpinya murni benar benar mimpi atau ingatannya yang hilang karena selama hidupnya ia merasa tidak pernah melihat apa yang ada di mimpinya tersebut. Seorang anak laki-laki dengan usia sekitar 8-9 tahun yang ada di mimpinya itu, Kana bertanya tanya siapakah anak tsb.

Setelah mengikat rambutnya, Kana berjalan menuju ke pintu untuk keluar.

"Tidak, Kana belum siap untuk mengetahuinya" ujar Bibi Rose. Menghentikan langkah Kana setelah membuka kenop pintu. Ia terlihat terpatung di tempat, ia sengaja seperti itu. Karena jika ia melanjutkan langkahnya, ia takut kalimat selanjutnya tidak akan terdengar olehnya.

"Sampai kapan bibi Rose menganggap Kana seperti anak kecil? Ia sudah berada di legal agenya. Ia berhak tahu." Kana yakin itu adalah suara Taehyung. Ia lalu mundur selangkah dari tempatnya sekarang dan membiarkan pintu sedikit terbuka. Ia ingin terus mendengarkan lanjutannya.

"Nak Taehyung, kamu tahu kan apa yang terjadi 9 tahun yang lalu." Kali ini suara paman Hiro lah yang terdengar.

Mereka terdiam cukup lama.

Sebelum suara Taehyung memecah keheningan.

"Aku tahu, hal itu menjadi mimpi burukku setiap hari, paman."

Hening lagi.

Kini bibi Rose kembali angkat bicara "Sudahlah biarkan keadaan tetap seperti ini. Lagipula kita tidak tahu apakah ayahnya masih hidup atau sudah-"

Sebelum bibi Rose menyelesaikan ucapannya, Taehyung menyela.

"Kemarin abuji(ayah) mendapatkan notifikasi login email ayahnya di Korea. "

Setelah itu mereka benar-benar diam lama.

Kana merasakan lututnya lemas. Tanpa sadar air matanya menetes. Selama ini ia tidak pernah tahu mengenai identitias orang tuanya, keberadaannya. Kadang Kana berusaha menebak sendiri seperti apa orang tuanya. Apakah ayahnya seorang bussinessman? Ataukah ibunya memiliki wajah seperti dirinya? Apakah ia lebih mirip ayahnya atau ibunya? Ia sama sekali tidak ada gambaran.

Kini dadanya terasa sesak. Seharusnya ia merasa setidaknya senang karena akhirnya ia menemukan sebuah kepingan puzzle dari identitas orang tuanya, dan identitas dirinya.

Kana memegang dadanya yang terasa sesak sambil terus meneteskan air mata tanpa sadar.

Tanpa ia sadar, Taehyung menyadari pintu kamar Kana yang sedikit terbuka.

Taehyung mengumpat pelan lalu melangkah cepat menuju kamar Kana. Ia membuka pintu sedikit, berjongkok lalu memeluk Kana yang masih tidak menyadari apa yang terjadi.

Kana terus menangis. Ia tidak peduli saat ini pria asing sedang memeluknya dan semakin mengeratkan pelukannya.

Setelah beberapa menit, Taehyung melepas pelukannya. Ia melihat ke wajah Kana yang kacau.

"Bagaimana dengan jalan-jalan di luar?" Tawar Taehyung. Kana terlihat diam namun ia tidak menolak sehingga Taehyung menganggapnya sebagai persetujuan. "Berdirilah" lanjut Taehyung setelah ia berdiri.

Kana kemudian keluar dari kamar, diikuti Taehyung yang kemudian menutup pintu kamar Kana.

Mereka lalu berjalan melewati ruang tengah dimana terdapat bibi Rose dan paman Hiro dengan kepala mereka yang tertunduk ke lantai.

Kana tidak melihat ke arah mereka sama sekali. Ia hanya melihat ke arah depan dengan tetap berjalan ke depan. Sebenarnya ia ingin sekali berada di dalam kamar saja dan menangis hingga terlelap namun ia sadar hal itu hanya akan membuatnya lebih terpuruk dan terlihat seperti seorang remaja yang sedang merajuk. Ia berusaha menguatkan hatinya, ingin segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan saat ini ia begitu yakin Taehyung memang memegang kunci keberadaan identitas dirinya yang sesungguhnya. Hal lain yang ikut membuat dada Kana sesak adalah ia telah merasa dibohongi selama 9 tahun ini. Meskipun ia belum tau alasan apa sebenarnya sehingga identitas aslinya harus disembunyikan selama ini.

Kana tidak ingin bertanya-tanya dalam hati lagi. Ia telah menunggu cukup lama. Setelah berjalan keluar dari panti dan menyusuri jalan setapak di antara taman, langkah Kana terhenti ketika ia menginjakkan sepasang kakinya di tepi danau. Danau itu telah menjadi tempat ketika Kana ingin sendiri. Ia merasa duduk di tepi danau bisa menenangkannya.

Masih berdiri, ia kemudian membalikkan badannya dan menatap kedua mata Taehyung dengan tatapan nanar. Tatapan bingung, marah, sedih, Taehyung tidak bisa mengartikannya saat ini. Hanya saja tatapan wanita di depannya itu cukup membuat hatinya pilu. Sejak mendengar tangisan Kana di kamar hatinya terasa seperti dicubit. Sesuatu yang lebih buruk dari mimpi buruknya. Namun Taehyung hanya bisa bertahan saat ini dan berusaha yang terbaik untuk melindungi wanita di depannya ini.

Taehyung lalu memegang kedua lengan Kana yang terlihat lemah.

"Semua akan baik baik saja Minji-a. Aku ada di sini. Semuanya akan baik baik saja."

Ia kemudian memeluk dan membenamkan kepala Kana ke dadanya. Sebelum Kana akhirnya mendorong Taehyung dan menatapnya dalam-dalam lagi.

Tanpa Kana berkata pun Taehyung sepertinya sudah mengerti arti dari tatapan itu.

Tatapan yang menuntut penjelasan dari Taehyung.

"Aku akan memberitahumu. Semuanya. Tapi bisakah kita melakukannya pelan-pelan?"

Taehyung lalu mengambil salah satu tangan Kana dan mengajaknya untuk duduk di sebuah bangku di pinggir danau. "Duduklah" ujar Taehyung. Kana terdiam sejenak lalu menurut. Ia terduduk lalu menatap kosong ke arah danau.

"Kumohon jangan marah dengan bibi Rose." ucap Taehyung. Kana masih menatap ke depan, ke arah danau.

"Ia melakulannya demi kebaikanmu" lanjutnya.

Kana berusaha menahannya sedari tadi. Tapi sepertinya kini emosinya sudah tak tertahankan. Akhirnya ia angkat bicara, sebelum Taehyung berniat melanjutkan kalimatnya. "Memangnya mereka benar-benar tahu apa yang terbaik untukku?" ujar Kana. Matanya masih basah, merah dan sembap.

Taehyung tidak merespon kalimat Kana yang menurutnya memang agak benar. Oleh karena itulah ia sedari tadi berdebat dengan bibi Rose akan masalah itu. Apakah Kana sudah bisa menerima kenyataannya atau belum.

"Dengar Minji-a. Aku tidak bisa langsung mengatakan semuanya. Karena hal ini akan tidak baik untukmu."

Taehyung berhenti lalu mengatur napasnya. Masih teringat di benaknya bagaimana Kana menderita di usianya yang belum genap 10 tahun. Sosok kecil Kana yang seperti mayat hidup, Kana yang tidak mau makan, minum, sempat opname karena dehidrasi dan berat badan yang turun drastis. Sosok Kana yang pada akhirnya tidak bisa tersenyum hingga saat usianya genap 10 tahun. Satu tahun penuh penderitaan bagi Taehyung. Hingga akhirnya saat itu ayah Kana memutuskan sesuatu yang menurutnya adalah keputusan terbaik.

"Amnesia disosiatif" lanjut Taehyung sambil menatap Kana dalam-dalam "Kamu divonis amnesia disosiatif pada usia 10 tahun karena sebelumnya mengalami post traumatic stress disorder yang berlanjut hingga depresi berat."

Keterkejutan Kana membuatnya menengok dan menatap Taehyung.

"Saat ingatanmu hilang dirimu tampak baik baik saja. Kehidupanmu kembali seperti sebelumnya. Senyum dan tawamu kembali menghiasi wajahmu. Namun lama kelamaan depresimu kembali keluar dan tiba tiba kembali teringat akan pengalaman burukmu."

Kana mengerjapkan matanya. Ia cukup mengerti penyakit-penyakit yang dikatakan oleh Taehyung dan ia juga mulai mengerti alur ceritanya.

"Sehingga ayahku menjauhkan diri karena mungkin saja ayah yang mengingatkanku akan pengalaman burukku?" tebak Kana seraya menerawang ke arah danau seakan akan ia bisa melihat sampai ke dasar-dasarnya. "Benar begitu?" tanyanya sambil kembali melihat ke arah Taehyung.

Taehyung mengangguk.

Kana terdengar menghela napasnya dan berusaha tersenyum.

"Lalu apa pengalaman burukku?" tanya Kana lagi.

"Kamu yakin siap untuk mendengarnya?" Tanya Taehyung, takut jika Kana mungkin sebenarnya belum siap untuk mengetahuinya.

Ia melayangkan pandangannya ke arah Kana.

Kana terlihat mengangguk.

Taehyung terlihat menundukkan kepalanya. Awalnya ia ragu untuk mengatakannya, ia takut jika Kana akan seperti saat itu. Begitu terpuruk dengan ingatan masa lalunya. Namun melihat Kana yang terlihat tegar seperti ini membuat Taehyung yakin bahwa Kana sudah siap untuk mengetahuinya. Tanpa menatap ke arah Kana, ia menjawab pertanyaannya itu.

"Kamu menyaksikan kematian ibumu yang tidak wajar tepat di depanmu dan juga ayahmu."

Sebulir air mata lalu menetes dari salah satu sisi mata Kana, disusul oleh sisi mata satunya. Sambil tersenyum, berusaha menguatkan diri.

"Terimakasih telah memberitahuku, Kim Taehyung-ssi."

Kana mengelap air matanya.

"Meski kurang menyenangkan tapi lega juga ya" lanjut Kana, setengah menangis, setengah tertawa.

Kemudian hening cukup lama. Keduanya hanya diam. Kana sedang berusaha mengatur perasaannya dan Taehyung hanya bisa diam membiarkan Kana mencerna semuanya terlebih dahulu.

Di bawah senja sore itu, mereka menghabiskan sore mereka untuk menyelami perasaan masing-masing. Melihat Kana yang seperti itu, Taehyung semakin bertekad ia harus selalu ada untuk Kana. Ia merasa sudah seperti menjadi tugasnya untuk melindungi Kana. Ia tidak akan membiarkan Kana mengalami luka yang lebih dari ini. Meski sebuah kenyataan pahit tentangnya mungkin akan membuat Kana terluka, setidaknya ia ingin selalu membuat Kana bisa selalu tersenyum dan tertawa.

Sang gelap mulai memakan sang terang kala matahari telah benar benar tenggelam. Dari kejauhan lampu rumah panti telah menyala. Taehyung lalu berdiri dan mengajak Kana kembali untuk ke panti.

"Hari sudah malam, lebih baik kita kembali sekarang"

Kana mengangguk. Ia tahu masih banyak kepingan puzzle yang belum ia temukan namun ia ingat Taehyung tidak ingin terburu-buru mengatakannya. Sehingga ia menurut lalu berdiri merapikan bajunya.

Lalu malam berlalu begitu saja bagi Kana dan Taehyung.

Kana yang mengurung diri di kamar dan bibi Rose pun memakluminya sehingga yang bisa ia lakukan adalah meminta tolong Taehyung untuk mengantarkan makanan malamnya. Makan malam yang pada akhirnya hanya Kana makan 1/3 bagian saja.

Setelah memakan 1/3 porsi makan malam, Kana meletakkan sisanya di meja. Ia lalu kembali ke tempat tidurnya. Terduduk dengan membenamkan kepalanya ke dalam kaki yang ia tekuk. Meski malam itu perasaan Kana campur aduk namun ia telah memutuskan sesuatu langkah yang menurutnya suatu langkah besar dalam hidupnya.

So I really wrote this on my phone. Please forgive my misspelling and alur yang terlalu cepat huhu

I'll try to update asap hope u guys like it

natadecocooocreators' thoughts