Orang berambut merah itu tersenyum miring lebar, "Bukankah ini aneh, Saki?", dia menatap datar dan menghela napas, "Jangan bicara denganku sekarang." ia mengangguk, "Okay."
Lalu pria tadi membawa mereka ke ruang kelas 1-1 F, ketika mereka mulai memasuki kelas, semuanya hening. Kemudian disusul oleh pria itu, "Selamat pagi, semuanya." Ucapnya di meja guru, menyapa murid di kelas, "Selamat pagi, Pak." sahut mereka bersamaan.
"Baiklah, hari ini kita kedatangan dua teman baru. Mereka berdua adalah murid pindahan dari SMA Foresu. Silahkan, perkenalkan diri kalian." tuturnya halus.
Saki yang sesaat melihat Kahime terkekeh pelan, "Yo! Muka kusut kain pel yang duduk di kursi kedua dari pojok belakang dekat jendela." Tegasnya penuh semangat. Kahime yang sedari tadi menatap keluar jendela dengan kepala bersandar tangan tertohok, "Orang gak waras. Gua gak kenal dia." Gumamnya menahan rasa kesal. Panggilan macam apa itu?!
Karena panggilan Saki yang menuju ke Kahime, murid di kelas langsung menatapnya. Lalu Yuri yang duduk di belakangnya bertanya dengan suara pelan, "Kahime, apa kamu kenal dia?", "Gak." Jawabnya singkat.
Siswa berambut merah menyikuti lengan kiri Saki, "Hei, jangan sok akrab. Nanti bisa dijauhi banyak orang.", dia berkerut kening, "Ah, iya."
Kemudian dia melanjutkan perkenalan dirinya, "Aku Saki Raijuu, salam kenal." Ucapnya melempar senyum manis, sehingga semua murid di kelas kagum, kecuali Kahime. "Ah, senyumannya manis sekali." Desah Yuri yang dipenuhi bunga-bunga. Melihat reaksi semua murid lain, ia berdecak lidah. Itu cuma senyuman, kenapa kalian aneh sekali?! –batinnya kesal.
Tak berapa lama kemudian, giliran orang berambut merah memperkenalkan diri, "Hai semuanya, namaku Vincent Yamato. Aku harap bisa berteman baik dengan kalian." Ucapnya sambil mengedipkan mata kanannya, Vincent termangu beberapa saat begitu melihat Kahime, "Oi, Putih Aneh, ternyata kau disitu rupanya."
"Kahime, anak itu menyebutmu 'Putih Aneh'. Apa gak masalah?" tanya Yuri cemas, "Abaikan saja. Aku sama sekali tidak mengenalnya." Tegas Kahime dingin.
Merasa terabaikan Vincent kecewa dan memanggilnya, "Ada apa denganmu, Kahime Shitou? Kenapa kau diam saja, Kahime Shitou?"
Hening.
"Pak, sepertinya ada orang bodoh yang salah mengenal orang." Cibir Kahime memecah keheningan, "Murasaki, jaga sikapmu!!" tegur pria itu sambil menghela napas, "Nak, Yamato. Dengar... Kahime Shitou yang kau sebutkan tadi adalah nama mendiang putriku. Dia sudah meninggal empat tahun yang lalu,... dan gadis itu adalah Kahime Murasaki. Aku sebagai guru kalian Watari Shitou, kumohon tenang." Tuturnya dengan suara yang lirih.
Suasana kelas kembali normal, tetapi tidak bagi Kahime. Saki berbisik, "Apa kau menyesal setelah mendengarnya?", Vincent tersenyum miring padanya, "Sama sekali tidak." Tapi kenapa hatiku sangat sakit?
"Kalau begitu, kalian berdua... bisa duduk di bangku yang sudah tertera nama dan disediakan. Dan untuk kalian yang duduk didekat bangku mereka,... bantu mereka sebaik mungkin." Tutur Watari.
Saki berjalan menuju bangkunya yang berada didepan Kahime, sedangkan Vincent, ia duduk di bangku di baris ketiga nomor tiga dari belakang.
"Ah, hari ini pasti kesialan bagi kita semua."
"Salahkan dirinya karena mirip seperti orang yang sudah mati."
"Kasihan sekali."
"Diamlah, atau kau akan dibunuh olehnya."
Bisikan para murid yang dilaluinya membuat Saki tak bergeming. Kahime menelungkupkan kepalanya pada kedua tangan yang rapat, "Matilah kalian orang tak berguna." Gerutunya lirih, namun dapat didengar olehnya. Kahime...
**********
Di ruang seni, jam 10.15...
Para murid mulai melukis alat-alat yang dijadikan referensi di kanvas, lalu tak berapa lama terdengar suara berisik berada ditempat peletakan cat air. Mereka terhenti karena suara tersebut, kemudian terdengar suara orang yang teriak, "Aaaahh,... lihatlah yang sudah kau lakukan?! Apa kau bodoh?! Kenapa mengambil cat ditempat tinggi seperti itu?! Bukankah kemarin sudah diberitahu untuk membawa alat melukis dan cat airnya juga?! ... Apa kau tidak mendengarkannya sama sekali?!"
Karena penasaran, mereka pun pergi melihat, ternyata bapak guru seni dan Kahime yang basah akibat cat air yang tumpah. Saki terkejut saat melihatnya, setelah melihat apa yang terjadi, Yuri berjalan cepat melewati desakan murid lain, ia menghampiri Kahime, dan meminta ijin untuk meninggalkan kelas sementara waktu.
"Pak, saya..." Kahime berusaha untuk bicara walau terdengar lirih, akan tetapi, belum selesai mengucapkannya, sudah disela tanpa henti, "Ah, sudahlah. Cepat bersihkan dirimu, ... haizz, apa orang tuamu tidak menyiapkan segala keperluanmu?! Hanaru, bawa dia pergi dari sini. Ganti seragamnya dengan seragam olahraga. Begitu selesai, kalian berdua harus kembali. Dan kau!... bersihkan semua kekacauan yang sudah kau buat!!" tegasnya dengan suara lantang.
Beberapa murid menahan gelak tawa, beberapa kembali melukis bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, dan beberapa diam tidak melakukan apapun hanya menonton. Apa yang sebenarnya terjadi? —pikir Saki keheranan. Bahkan ketika Kahime sudah tidak ada di ruangan seni, pria itu masih saja marah menendang kaleng cat air, "Dasar bocah sialan. Anak ini sungguh merepotkan, pasti dia pembawa sial bagi dirinya sendiri." Gerutunya kesal.
Ditengah kejadian itu, Vincent bertanya pada salah beberapa murid yang melihat hal itu, "Hei, apa kalian tahu, kenapa dia diperlakukan seperti itu?" Saki terkejut mendengarnya, ia menengok ke arah Vincent yang berbicara pada mereka. "Oh, iya. Kau anak baru yang memanggilnya 'Si Putih Aneh' waktu jam pertama saat perkenalan... ini sudah sering terjadi. Bahkan sudah cukup lama." Jawab salah seorang siswa, "Yang dikatakannya benar." Sahut seorang siswi yang berada disamping siswa tersebut.
Vincent menaikkan sebelah alis kanannya, "Tunggu sebentar. Sudah sering terjadi? ... apa kalian pernah satu sekolah dengannya? ... kalian juga bilang sudah cukup lama... kapan hal seperti ini terjadi padanya?", "Ya, Murasaki dulu satu sekolah dengan beberapa murid disini saat kelas tiga SMP, ketika dia datang sebagai murid pindahan."
Kejadian satu setengah tahun yang lalu, di pertengahan musim semi....
Kahime masuk ke kelas dan memperkenalkan dirinya kepada murid lain, "Namaku Kahime Murasaki. Salam kenal." Setelah selesai memperkenalkan diri, salah seorang murid melempar gumpalan kertas kearahnya, "Dasar pembohong! Itu bukan namamu!! Kau pasti Kahime Shitou!! ..." bentaknya penuh amarah.
Dia tak bergeming dan membalasnya, "Aku tidak bohong. Kalau benar itu namaku, sudah pasti aku mengenalimu."
Satu setengah tahun kemudian. Sekarang...
Vincent bertopang dagu, "Jadi begitu, ... lalu siapa yang melempar kertas padanya waktu itu? Apa dia juga bersekolah disini?" tanyanya penasaran. Mereka mengangguk, "Anak itu adalah murid ketiga yang mendapat nilai tertinggi dalam ujian masuk sekolah. Dia adalah Yuka, Yuka Mizare." Jelas mereka.
Keadaan Kahime...
Dia berjalan bersama Yuri menuju ruang ganti, dan ditengah perjalanan, seorang siswi berambut hijau daun pendek berpas-pasan dengan mereka, "Jangan salahkan orang lain atas hal buruk yang kau terima. Orang yang pantas kau salahkan adalah dirimu sendiri. Ingatlah itu, Murasaki." Cibirnya dingin terus berjalan tanpa menoleh.