webnovel

Prolog

Dikatakan sebuah kisah, Pandawa yang berwibawa memiliki jalan hidup yang tak mudah. Berkali-kali diasingkan dan dibuang tak menjadikan mereka pribadi yang lemah. Yudistira, sang kakak tertua. Ia lah sang bijaksana, panutan bagi keempat saudaranya. Bimasena, sang putra angin. Ia seorang yang tangguh, pelindung terbaik, dan kekasih yang setia. Arjuna, putra dengan paras yang memikat telak para perempuan layaknya anak panahnya yang melesat tepat mengenai sasaran. Lalu yang terakhir, si kembar Nakula Sadewa. Mereka adalah saudara paling muda dan manis.

Tak perlu istana, tak perlu tahta, Pandawa sudah begitu sempurna. Mereka sempurna sebab saling memiliki satu sama lain. Saling melengkapi dan selalu ada untuk satu sama lain. Yudistira putra tertua harus mengalah atas jebakan para Kurawa, ia dengan rasa bersalah begitu menyesal saat tahu diri dan saudara-saudaranya diasingkan ke hutan. Namun dengan tegas Bima meyakinkan Yudistira jika ia tak perlu menyesal atas sesuatu yang telah terjadi. Ia berkata jika semua saudara tak ada yang menyalahkan kesalahannya itu, biarlah jika terasing. Sebab suatu saat nanti, akan tiba masa di mana para Pandawa jaya walau harus saling bersaing.

Kesulitan demi kesulitan datang, ditambah dengan kesedihan yang tak mau kalah saing semakin membuat sulit situasi. Bertahun-tahun diasingkan di hutan dan menyamar menjadi orang lain di negeri orang, sangat banyak hambatan yang didapat hanya supaya bisa kembali ke rumah. Rumah yang sudah seharusnya menjadi milik Pandawa, namun mereka harus merelakannya dan menggantikannya dengan rimbun serta gelapnya hutan.

Perang tak lagi bisa terhindarkan. Saudara yang harusnya saling melindungi berubah saling membunuh. Pandawa melawan Kurawa, mencipta peperangan yang menghasilkan begitu banyak ucapan perpisahan. Kesedihan dan kemarahan bercampur, menjadi hari-hari peperangan begitu kelam. Pagi bertempur dan baru berhenti saat matahari mengucap salam perpisahan. Kematian susul menyusul di pagi hari dan menyisakan air mata di malam hari. Sebuah rumah dan keadilan bernilai mahal, sangat mahal. Hanya karena ketamakan dan dendam mengharuskan hadirnya peperangan. Ia memakan begitu banyak korban yang tak lain dan tak bukan adalah para saudara sendiri.

Setelah beribu-ribu anak panah, beratus-ratus pukulan, kemenangan pun berhasil diraih. Pandawa memenangkan perang yang mengerikan itu. Bharatayuddha mengantar Pandawa menuju rumah yang sudah seharusnya menjadi milik mereka sejak dahulu. Rumah yang membawa kebahagiaan setelah entah berapa banyak kesedihan di masa lalu yang telah mereka lewati.