webnovel

-27-

Banyak lagi hari di mana Sinta mengganggu ketenangan Bima. Hari-hari damai tak lagi bisa Bima nikmati. Sebelum Sinta pun, dirinya tak bisa tenang. Sebab ada Zizi yang juga selalu membuatnya repot. Ditambah saat ini Sinta juga melakukan hal yang sama. Bima tak lagi hanya menghindari Zizi, namun juga Sinta. Dan kegiatan itu sangat sulit untuk dilakukan, sebab Sinta tahu di mana tempat persembunyiannya selama ini, yakni di rumah Prada.

Sudah hampir lima bulan Sinta menganggu dirinya, di kelas, di kantin, di jalan, di rumah Prada, bahkan di tempat lain yang seharusnya dirinya merasa nyaman. Walaupun Sinta tak datang ke tempat kosnya, ia tetap saja muncul di lain tempat. Hingga kehadiran Sinta pun tak lagi membuat gaduh suasana, ia mulai merasa jika tak ada cara lain selain menghadapi perempuan yang satu itu.

"Sebelum pulang, aku mau pergi ke kantin dulu." Kata Sinta kepada Ara dan Fanya.

"Ya, kami hafal kebiasaanmu mengganggu Kak Bima, tapi sebenarnya kami muak dengan Kak Zizi yang juga selalu mengganggu." Kata Ara.

"Biarkan saja dia." Kata Sinta sambil berjalan menuju kantin.

Di perjalanan menuju kantin, ia bertemu dengan Zizi yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia sudah bersiap untuk beradu mulut dengannya, namun yang terjadi justru hal yang tak Sinta duga. Zizi keluar dari kamar mandi dan melihat ke arahnya dengan tatapan mengejek, lalu dia pergi begitu saja tanpa mengeluarkan satu patah kata pun.

Sinta yang heran dengan kelakuan Zizi itu pun memandanginya hingga tubuhnya berbalik ke belakang, "Kenapa dia?" Tanya Sinta kepada kedua temannya dengan heran.

Ara dan Fanya yang juga tak paham dengan apa yang terjadi hanya menatap Zizi dengan tatapan penuh tanda tanya serta tak lupa mereka mengangkat bahu tanda tak tahu.

"Mungkin ia sedang tak ingin berkelahi." Kata Fanya yang dibalas kibasan tangan oleh Sinta. Ia berkata, "Ya sudah, biarlah."

"Aneh, Zizi bahkan tak pergi menuju kantin seperti biasanya."

Memang Zizi sering hadir di tengah-tengah Sinta dan Bima. Ketika Sinta hendak mengganggu Bima, pasti Zizi juga ikut datang. Pernah suatu ketika, Bima yang tadinya menikmati makanannya di kantin pun menjadi pergi meninggalkan kegiatannya itu. Bagi seseorang yang suka dengan makanan, tindakan itu membuat ketiga temannya menatapnya dengan tidak percaya.

"Mungkin dia masih ada kelas yang lain." Kata Fanya dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada di otaknya.

Sinta dan kedua temannya itu pun melanjutkan langkah mereka menuju kantin. Setelah kejadian seminar dan banyak sekali kegiatan Sinta yang mengganggu Bima, ia menjadi seorang perempuan yang terkenal. Hal itu membuat banyak lelaki mendekatinya, namun Sinta yang sekarang berbeda dengan Sinta yang dulu. Ia lebih tahu bagaimana cara menolak lelaki, sebab ia lebih banyak belajar dari masa lalunya dengan Saka. Ia tahu mana lelaki yang hanya menginginkannya karena popularitas dan mana lelaki yang tulus. Walau sejauh ini Sinta masih belum menemukan lelaki yang tulus.

Sesampainya di kantin, Sinta melihat tiga lelaki yang tak asing.

"Kemana Mas Bima?" Tanya Sinta kepada ketiga lelaki itu.

"Bima sudah pulang terlebih dulu." Sahut Ino.

"Tumben ia melewatkan kegiatan makan di kantin." Sinta yang mulai tahu kebiasaan atau hal-hal yang berkaitan dengan Bima pun merasa aneh dengan kelakuan Bima saat ini.

Ketiga lelaki itu saling berpandangan sebelum Nuca akhirnya berbicara, "Sebenarnya Bima melarang kami untuk mengatakan ini kepada siapapun."

Sinta, Ara, dan Fanya menatap Nuca dengan serius, "Bima sedang melakukan latihan dengan bandnya."

"Apa?" Sinta bertanya dengan nada tak percaya, ia menambahkan, "Bagaimana bisa dia bergabung dengan sebuah band?"

Kali ini Prada yang berbicara, "Sebenarnya Bima tergabung dalam sebuah band yang anggota band lainnya itu adalah teman satu kos Nuca. Mereka saling mengenal sejak satu tahun yang lalu dan memutuskan untuk membentuk band. Saat ini mereka sedang berlatih untuk penampilan mereka di salah satu kafe di kota ini."

Sinta tertawa mendengar penjelasan Prada, "Ini sangat menarik. Lalu di band, dia sebagai apa?"

"Bassist." Sinta menggeleng-gelengkan kepalanya dengan takjub dan berkata, "Kalau begitu, kapan aku bisa menonton penampilan bandnya itu?"

Keesokan harinya, lebih tepatnya pukul tujuh malam, Ara dan Fanya datang ke rumah Sinta. Mereka datang untuk menjemput Sinta sebelum menonton penampilan band Bima. Setelah obrolan mereka di kantin kemarin, mereka sepakat untuk datang bersama guna menonton penampilan band Bima di keesokan harinya. Prada telah memberitahukan tempat serta waktu saat band Bima memulai penampilan mereka.

Perlu beberapa menit sebelum Sinta, Ara, serta Fanya sampai di lokasi. Saat mereka sampai dan masuk ke area kafe, mereka melihat Prada dan yang lainnya telah duduk di salah satu meja kafe.

"Di mana dia?" Tanya Sinta yang merujuk pada kehadiran Bima.

"Masih mempersiapkan diri di ruangan itu." Kata Nuca sambil menunjuk salah satu ruangan.

"Kenapa kalian memberitahuku hal ini?" Tanya Sinta penasaran.

Prada, Nuca, serta Ino tertawa, "Entah, kami menilai jika Bima banyak berubah setelah mengenalmu. Walau dia berkali-kali mengeluh tentang kehadiranmu yang mengganggu, kami melihatmu tak seperti kami melihat Zizi." Kata Prada.

Ino menambahkan, "Ya, lagipula kami tak menyukai cara Zizi yang sudah sejak lama mengganggu Bima. Dan juga kita." Perkataan Ino membuat Prada dan Nuca tertawa.

"Sungguh aneh, padahal Kak Prada adalah kakak dari mantan kekasih Sinta." Kata Ara kepada Prada.

"Tidak, itu tidak aneh. Saka berbeda dengan Bima. Dan menurutku Sinta lebih cocok dengan Bima." Kata Prada dengan tertawa keras.

"Wah, wah. Semoga saja Saka tak tahu akan hal ini." Kata Sinta sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jadi, Kak Zizi tidak tahu soal hal ini?" Tanya Ara.

"Tidak, selama ini Zizi tidak tahu. Meski kami sangat kesulitan menghindarkan Zizi dari Bima, kami masih beruntung, sebab tak banyak orang yang dekat dengan Bima. Jika banyak orang yang dekat dengan Bima, kami pasti semakin kesulitan menghadapi Zizi."

"Ya, beruntung sekali dia adalah orang yang tak mudah digapai." Kata Sinta.

"Berarti, sewaktu kita bertemu dengan Kak Zizi, sepertinya dia sudah tahu jika Kak Bima sedang tidak ada di kantin. Jadi, kemarin ia tak mengikuti kita yang berjalan di kantin." Kata Fanya kepada Sinta dan Ara.

"Iya, memang sebelum Bima pergi, Zizi telah mengikuti kami. Ia tahu jika Bima tak pergi ke kantin bersama kami, melainkan pulang."

"Kenapa perempuan itu tak mengikutinya saja? Kan biasanya dia juga mengikuti Mas Bima ke kosnya."

"Tidak bisa, ia tahu jika tindakannya itu akan sia-sia. Bisa saja Bima tak langsung pulang ke kos, melainkan mengambil jalan memutar hingga membuat Zizi kehilangan jejak Bima. Lalu meski dia datang ke kos Bima, ia tak bisa masuk ke sana. Jadi percuma."

Sebenarnya, kos Bima bukan kos yang sangat ketat sehingga tidak memperbolehkan perempuan untuk berkunjung. Perempuan boleh datang, namun harus memperhatikan aturan kos yang berlaku, yakni tidak boleh menginap dan jika ada perempuan yang datang, maka harus melapor kepada pemilik kos. Di dalam kasus Zizi ini, Bima memang melarang dirinya untuk masuk. Pemilik kos juga dimintai tolong oleh Bima untuk tak membiarkan Zizi masuk, jadilah ia tak bisa masuk ke kos Bima.

"Sepertinya dia telah banyak belajar." Tepat setelah Sinta selesai dengan kalimatnya itu, terlihat sekelompok lelaki berjalan menuju panggung.

Terlihat Bima berdiri di antara sekelompok lelaki itu. Malam ini seperti biasanya, Bima tampil memukau. Ia memakai pakaian earth tone. Sweater warna cokelat yang melapisi kemeja putihnya dan celana kain warna krem. Malam ini ia membiarkan anak-anak rambutnya berkeliaran di dahinya. Bima belum menyadari keberadaan Sinta yang saat ini mengulas senyum manis di bibirnya. Ia merasa senang bisa melihat Bima malam ini yang membuat kedua temannya saling menahan senyum ketika melihat betapa senangnya raut muka Sinta malam ini.

Bima sibuk dengan bassnya. Ia tampak mencoba beberapa nada di sana. Fokusnya pada bass tak membuat Bima mengalihkan pandangannya dari sana. Teman-teman bandnya yang lain juga melakukan hal yang sama. Mereka mempersiapkan alat musik masing-masing sebelum pada akhirnya sang vokalis membuka penampilan mereka.

Sang vokalis menyapa pengunjung dengan salam hangat dan juga kata-kata yang cocok dengan suasana malam di kafe ini. Bima telah selesai dengan bassnya dan saat ini ia mengalihkan pandangannya ke arah pengunjung. Ia tampak terkejut ketika melihat Sinta menjadi salah satu pengunjung kafe. Ia melihat Sinta yang masih tersenyum dan melambai-lambaikan tangan ke arahnya. Ia pun mengalihkan pandangan ke orang-orang yang ada di sebelah Sinta. Di sana ada Prada, Nuca, serta Ino yang sedang tertawa ke arahnya. Seketika Bima tahu jika ketiga temannya ini sengaja mengajak Sinta untuk datang.

Penampilan band pun dimulai. Suara-suara alat musik saling bersahutan dan membentuk nada-nada yang indah.

"Sunday morning, rain is falling." Vokalis band mulai bernyanyi dan Sinta serta teman-temannya bertepuk tangan.

Sebagai lagu pembuka, band Bima membawakan lagu milik Maroon 5 yang berjudul Sunday Morning. Lagu ini sangat cocok dibawakan di suasana seperti saat ini. Pengunjung kafe menikmati penampilan band tersebut dan beberapa dari mereka ikut bernyanyi. Sinta tahu lagu ini, ia ikut bernyanyi di beberapa bagian dan tak lupa terus memandangi Bima dengan tatapan kekaguman. Selanjutnya, band Bima memainkan empat lagu lagi.

Penampilan mereka sangat menakjubkan, suara dari nyanyian maupun nada yang dihasilkan oleh alat musik yang mereka mainkan begitu membius para pengunjung kafe. Mereka menikmati musik yang mereka bawakan dengan senang.

"Sepertinya perempuan-perempuan itu besok akan datang lagi ke kafe ini." Kata Ara yang membuat Sinta dan yang yang lainnya menolehkan pandang ke arahnya.

Sinta melihat ke arah mata Ara melihat, tampak sekelompok perempuan yang tak henti-hentinya menatap penampilan band Bima sambil tertawa. Lebih tepatnya mereka mengamati satu orang di dalam band itu. Bima sebagai bassist tampil mencolok di antara temannya yang lain, apalagi jika bukan karena wajah tampannya itu.

"Kami akan mengajaknya kemari setelah penampilannya selesai." Kata Nuca saat melihat ekspresi kesal Sinta yang sedang melihat ke arah sekelompok perempuan itu. Sinta pun tersenyum mendengar penuturan Nuca.

Setelah Bima menyelesaikan penampilannya, Prada, Nuca, serta Ino bangkit berdiri untuk menjemput Bima. Dari arah depan terlihat ketiga teman itu saling berbicara kepada teman band Bima dan tampak Bima menunjukkan wajah tidak suka. Sinta terkekeh melihatnya, sepertinya Prada, Nuca, dan Ino sedang memaksa Bima untuk duduk di salah satu kursi yang ada di kafe ini. Teman-teman bandnya juga ikut memaksa Bima.

Setelah banyak drama yang terjadi di sebelah panggung, Bima akhirnya berhasil dibujuk untuk datang ke tempat duduk Sinta dan teman-temannya.

"Sinta ingin memberi masukan atas penampilan bandmu malam ini. Kau tentu tak ingin melewatkan komentar dari penonton, kan?" Kata Prada sambil mendorong pelan punggung Bima saat mereka telah berada di dekat tempat duduk Sinta.

Bima berdecak dan duduk di salah satu kursi. Kursi yang berada di sekitar meja yang berbentuk persegi panjang itu seharusnya memberinya banyak pilihan untuk duduk, namun ketiga temannya dengan sengaja membuatnya duduk di hadapan Sinta.

Sinta terkekeh saat melihat muka masam Bima, ia berkata, "Aku tak tahu jika kau menjadi bassist salah satu band." Bima menatapnya datar.

Sinta melanjutkan, "Kau, tahu? Banyak sekali perempuan yang takjub dengan penampilan bandmu. Lebih tepatnya mereka mengagumimu. Entah kenapa segala jenis pakaian yang kau kenakan tampak elok membalut tubuhmu. Oh, aku tahu. Pasti karena wajah tampanmu itu yang membuat mereka selalu cocok jika kau kenakan." Sinta berkata demikian dengan nada yang sangat menyebalkan di telinga Bima.

"Kau ingin mengomentari penampilanku saja? Sama seperti orang lain yang hanya fokus pada diriku, bukan bandku?" Tanya Bima dingin.

"Tentu tidak. Aku hanya mewakili perempuan-perempuan lain yang mengangumi penampilanmu malam ini. Aku merasa kasihan dengan mereka yang tak bisa secara langsung menyampaikan kekaguman mereka kepadamu."

"Oh, begitu?" Bima berkata demikian sambil mengedarkan pandangan. Ia melihat sekelompok perempuan yang memandang ke arahnya. Melihat hal itu, Bima bangkit dari duduknya.

Sinta menaikkan alisnya ketika melihat Bima berdiri dan berjalan menuju meja di mana perempuan-perempuan yang sedari tadi tak henti-hentinya melihat Bima itu. Sinta menatap ke arah Bima dengan tatapan tajam. Terlihat Bima menghampiri mereka dan mengobrol dengan para perempuan itu. Sinta tak bisa mendengar percakapan mereka, sebab tempat duduk para perempuan itu jauh dari tempat ia duduk. Sinta pun berdiri dan ikut menghampiri mereka. Teman-teman Sinta dan Bima yang terkejut dengan tindakan Bima pun menjadi tegang ketika dilihatnya Sinta ikut datang menghampiri Bima dan para perempuan itu.

"Kak, kami boleh minta foto?" Tanya salah satu perempuan kepada Bima saat Sinta berjalan menuju tempat duduk mereka.

Bima belum menyadari hadirnya Sinta yang kini ada di belakangnya, ia baru saja menyadarinya ketika Sinta berkata, "Oh, kalian mau minta foto? Sini, aku akan bantu memotret kalian dengan kekasihku." Kata Sinta dengan senyum manis.

Para perempuan itu tampak terkejut mendengar penuturan Sinta. Bima juga sama terkejutnya, namun ia hanya menatap Sinta datar.

"Mana ponselnya?" Tanya Sinta kepada para perempuan itu. Bima pun menarik tangan Sinta untuk pergi dan kembali ke tempat duduknya.

"Lho, mereka ingin berfoto denganmu." Kata Sinta kepada Bima yang dibalas dengan decakan.

Sinta yang terpaksa mengikuti tarikan tangan Bima pun menoleh ke belakang dan berkata, "Maaf, ya. Sepertinya kekasihku sedang kesal." Dan para perempuan itu hanya terdiam melihat kepergian Sinta serta Bima.

"Seharusnya kau tak boleh berlaku demikian kepada penggemarmu." Kata Sinta saat kembali duduk di tempat duduknya.

"Seharusnya kau tak boleh mengaku-ngaku sebagai kekasih orang lain. Aku bukan kekasihmu." Kata Bima dingin.

Sinta tertawa geli, "Mungkin saat ini belum."

"Tidak. Aku tak akan menjadi kekasihmu meski itu adalah nanti atau entah kapan."

"Kau tahu? Aku sangat menyukai seseorang yang bisa bermain alat musik. Dan beruntungnya aku, kau adalah seorang bassist dari sebuah band, bukan seorang drummer."

Bima mengangkat alisnya heran dan bertanya, "Memangnya kenapa jika aku seorang bassist?"

"Kau tak tahu? Ada sebuah mitos di kalangan band yang dipercaya banyak orang. Jangan pernah menjadikan seorang drummer sebagai kekasih." Kata Sinta kepada Bima.